Budaya

AA Gde Oka Kerebek, Leluhur Puri Kauhan Ubud, Sang Penulis Lontar, Kini Wariskan 50 Lebih Naskah

Kemampuan langka ini, tentu tidak hanya didapatkan dari pembelajaran yang beliau lakukan secara ideologis di kalangan para sastrawan.

ISTIMEWA
Ida Anak Agung Gde Oka Kerebek kala menulis dalam posisi duduk bersila seperti sedang melakukan gerakan asana. 

TRIBUN-BALI.COM - Menulis lontar pada zaman dahulu, adalah kebiasaan layaknya menulis buku pada era sekarang. Namun menulis lontar bukan perkara mudah, karena banyak teknik yang harus dikuasai agar tulisan aksara bisa dibaca dan dimengerti. 

Anak Agung Gde Oka Kerebek, leluhur Puri Kauhan Ubud, adalah salah satu penulis lontar pada zamannya. Ia seakan tak terpisahkan dari pangrupak dan lontar, dalam menapaki kehidupan.

Kemampuan langka ini, tentu tidak hanya didapatkan dari pembelajaran yang beliau lakukan secara ideologis di kalangan para sastrawan.

Akan tetapi, bakat intelektualitas ini juga diturunkan dari lalangit beliau secara biologis. Sebab, apabila dilihat dari silsilah kawangsan, beliau adalah keturunan dari Ida Cokorda Gde Oka Gelgel.

Sementara itu, leluhur beliau adalah Ida Dewa Agung Panji yang berasal dari garis Ida Dalem Sri Aji Kresna Kapakisan yang meletakkan tonggak peradaban Bali, dengan sintesis capaian-capaian monumental Majapahit.

Baca juga: Festival Wariga Usadha Siddhi Oleh Yayasan Puri Kauhan Ubud, Angkat Keunggulan Pengobatan Bali

Baca juga: Gelar Dharma Panuntun, Yayasan Puri Kauhan Ubud Ingin Bumikan Wariga dan Usadha Bali

Ari Dwipayana (kanan) dan Ida Dalem Semara Putra berpose di depan patung Anak Agung Gde Oka Kerebek di Puri Kauhan Ubud.
Ari Dwipayana (kanan) dan Ida Dalem Semara Putra berpose di depan patung Anak Agung Gde Oka Kerebek di Puri Kauhan Ubud. (ISTIMEWA)


Ida Anak Agung Gde Oka Kerebek kala menulis dalam posisi duduk bersila seperti sedang melakukan gerakan asana.

Jari - jari beliau yang terlatih memegang pengrupak menari lincah, mengguratkan aksara demi aksara. Matanya yang tajam dengan nafas terkendali dan fokus yang tinggi seperti pranayama, darana, dan diana.

Maka, ketika dewa pengetahuan berhasil distanakan dalam puncak hening kesadaran, seorang penulis sesungguhnya sedang melakukan samadhi, meski tanpa beliau sadari.

Dalam bahasa penekun balian Usadha, figur seperti Anak Agung Gde Oka Kerebek telah mampu menulis dengan
sarana sakawenang atau sarana apapun, kecuali landeping idep "ketajaman pemikiran" dan jnyana nirmala "batin yang suci".

Tak perlu tempat khusus, tak perlu suasana istimewa, dan yang lainnya. Ida Anak Agung Gde Oka Kerebek adalah figur yang sehaluan dengan Ida Padanda Made Sidemen dalam laku anurat asing gon yang bermakna menulis di semua tempat, menggurat aksara di semua ruang.

Tampaknya beliau sadar betul, bahwa sekali pemikiran dituangkan dalam guratan aksara yang membentuk
pengetahuan maka pengetahuan itu akan lebih abadi dari penulisnya sendiri.

Dengan demikian, melalui tinggalan - tinggalan lontar itulah, mampu bercengkrama secara imajiner dengan Ida Anak Agung Gde Oka Kerebek dalam menghadapi suka dan duka kehidupan untuk berada di atas keduanya.

Dengan wahana aksara yang telah beliau guratkan dalam naskah lontar, keturunannya diberi jalan kembali ke masa lalu tanpa perlu  mesin waktu.

Atas keteguhan beliau bertani kata di ladang sastra, Puri Kauhan Ubud kini mewarisi lebih dari 50 naskah lontar. Untuk satu keluarga, jumlah naskah ini cukup banyak.

Terlebih beliau yang senantiasa sibuk mendampingi Ida Tjokorda Gde Sukawati, dalam menjalankan swadharma sebagai pucuk pimpinan di wilayah Ubud hingga ke desa-pradesa.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved