Berita Jembrana
Belum Ada Rumah Aman Bagi Korban TPKS di Jembrana, Pemkab Tunggu Bantuan Kementerian PPA
Menurut data yang diperoleh sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jembrana mencatat, selama tahun 2023 lalu ada 16 kasus PPA khususnya kekerasan seksual.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Kasus kekerasan seksual di Kabupaten Jembrana, Bali cukup memprihatinkan.
Sebab, kasusnya juga banyak menyeret anak di bawah umur sebagai korban.
Tahun ini, satu kasus TPKS sudah muncul dan terungkap.
Namun, para pihak meminta agar pemerintah segera menyediakan rumah aman bagi korban.
Baca juga: RAWAN Kejahatan & Kekerasan Seksual Pada Anak! Polres Buleleng Tangani 8 Kasus Sejak Januari-Mei
Mengingat kabupaten dengan julukan Gumi Makepung ini belum memilikinya.
Menurut data yang diperoleh sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jembrana mencatat, selama tahun 2023 lalu ada 16 kasus PPA khususnya kekerasan seksual.
Dari jumlah tersebut didominasi oleh persetubuhan anak di bawah umur.
Rinciannya, 12 kasus persetubuhan terhadap anak dan empat kasus pencabulan terhadap anak.
Rata-rata, ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Sementara pada 2024 ini, UPTD PPA Jembrana telah mencatat ada satu kasus TPKS persetubuhan anak di bawah umur dengan korban anak berusia 14 tahun.
Korban diketahui menerima perilaku tersebut oleh tiga orang pria dewasa dengan rentang usia 20-23 tahun.
Beruntungnya, tiga pelaku tersebut telah diamankan Satreskrim Polres Jembrana.
"Yang terpenting adalah dukungan atau pengawasan oleh seluruh elemen masyarakat. Kemudian untuk pemerintah agar lebih mengedepankan upaya preventif untuk meminimalisir munculnya kasus serupa," kata Kasi Pidum Kejari Jembrana, Delfi Trimariono saat dikonfirmasi, Minggu 26 Mei 2024.
Dia melanjutkan, kondisi kasus kekerasan seksual dengan anak sebagai korban cukup tinggi bahkan selalu meningkat beberapa tahun sebelumnya.
Pihaknya mengaku sangat miris dan prihatin dengan kondisi tersebut.
Sehingga, upaya preventif yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan, menyediakan pelayanan pengaduan atau pelaporan hingga penyediaan rumah aman.
Layanan pengaduan ini menjadi urgent karena selama ini korban justru cenderung takut melapor karena pertimbangan berbagai faktor.
Misalnya, masih ada hubungan darah dengan pelaku sehingga takut aib keluarga terbongkar, menerima ancaman atau intimidasi dan lainnya.
Di sisi lain, hingga saat ini Kabupaten Jembrana belum memiliki rumah aman.
"Setiap daerah sebenarnya wajib punya rumah aman dan menyediakan layanan pelaporan atau pengaduan khusus dari masyarakat terkait PPA. Kami harap bisa segera direalisasikan," tegasnya.
Dalam beberapa kesempatan, kata dia, pihak Kejari Jembrana juga kerap menjadi narasumber atau pemateri untuk memberikan pemahaman terkait hukum seperti terkait UU perlindungan anak, UU tindak pidana kekerasan seksual, UU nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO (tindak pidana perdagangan orang), hingga UU pornografi juga.
Tujuannya agar masyarakat menjadi paham dengan apa yang terjadi di lapangan.
"Dalam beberapa kesempatan kami berpartisipasi untuk menyampaikan tentang penerangan hukum kepada masyarakat agar semakin paham," sebutnya.
Terpisah, Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi mengakui bahwa belum ada rumah aman hingga saat ini di Gumi Makepung.
Namun begitu, pihak Kementerian PPA sudah mulai melakukan pendataan terhadap wilayah kabupaten/kota yang belum memiliki atau masih menyewa tempat dengan peruntukan rumah aman.
"Kementerian sudah mendata wilayah mana yang belum memiliki rumah aman termasuk sarana prasarana pendukungnya," sebutnya.
Usai pendataan, kata dia, nantinya pihak Kementerian PPA bakal mempertimbangkan kondisi wilayah yang patut mendapat bantuan melalui anggaran DAK Fisik serta merealisasikannya.
"Meskipun ini baru rencana. Tapi kami harap dan mudah mudahan bisa segera terealisasi. Semoga Provinsi Bali yang pertama dapat," harapnya.
Kumpulan Artikel Jembrana
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.