Profil

Sosok Tjokorda Bagus Santaka, Panglingsir Puri Saren, Punya Kemampuan Indigo dan Dikenal Low Profile

Tjokorda Bagus Santaka berasal dari Puri Saren Kauh, Puri Agung Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Prosesi palebonnya akan digelar besok 14 April 2024

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Lembu tangi dalam pelebon di Puri Agung Ubud saat ditaruh di barat Pasar Tematik Ubud, Gianyar, Bali, Rabu 10 April 2024. 

Sosok Tjokorda Bagus Santaka, Kakak Tertua Cok Wah, Punya Kemampuan Indigo dan Dikenal Low Profile

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Tjokorda Bagus Santaka berasal dari Puri Saren Kauh, Puri Agung Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.

Ia adalah putra mantan Bendesa Pakraman Ubud Newata Tjokorda Agung Suyasa.

Baca juga: Libatkan Lebih 4.000 Krama dari 11 Banjar, Puri Ubud Gelar Palebon Tjokorda Bagus Santaka Besok

Cok Santaka wafat pada 1 Februari lalu karena riwayat penyakit jantung di usia 64 tahun pada pukul 00.21 Wita di RSUP Prof IGNG Ngoerah (Sanglah), Denpasar.

Semasa hidupnya, putra sulung Bendesa Pakraman Ubud sebelum Tjokorda Raka Kerthyasa (Cok Ibah) ini merupakan Panglingsir Puri Saren Kauh, Puri Agung Ubud.

Tjok Santaka meninggalkan istri tercinta, Tjokorda Istri Raka Ernawati, 64, dan dua buah hati yakni Tjokorda Sri Tyas Utami, 33, dan Tjok Dwidharma serta lima orang cucu.

Baca juga: Minta Bantuan Wong Samar Terkait Prosesi Palebon Mendiang Tjokorda Bagus Santaka, Ini Kata Cok Wah

Ia akan menjalani prosesi palebon besok Minggu 14 April 2024 dengan lembu berwarna ungu.

Tjokorda Ngurah Suyadnya atau karib disapa Cok Wah mengatakan, mendiang Cok Santaka merupakan kakak tertuanya.

Semasa hidupnya, mendiang dikenal low profile.

"Beliau sosok yang low profile, tidak begitu ingin menonjol. Beliau hidup serba santai. Kebetulan beliau yang melanjutkan perjalanan ayah sebagai indigo," ujar Cok Wah, Jumat (12/4/2024).

Baca juga: Keluarga dan Kerabat Iringi Prosesi Mekingsan Ring Gni Cok Sawitri, Palebon Diperkirakan Agustus

Menurutnya, karena kakaknya tersebut seorang indigo, dalam palebon ini, dirinya mempersembahkan lembu berwarna ungu.

Sebab diketahui, ungu merupakan salah satu warna yang identik dengan indigo.

"Kalau kita berbicara soal indigo, itu identik dengan warna ungu. Kebetulan saya sebagai adik terkecil juga gemar dengan warna ungu. Jadi saya persembahkan sesuatu dengan warna ungu," ujarnya.

Selain itu, Cok Wah juga mengatakan ada spirit positif pada warna ungu. Kata dia, di Bali warna ungu disebut tangi. Kata tangi juga memiliki makna lain, yakni bangun."

"Melalui lembu tangi ini, pihaknya ingin mengajak keluarga yang ditinggalkan agar tidak terus-menerus larut dalam kesedihan.

"Dalam bahasa Bali, ungu adalah tangi, tangi juga berarti bangun. Jadi, dalam suasana sedih, dalam suasana keterpurukan kita tidak boleh terlalu larut untuk down. Kita harus bangkit dan harus metangi. Semuanya pasti berlalu dengan baik. Jadi saya persembahkan yang terbaik untuk kakak," ujarnya.

Selain itu, beliau juga menerapkan sifat air dalam kehidupan sehari-hari.

Palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka ini akan melibatkan krama adat yang terlibat sekitar 4 ribuan orang dari 11 banjar adat setempat.

Sejak beberapa hari ini, sarana petulangan telah dipajang di depan Puri Agung Ubud, seperti lembu tangi atau lembu berwarna ungu dan naga banda.

Hal tersebut pun menjadi pusat perhatian.

Terlebih lagi letak petulangan ini sangat estetik, yakni di sebelah barat Pasar Tematik Ubud. Bahkan setiap malam, warga lokal terlebih lagi wisatawan, banyak yang 'nongkrong' di sana, mengabadikan momen dengan kamera handphone.

Terkait prosesi palebon, Cok Wah mengatakan, petulangan, seperti lembu, bade, naga banda dan iringin seni budaya, akan berjalan dari catuspata Ubud menuju Setra Dalem Puri di Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud di atas pukul 12.00 Wita.

"Dalam hal ini kita libatkan 11 banjar adat, dan astungkara saya juga meminta bantuan wong samar. Mudah-mudahan berjalan dengan baik. Mohon doa restunya," ujar Cok Wah.

Adapun banjar adat yang terlibat dalam palebon ini, mulai dari Banjar Bale Agung Ubud (terdiri dari 4 banjar), Banjar Bentuyung Sakti, Banjar Taman Kelod, dimana banjar-banjar ini merupakan banjar pokok dari Puri Agung Ubud.

Lalu ada Banjar Junjungan, Banjar Tegalantang. Juga ada Banjar Gagah Tegalalang dan Pejengaji Tegalalang. Terakhir Banjar Abianseka di Desa Mas, Ubud.

"Krama yang terlibat kurang lebih 4.000an. Peran masyarakat dalam palebon sangat luar biasa. Sebenarnya, banjar yang mengusulkan untuk ngayah sangat banyak. Tapi karena keterbatasan tempat, sehingga kami sepakati 11 banjar saja," ujar Cok Wah.

Keluarga Puri Agung Ubud, Tjokorda Ngurah Suyadnya alias Cok Wah meminta permakluman pada masyarakat, karena palebon ini tentunya akan menyebabkan kemacetan di sejumlah titik.

"Kami memohon maaf karena akan terjadi kemacetan. Namun bagaimanapun, Ubud ada atau tanpa adanya palebon pasti macet. Namun palebon ini, kita pakai ajang untuk seni budaya, dan ini merupakan satu kekayaan Bali yang dimiliki, dan kebetulan kita bisa melakukan di Ubud," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved