Berita Denpasar
Dua Mantan Pengurus LPD Desa Adat Mundeh Tabanan Didakwa Korupsi
Dua mantan pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pekraman Mundeh, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan
Penulis: Putu Candra | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dua mantan pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pekraman Mundeh, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan dihadapkan di meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat, 22 Maret 2024.
Adalah mantan anggota Badan Pengawas LPD Desa Adat Mundeh, Nyoman Murdana (59) dan mantan Ketua LPD Mundeh, I Gede Sukariawan (46) yang didudukan di kursi pesakitan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi di LPD tersebut. Di mana dalam perkara ini perbuatan kedua terdakwa merugikan keuangan negara Rp 1,7 miliar.
Dalam dakwaannya, JPU I Nengah Ardika dkk mendakwa kedua terdakwa tersebut dengan dakwaan kombinasi. Yakni dakwaan kesatu primair, Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan subsidair, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang yang sama. Atau dakwaan kedua, Pasal 8 Jo. Pasal 18 Undang-Undang yang sama.
Terhadap dakwaan JPU itu, terdakwa Sukariawan didampingi tim penasihat hukumnya mengajukan eksepsi (keberatan). Sedangan terdakwa Murdana didampingi penasihat hukumnya dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar tidak mengajukan eksepsi.
"Atas dakwaan jaksa penuntut, kami mengajukan eksepsi," ucap Komang Sutrisna selaku penasihat hukum Sukariawan kepada majelis hakim pimpinan Putu Ayu Sudariasih.
Dengan diajukan eksepsi oleh penasihat hukum terdakwa Sukariawan, maka agenda sidang selanjutnya akan digelar kembali Kamis, 28 Maret 2024.
Sementara itu diungkap dalam surat dakwaan JPU, tahun 2018 dalam rapat kelembagaan UPK Swadana Harta Lestari dicetuskan akan melakukan pinjaman ke LPD Desa Adat Mundeh untuk disalurkan kepada kelompok simpan pinjam perempuan. Dan diputuskan dalam rapat akan mengajukan pinjaman.
Lantaran syarat peminjaman yang berlaku di LPD Mundeh adalah peminjam yang harus merupakan warga Desa Adat Mundeh, maka diputuskan untuk menggunakan nama terdakwa Murdana. Murdana adalah warga adat Mundeh yang juga menjabat sebagai ketua badan pengawas UPK Swadana Harta Lesatri.
Baca juga: Loloskan 1 Wakil Bali ke Senayan, Kantor Megah Nasdem Batal Jadi Coffee Shop
Lalu diadakan pertemuan oleh UPK tersebut dan disekapati meminjam ke LPD Rp 700 juta. Pinjaman terdakwa Murdana ke LPD sebesar Rp 700 juta dipecah menjadi dua perjanjian kredit dengan menggunakan nama pak kris I dan nama pak kris II tanpa dilengkapi jaminan yang jelas. Hanya menggunakan laporan neraca keuangan UPK Swadana Harta Lestari.
Atas pinjaman pada tahun 2018 itu, terdakwa Sukariawan bersama Murdana berinisiatif memecah pinjaman menjadi 2 perjanjian agar tidak melebihi batas maksimum
pemberian kredit.
Tahun 2019, Murdana kembali meminjam uang Rp 1,5 miliar dan dipecah menjadi tiga perjanjian kredit menggunakan nama pak Murdana I, pak Murdana II, pak Murdana III tanpa dilengkapi jaminan yang jelas. Modusnya sama dipecah atas inisiatif Sukariawan dan Murdana.
Pula pinjaman Murdana di tahun 2020 sebesar Rp 1 miliar. Kedua terdakwa memecah pinjaman menjadi dua pinjaman agar tidak melebihi batas maksimum pemberian kredit.
Terhadap pinjaman tersebut tidak pernah dilaporkan kepada ketua badan pengawas LPD Mundeh.
Seluruh pinjamanMurdana dari tahun 2018, 2019 dan 2020 disalurkan ke kelompok simpan pinjam perempuan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.