Berita Bali

BUNTUT OTT Bendesa Adat Berawa, Dugaan Pemerasan Rp10 Miliar, Pejabat di Provinsi & Badung Diperiksa

Pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Kamis, 2 Mei 2024.

Penulis: Putu Candra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
ISTIMEWA
Pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Kamis, 2 Mei 2024. Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, memanggil dan memeriksa sejumlah saksi. Saksi yang diperiksa adalah pejabat di lingkungan Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Badung. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Buntut kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Bendesa Adat Berawa, tampaknya masih panjang. 

Pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Kamis, 2 Mei 2024.

Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, memanggil dan memeriksa sejumlah saksi.

Saksi yang diperiksa adalah pejabat di lingkungan Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Badung.

Dari informasi yang beredar, penyidik memanggil tiga saksi, dua diantaranya adalah pejabat pada Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali. Dan pejabat di Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Badung.

Baca juga: KASUS Pemerasan di Berawa! Ketut Riana Peragakan 9 Adegan, Kejati Bali Gelar Rekonstruksi Saat OTT

Baca juga: BUNTUT OTT Bendesa Adat Berawa, MDA Badung Sebut Jika Bersalah, Kegiatan Adat Diwakilkan Petajuh

Ilustrasi uang - Kasus OTT Bendesa Adat Berawa berbuntut panjang.
Ilustrasi uang - Kasus OTT Bendesa Adat Berawa berbuntut panjang. (kompas.com)

Dikonfirmasi, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra membenarkan, penyidik memanggil beberapa saksi. "Ya benar, saksi dari desa adat dan pemerintah daerah," tulisnya melalui pesan singkat, Senin, 6 Mei 2024.

Didesak siapa nama dan jabatan saksi yang diperiksa, Eka Sabana enggan membeberkan. Selain itu, kata Eka Sabana dalam rentang seminggu kedepan penyidik akan memeriksa sejumlah saksi lainnya.

"rencana minggu ini 10 orang saksi," terangnya. Namun kembali pihaknya belum bisa membeberkan nama dan jabatan saksi yang akan diperiksa.

Diberitakan sebelumnya, Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana terjaring OTT kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar. Riana diduga memeras pengusaha AN (saksi korban) sebesar Rp 10 miliar terkait transaksi jual beli tanah di Desa Berawa. Dari permintaan itu, Riana telah menerima Rp 150 juta.

Dalam perkara ini, tersangka Riana disangkakan Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP. 

Bendesa Adat Berawa, Badung, I Ketut Riana, yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar kepada pengusaha kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan.

Riana dibawa ke Lapas Kerobokan oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali usai menjalani rekontruksi di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar.

Riana terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh penyidik Pidsus Kejati Bali di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Kamis, 2 Mei 2024 pukul 16.00 Wita. Dalam OTT penyidik menyita uang Rp 100 juta.

Sebelumnya Riana telah menerima Rp 50 juta dari AN. Riana diduga memeras pengusaha AN (saksi) sebesar Rp 10 miliar terkait transaksi jual beli tanah di Desa Berawa.

"Kemarin sore tersangka KR sudah dibawa ke Lapas Kerobokan. Yang bersangkutan ditahan selama 20 hari kedepan di Lapas Kerobokan," jelas Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, saat dihubungi, Sabtu, 4 Mei 2024.

Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana saat tiba di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung. Ia menjalani penahanan terkait kasus dugaan pemerasan - Pasca OTT Kasus Dugaan Pemerasan, Bendesa Adat Berawa Huni Lapas Kerobokan Bali
Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana saat tiba di Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung. Ia menjalani penahanan terkait kasus dugaan pemerasan - Pasca OTT Kasus Dugaan Pemerasan, Bendesa Adat Berawa Huni Lapas Kerobokan Bali (Istimewa)

Dalam upaya melakukan pengembangan, penyidik akan melakukan pemanggilan dan memeriksa sejumlah saksi. Namun siapa dan kapan saksi akan diperiksa, Eka Sabana belum bisa membeberkan. "Kapan pemeriksaan dan siapa saksinya akan kami infokan lebih lanjut," ucapnya.

Riana telah berstatus sebagai tersangka. Ia disangkakan Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

MDA Gelar Pertemuan

Menyikapi kasus Bendesa Adat Berawa ini, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali langsung menggelar pertemuan dengan jajarannya dan sejumlah Ketua MDA kabupaten/kota di Kantor MDA Bali, Renon, Denpasar, Sabtu (4/5) siang.
Ketua Majelis Desa Adat MDA Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet menyayangkan dugaan kasus pemerasan yang dilakukan Riana.

“Kita prihatin, MDA Bali prihatin dengan peristiwa hukum ini. Kalau benar terbukti sesuai dengan hukum yang berlaku, kita sangat sesalkan dan itu menjadi noda bagi desa adat di Bali. Yang kedua kita selalu siap bekerja sama untuk mendukung penegakan hukum sesuai dengan UUD yang berlaku di Indonesia,” kata Sukahet ditemui usai pertemuan.

Dari hasil pertemuan MDA, jika benar terbukti Bendesa Adat Berawa melakukan pemerasan, maka bukan menjadi urusan desa adat terlebih majelis, tetapi merupakan masalah perseorangan.

Walaupun jabatannya selalu melekat yakni sebagai Bendesa Adat, namun jika terbukti apakah termasuk pidana khusus atau umum tidak mungkin lembaga lakukan tindak pidana.

“Kalau di dalam tindakannya tidak berdasarkan awig-awig, pararem, paruman itu pasti sudah perorangan. Tapi kalau dia berdasarkan awig-awig itu baru menyangkut lembaga. Jadi itu murni masalah pribadi jangan dikaitkan desa adat,” bebernya.

Sukahet pun meyakini di dalam parerem tidak ada aturan Bendesa Adat dapat terlibat dalam urusan perizinan. Ia pun mengimbau agar jangan sampai kejadian serupa terjadi kembali.

Karena ini dianggap urusan pribadi, MDA memutuskan tidak akan memberikan perlindungan hukum terhadap Bendesa Adat Berawa.

“Tidak ada (pendampingan hukum dari MDA) karena itu urusan pribadinya. Kalau pendampingan itu kalau jadi urusan lembaga,” tegasnya.

Terkait kepemimpinan di Desa Adat Berawa, MDA menyarankan agar Riana diganti dengan Pelaksana Tugas (Plt). Hal ini untuk memperlancar urusan administrasi Desa Adat.

“Baiknya diberhentikan sementara diganti Plt. Karena untuk segala macam administrasi kan tandatangan bendesa diperlukan,” tandasnya. (can/sar)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved