Berita Tabanan

Petani Tabanan Pengeng! Pembeli Tawar Murah Gabah, Mereka Justru Merugi Saat Sedang Panen

Pekaseh Subak Dukuh, Desa Marga I Wayan Sukanada, mengaku kebijakan pemerintah kenaikan HPP tidak serta merta berlaku di lapangan.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
ISTIMEWA
NESTAPA PETANI - Suasana petani di Tabanan saat panen, belum lama ini. Petani merugi karena tak ada yang mau membeli hasil panen dengan harga sesuai HPP seperti yang ditetapkan pemerintah. 

TRIBUN-BALI.COM - Petani masih sulit mendapat untung. Hasil penjualan panen hanya cukup untuk biaya operasional pertanian. Lelahnya fisik bahkan tak terbayar. Petani di Tabanan sekarang kian merasakan ini.

Penjualan gabah saat ini membuat mereka pusing. Harganya di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Padahal Badan Pangan Nasional (Bapanas) awal April 2024 menetapkan HPP kualitas GKP (Gabah Kering Panen) di petani naik dari Rp 5.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 6.000 per kg.

Pekaseh Subak Dukuh, Desa Marga I Wayan Sukanada, mengaku kebijakan pemerintah kenaikan HPP tidak serta merta berlaku di lapangan. Pada musim panen harga gabah di tingkat petani justru berada di Rp 5.000 per kg.

Baca juga: HARGA BBM Bisa Naik! Dampak Perang Iran-Israel,Menteri ESDM Berharap Eskalasi di Timur Tengah Mereda

Baca juga: BUPATI BARES! 53 Perbekel Klungkung, Camat, Hingga Pejabat Datangi Rumah Jabatan Giri Prasta

Ilustrasi - Suasana petani di Tabanan saat panen, belum lama ini. Petani merugi karena tak ada yang mau membeli hasil panen dengan harga sesuai HPP seperti yang ditetapkan pemerintah.
Ilustrasi - Suasana petani di Tabanan saat panen, belum lama ini. Petani merugi karena tak ada yang mau membeli hasil panen dengan harga sesuai HPP seperti yang ditetapkan pemerintah. (Tribun Bali/Dwi S)

“Penetapan kan Rp 6.000. Nah sekarang tidak ada gabah petani yang laku di angka Rp 6.000 per kg (sesuai HPP). Jangan 6.000, di kisaran Rp 5.000 saja sangat susah,” keluhnya, Selasa (16/4).

Ia mengatakan, penebas atau atau pemborong hasil panen tidak mau membeli gabah petani dengan harga sesuai HPP. Pilihan lain tidak ada, petani dipaksa melepas hasil panen mereka dibeli murah oleh penebas.

Apalagi, di saat masih dalam momen lebaran Idul Fitri, cukup sulit mencari penebas. Petani benar-benar tak punya pilihan. “Kalau tidak dipanen sekarang, kualitas gabah terancam rusak,” ungkapnya.

Kata dia, pembelian dengan harga di bawah HPP sangat merugikan petani. Tidak sesuai dibandingkan biaya produksi yang semakin mahal. Harga sewa traktor nak, mencari pupuk subsidi susah bukan main.

“Belum lagi pupuk. Saat ini, terpaksa beli pupuk non subsidi. Karena alokasi jatah pupuk subsidi tahun ini berkurang. Belum biaya obat-obatan semakin mahal. Tujuan kami bisa menjaga kualitas hasil pada saat panen,” bebernya.

Dia mengungkapkan, pupuk subsidi dulu jatahnya 2,5 kg Urea per hektare, dan NPK 2 kg per hektare. Sekarang jatah yang didapat hanya 1,17 kg untuk Urea dan NPK di bawah 1 kg per hektare. “Menutupi kekurangan itu, saya terpaksa beli non subsidi dan mahal,” ujarnya.

Ia berharap biaya yang sudah dikeluarkan petani dengan cukup mahal tersebut agar bisa dibantu oleh pemerintah melalui Bulog, khususnya mengamankan kebijakan HPP dengan menyerap hasil panen petani yang tengah anjlok saat ini. (ang)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved