Berita Buleleng

TOLAK SHM, Ini Kata Sebagian Warga Eks Timtim, Tuntut Terbit Sertifikat Pekarangan & Lahan Garapan

Namun SHM tersebut hanya diberikan kepada warga yang setuju. Masih ada yang belum setuju. Sejatinya ada 107 warga eks Timtim yang tinggal di Desa

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN BALI/Ratu Ayu Astri Desiani
RAPAT BERSAMA - Direktur Landreform Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Rudi Rubijaya saat menggelar rapat bersama dengan Gugus Tugas Reforma Agraria Buleleng, Kamis (30/5). 

TRIBUN-BALI.COM - Badan Pertanahan Negara (BPN) Singaraja akan segera menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan pekarangan untuk 72 kepala keluarga warga eks Timtim yang tinggal di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak.

Namun SHM tersebut hanya diberikan kepada warga yang setuju. Masih ada yang belum setuju. Sejatinya ada 107 warga eks Timtim yang tinggal di Desa Sumberklampok. Mereka bermukim di wilayah tersebut sejak tahun 2000. Masing-masing kepala keluarga (KK) memiliki lahan pekarangan seluas empat are dan lahan garapan masing-masing 50 are.

Warga kemudian meminta pemerintah agar lahan pekarangan dan garapan segera diterbitkan SHM melalui program reforma agraria. Namun saat ini pemerintah baru bisa melepas lahan pekarangan. Sementara lahan garapan masih terkendala karena berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Direktur Landreform Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Rudi Rubijaya mengatakan, dari 107 KK eks Timtim yang ada, baru 75 KK yang menyatakan setuju agar penerbitan SHM dilakukan untuk lahan pekarangan terlebih dahulu.

Baca juga: SOAL Tapera, Pengusaha Bali Minta Kaji Ulang, Apindo Jembrana Sarankan Pemerintah Gelar Dialog!

Baca juga: USAI Kalah Liga 1 Bali United vs Borneo Skor 2-4, Teco Tanya Petinggi Klub Mau Capaian Seperti Apa

Sementara 35 KK lainnya menolak, lantaran berkeinginan agar SHM lahan pekarangan dan lahan garapan diterbitkan secara bersamaan. Ia mengatakan, meski saat ini SHM lahan garapan belum bisa diterbitkan, masyarakat masih bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk bertani dan beternak.

"Memang ada beberapa KK yang tidak setuju, masih kami telusuri keberatannya. Kalau keberatannya sesuai dengan kewenangan kementerian, tentu akan kami koordinasikan dulu," ujarnya usai menggelar rapat bersama Gugus Tugas Reforma Agraria Buleleng, Kamis (30/5).

"Sementara yang sudah setuju kami apresiasi. Yang sudah setuju akan segera kami terbitkan SHM lahan pekarangannya dan akan diserahkan secepatnya, kalau bisa di bulan Juni ini," demikian sambung dia.

Sementara itu, Pj Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana mengatakan, pembebasan lahan garapan untuk warga eks Timtim ini menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas. Ia akan memfasilitasi aspirasi masyarakat tersebut untuk dapat bertemu dengan pemangku kebijakan.

Lihadnyana memaparkan sejatinya sudah ada solusi yang ditawarkan KLHK, yakni dengan hutan sosial. Masyarakat tetap dapat menggunakan lahan tersebut untuk kegiatan-kegiatan ekonomi. Namun beberapa KK menuntut agar lahan tersebut menjadi hak milik.

Atas tuntutan tersebut, solusinya Pemprov Bali harus mengubah rencana tata ruang terlebih dahulu. "Sepanjang dalam RT-RW itu masih masuk dalam kawasan hutan, susah. Kecuali dalam RT RW itu dikeluarkan dulu. Dibebaskan dari luas garapan yang dimohonkan. Baru bisa," terangnya.

Mengingat saat ini masih ada 35 KK yang belum setuju, Lihadnyana pun berharap mereka dapat menjaga situasi agar tetap kondusif sehingga proses penerbitan SHM lahan pekarangan untuk 75 KK yang sudah setuju dapat berjalan lancar. "Jangan ada kerawanan. Pak Kapolres dan Dandim sudah humanis. Mari hormati itu. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," tandasnya. (rtu)


Kami Butuh Kepastian Hukum

Perwakilan Warga eks Timtim Nengah Kisid mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan SK pembebasan untuk lahan pekarangan dengan total luas 4,28 hektare untuk 107 warga eks Timtim. Dengan terbitnya SK tersebut, BPN Buleleng segera melakukan pemetaan dan pengukuran di lokasi agar SHM lahan pekarangan dapat diterbitkan.

Untuk lahan garapan dengan total luas 66,3 hektare hingga saat ini tak kunjung dilepaskan, lantaran lahan tersebut berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Pemprov Bali belum dapat mengeluarkan lahan tersebut dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW) karena luasan hutan di Bali masih di bawah 30 persen.

Kisid menyebut, bila penerbitan SHM tidak dilakukan berbarengan, masyarakat khawatir lahan garapan tersebut akan ditetapkan sebagai perhutanan sosial. "Kalau sudah keluar SK perhutanan sosial, mau dimohonkan tujuh turunan juga tidak akan bisa. Itu kekhawatiran warga. Kami butuh kepastian hukum atas lahan yang kami tempati," ucapnya.

Kisid menyebut bila lahan pekarangan itu tidak bisa dibebaskan, sejatinya masih ada solusi yang seharusnya dilakukan Pemprov Bali maupun Pemkab Buleleng. Yakni dengan mencarikan lahan pengganti agar dapat digunakan oleh warga untuk bertani dan berternak. "Penyelesaian masalah lahan ini harus tuntas. Kami sudah menunggu selama 25 tahun," kata Kisid. (rtu)

 

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved