Berita Klungkung

Lukisan Wayang Kamasan Klungkung Kantongi Sertifikat Indikasi Geografis

Dengan Indikasi Geografis, menunjukkan produk Lukisan Wayang Kamasan memiliki kualitas atau reputasi tertentu karena asal usulnya.

ISTIMEWA
LUKISAN KAMASAN - Penjabat Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika datang ke galeri Lukisan Wayang Kamasan milik Gede Weda Asmara bertempat di Banjar Sangging Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, kemarin. Seni Lukisan Wayang Kamasan telah resmi memiliki Sertifikat Indikasi Geografis. 

TRIBUN-BALI.COM - Seni Lukisan Wayang Kamasan, Kabupaten Klungkung telah resmi memiliki sertifikat Indikasi Geografis.

Dengan Indikasi Geografis, menunjukkan produk Lukisan Wayang Kamasan memiliki kualitas atau reputasi tertentu karena asal usulnya.

Penjabat Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika menyempatkan diri, datang ke galeri Lukisan Wayang Kamasan milik Gede Weda Asmara bertempat di Banjar Sangging Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung. 

Kedatangannya untuk mengetahui lebih jauh tentang pembuatan seni Lukisan Wayang Kamasan.

“Nilai sebuah Lukisan Wayang Kamasan memang tinggi, karena pembuatannya yang tergolong rumit dan prosesnya Panjang,” ujar Jendrika, Selasa (10/9).

Baca juga: SELAMAT Jalan Kadek Partha, Alami Demam 10 Hari, Bocah 9 Tahun Asal Dencarik Meninggal Akibat DBD

Baca juga: WNA India Ditemukan Tewas di Kolam Renang di Karangasem Bali, Simak Kronologinya Berikut Ini

Lukisan Wayang Kamasan diyakini telah ada sejak zaman pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Kerajaan Gelgel pada abad ke-14. 

Sampai saat ini, Lukisan Wayang Kamasan masih menggunakan bahan pewarna alami.
Sejumlah lukisan yang dipamerkan, tampan sudah diberi label Sertifikasi Indikasi geografis.

Gede Weda Asmara didampingi sejumlah seniman lukis, lalu menjelaskan pembuatan sebuah lukisan yang diawali dengan pembuatan kanvas yang disebut nganjinin atau mubuhin.

Kanvas dibuat dari selembar kain putih, biasanya kain blacu dengan dimensi yang dikehendaki oleh pelukis. Terlebih dahulu kain dicuci dan direndam dengan air selanjutnya dijemur sampai setengah kering. 

Tahap selanjutnya, kain tersebut dicelupkan dalam bubur tepung beras yang dikenal dengan istilah mubuhin. Selanjutnya dibentangkan di sinar matahari sampai mengering. 

Setelah mengering, kain ditaruh diatas lempengan papan untuk digosok berulang-ulang dengan bulih-bulih (kerang) sampai rata dan halus. Setelah kanvas jadi, dilanjutkan dengan pembuatan sketsa atau ngreke. 

Lalu dilanjutkan mereke atau  memberi garis-garis tipis di atas kain untuk menentukan tempat wayangnya yang akan digambar seperti menentukan letak tokohnya, unsur penunjangnya dan lain-lain.

Dalam pewarnaanya, warna yang digunakan sebagian besar diambil dari alam, seperti  menggunakan batu pere atau batu gamping untuk menghasilkan warna kuning kecokelatan yang menjadi ciri khas Wayang Kaamasan.

Sementara warna hitam dihasilkan dari jelaga lampu minyak, dan warna putih dihasilkan dari tulang babi atau tanduk rusa yang dihancurkan menjadi bubuk. (mit)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved