Berita Bali
Tiga Wilayah dengan Kasus DBD Terbanyak di Bali, Berikut Daftarnya
Tak pandang bulu, kasus demam berdarah dengue (DBD) di Bali juga menyerang wisatawan asing yang sedang berlibur.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tiga Wilayah dengan Kasus DBD Terbanyak di Bali, Berikut Daftarnya
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tak pandang bulu, kasus demam berdarah dengue (DBD) di Bali juga menyerang wisatawan asing yang sedang berlibur.
Plt Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr.I Gusti Ayu Raka Susanti meminta wisatawan selalu menjaga bila perlu divaksin DBD.
Baca juga: Kemenkes Minta Warga Waspada, Menparekraf: Tangani Totalitas Masalah Wisman Terkena DBD di Bali
Raka Susanti menyatakan belum menerima laporan wisatawan mancanegara (wisman) terkena DBD di Bali, lantaran setiap laporan yang masuk ke Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Bali tidak ada pembeda warga Indonesia atau wisatawan asing.
Mengenai vaksin DBD, pemerintah tidak memprogramkan sehingga berbayar. Harganya sekitar Rp300 sampai Rp400 ribu.
“Kami belum masuk program (vaksin DBD). Kalau tidak salah Rp300 atau Rp400 ribu sekali suntik. Kalau masyarakat mau, silakan ke fasilitas yang memang sudah menyediakan vaksinnya,” jelas Raka pada Minggu 21 April 2024.
Baca juga: BOCAH Usia 5 Tahun Asal Klungkung Jadi Korban, DBD di Buleleng Capai 515 Kasus
Kasus DBD dimulai awal tahun, kata Raka Susanti jumlah kasus terus meningkat meski angkanya diklaim menurun dibandingkan tahun lalu.
Jumlah kasus terbanyak di tiga daerah, yakni Badung, Denpasar dan Gianyar.
“Kalau Januari sekitar 700, naik. Maret 1000 lebih kasus. April ini sekitar 300 sudah tercatat. Mudah-mudahan sudah terjadi penurunan. Yang tinggi Badung, Gianyar dan Denpasar,” ucapnya.
Baca juga: Janji Ultah & Hadiah Sepeda Listrik Belum Terealisasi, Bocah 7 Tahun di Bangli Meninggal Akibat DBD
Kasus DBD paling tinggi di daerah wisata sehingga diharapkan masyarakat maupun wisatawan bisa menghindari gigtan nyamuk dengan pakai lotion anti nyamuk, karena nyamuk keluar siang hari.
“Jam menggigit nyamuk siang hari. Keluar pakai lotion anti nyamuk dan tidur siang disemprot. Pakai kelambu kalau tidak mau terganggu aroma obat nyamuk,” tuturnya.
Disinggung mengenai WNA yang terkena DBD, Raka Susanti menegaskan tidak tahu karena laporan yang masuk tidak membedakan warga lokal maupun wisatawan.
Kemungkinan yang mengetahui petugas kesehatan di kabupaten/kota.
Tidak hanya DBD, dikatakan wisman rawan juga terkena diare.
“Tidak melihat wisatawan atau apa. Kalau kasusnya tinggi segera kami lakukan intervensi. Seperti di Denpasar, petugas puskesmas yang turun ke rumah- rumah. Kami memang belum membedakan wisatawan atau tidak. Tapi kaupaten/kota pasti bergerak,” katanya.
Selain itu, orang yang meninggal karena kasus DBD tahun ini ada lima orang, yakni Februari satu orang meninggal di Klungkung; Maret ada tiga orang, dua di Denpasar, satu di Gianyar dan April satu di Tabanan.
Dia mengatakan pasien DBD bisa sampai meninggal karena daya tahan tubuh dan juga perjalanan penyakit.
Disinggung bagaimana dengan program wolbachia, Raka Susanti menyebutkan program tersebut masih dikaji ulang.
“Untuk mencegah DBD pemberantasan sarang nyamuk dengan gerakan 3 M plus (menguras, menutup dan mengubur),” tutupnya. (*)
Berita lainnya di DBD di Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.