Bisnis

IMPOR Beras Melonjak 165,27 Persen, BPS Catat Sebut Paling Banyak dari Thailand!

Selanjutnya, impor beras dari India mencapai 58.200 ton, atau turun 3,67 persen dari impor beras pada Januari-Mei 2023.

Antara Foto/Ampelsa
BERAS IMPOR - Sejumlah buruh menurunkan beras impor asal Thailand dari kapal kargo berbendera Panama di pelabuhan Malahayati, kab Aceh Besar, Aceh, Senin (10/6) lalu. BPS mencatat impor beras hingga Mei 2024 melonjak 165,27 persen, dan paling banyak berasal dari Thailand. 

TRIBUN-BALI.COM  - Impor beras ke Indonesia tercatat masih tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari Januari hingga Mei 2024 impor beras mengalami peningkatan cukup tajam yakni mencapai 165,27 persen.

"Impor pangan jika dirinci, pertama beras naik 165,27 persen dibandingkan Januari hingga Mei 2023,” tutur Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah dalam konferensi pers, Rabu (19/6).

Adapun berdasarkan data BPS, volume impor beras dari Januari hingga Mei 2024 mencapai 2,26 juta ton. Volume ini meningkat dari impor beras dari Januari hingga Mei 2023 yang hanya mencapai 854.000 ton.

Berdasarkan negara asalnya, impor beras paling banyak berasal dari Thailand dengan volume mencapai 918.900 ton, atau meningkat 136,23 persen dari Januari-Mei 2023 yang hanya mencapai 338.900 ton.

Kemudian, berasal dari Vietnam mencapai 624.700 ton, atau meningkat 70,59 persen dari Januari-Mei 2023. Lalu impor beras dari Pakistan mencapai 390.800 ton, atau meningkat 1.054,8 persen dari Januari-Mei 2023.

Selanjutnya, impor beras dari India mencapai 58.200 ton, atau turun 3,67 persen dari impor beras pada Januari-Mei 2023.

Impor beras dari Kamboja mencapai 25.000 ton, dan dari negara lainnya mencapai 248.400 ton. Sementara itu, Harga sejumlah komoditas pangan terpantau naik baik sebelum maupun sesudah Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah atau 2024.

Bahkan sejumlah komoditas harganya berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan.
Pengamat Ekonomi Pertanian, Bustanul Arifin menilai harga beras masih akan mengalami kenaikan sepanjang bulan Juni dan Juli 2024, pasalnya merujuk neraca perdagangan pada dua bulan tersebut masih menunjukkan defisit.

Baca juga: RUSMINI Tak Mau Temui Keluarga Pelaku! 1 Tersangka Penganiaya Putu Satria Disebut Berasal dari Bali

Baca juga: POLISI Bekingi Pengoplosan LPG Subsidi?Polda Bali Minta Masyarakat Laporkan Jika Ada, Akan Diatensi!

Ilustrasi beras - Impor beras ke Indonesia tercatat masih tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari Januari hingga Mei 2024 impor beras mengalami peningkatan cukup tajam yakni mencapai 165,27 persen.
Ilustrasi beras - Impor beras ke Indonesia tercatat masih tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari Januari hingga Mei 2024 impor beras mengalami peningkatan cukup tajam yakni mencapai 165,27 persen. (tribunnews)

“Menurut perkiraan, Agustus neraca sudah kembali positif, harusnya harga turun. Harga hortikultura senantiasa berfluktuatif,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (19/6).

Meski begitu, Bustanul menjelaskan, dirinya tidak terlalu khawatir akan terjadinya inflasi pangan, sebab berdasarkan pengamatannya tahun ini inflasi masih dalam rentang target 3 plus minus 1.

Di sisi lain, lanjut Bustanul, HET sejumlah komoditas pangan seperti beras dimaksudkan sebagai acuan, faktanya selama ini harga di pasaran senantiasa lebih tinggi dari harga acuan tersebut.

Asal tahu saja, pemerintah memperpanjang aturan HET beras medium maupun premium masing-masing sebesar Rp 12.500 per kg dan Rp 14.900 per kg.

“Kalau di retail modern atau supermarket, HET masih dapat di-enforced. Tapi, kalau di pasar tradasional, HET tidak mudah ditegakkan,” terangnya. Menurut Bustanul, HET beras di pasar tradisional kerap tinggi persoalannya ada pada kontrol terhadap merek beras yang beredar.

Untuk diketahui, berdasarkan panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rabu (19/6), harga beras premium masih naik sebesar 1,11 persen menjadi Rp 15.510 per kg, sementara untuk beras medium naik 1,59 persen menjadi Rp 13.410 per kg. (kontan)

Benahi Pasokan dan Distribusi

HARGA sejumlah komoditas pangan masih naik pasca Hari Raya Idul Adha 1445 H atau tahun 2024. Pemerintah diminta membenahi pasokan dan distribusi demi menghindari inflasi pangan.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economics (Core) Eliza Mardian mengatakan, kenaikan harga pangan pada momentum Idul Adha seiring dengan permintaan masyarakat.

Bila ditarik ke belakang, lanjut Eliza, kenaikan harga pangan mulai terasa sejak akhir 2022 pasca harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dinaikkan. Kemudian, diikuti dengan fenomena El Nino yang menurunkan produksi akibat kekeringan.

“Jadi harga pangan terus tereskalasi akibat tingginya demand secara berturut-turut. Kemudian dari sisi supply itu pendistribusiannya kurang lancar, tercermin dari tingginya disparitas harga pangan antar daerah,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (18/6).

Eliza menegaskan, jika pemerintah tidak segera membenahi pasokan dan distribusi maka inflasi pangan bakal mengancam ke depan. Menurutnya, saat ini inflasi pangan masih relatif tinggi meski ada penurunan dibanding pada momentum Ramadan.

“Tingginya inflasi pangan ini akan semakin menggerus daya beli masyarakat. Terlebih lagi 60 persen dari total pengeluaran kalangan menengah bawah diperuntukkan untuk membeli bahan pangan,” ujarnya.

Eliza mengatakan, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak akan efektif untuk mengendalikan harga pangan, sebab akar dari persoalan naiknya harga pangan tidak diatasi.

Eliza mengasumsikan, akar persoalan pengendalian pangan didorong minimnya pembeli (oligopsoni) di tingkat petani dan minim produsen (oligopoli). Menurutnya, dua faktor itu yang berpotensi menyebabkan asimetris informasi termasuk harga.

“Sehingga distribusi ini menentukan harga. Bukan sepenuhnya karena kenaikan biaya produksi. Karena yang menyalurkan produk pertanian ini kan middleman (perantara). Meski secara stok aman, kalau distribusinya nggak lancar jadi ya harganya tinggi secara artifisial,” imbuhnya.

Untuk diketahui, mengacu panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Selasa (18/6) kemarin harga komoditas pangan terpantau mengalami tren kenaikan. Mulai dari daging, bawang, cabai hingga telur tercatat naik cukup signifikan. (kontan)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved