UMKM Bali
UMKM Ukir Kayumas: Seni Ukir Tradisional Bali yang Tetap Bertahan di Tengah Zaman
Memasuki workshop Ukir Kayumas, pengunjung akan langsung merasakan suasana yang khas.
Penulis: I Made Wira Adnyana Prasetya | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ukir Kayumas/Tukang Ukir Denpasar, sebuah UMKM yang bergerak di bidang kerajinan ukir kayu, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Bali.
Usaha yang terletak di Jl. Surapati No.37, Dangin Puri, Denpasar, Bali, ini telah melayani masyarakat dengan produk-produk ukiran berkualitas sejak berdiri pada tahun 1996.
Workshop ini buka setiap hari dari pukul 8 pagi hingga 5 sore, menawarkan berbagai karya seni khas Bali yang tak lekang oleh waktu.
Ukir Kayumas menawarkan berbagai jenis ukiran, termasuk bingkai, loster, papan nama meja, adeg-adeg atau sala Bali, pintu Bali, ring-ring, hingga berbagai pernak-pernik khas Bali lainnya yang dapat disesuaikan dengan pesanan pelanggan.
Baca juga: UMKM Bali Nasi Kuning Bu Musri: Kisah Perjalanan dan Dedikasi Selama 23 Tahun
Produk-produk ini tak hanya mencerminkan keindahan seni ukir Bali, tetapi juga menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat, khususnya dalam upacara adat dan dekorasi rumah.
Memasuki workshop Ukir Kayumas, pengunjung akan langsung merasakan suasana yang khas.
Di sana, berbagai hasil karya seni ukir terpajang dengan rapi, menyajikan aroma kayu dan cat yang menenangkan, seolah mengajak kita lebih dekat dengan alam.
Para pekerja tampak sibuk, namun dengan gerakan tangan yang tenang dan penuh konsentrasi, menghasilkan ukiran-ukiran rumit dan indah.
Ukir Kayumas bukan hanya tempat kerja, tetapi juga laboratorium seni, di mana setiap detail dikerjakan dengan ketekunan.
Ukir Kayumas didirikan oleh I Wayan Teken (65 tahun), seorang seniman ukir asal Petulu Gunung, Gianyar.
Sejak kecil, Wayan telah memiliki ketertarikan pada seni ukir yang diwariskan oleh keluarganya.
Sang istri Ni Made Rai Sunardi (54 tahun) menjelaskan, “Di rumah suami saya memang pekerjaan pokoknya adalah tukang ukir turun-temurun, jadi belajar dari kecil dia belajar ukir bantu-bantu keluarganya sampai dewasa dan lanjut kuliah pun dia masih ngerjain ukiran. Waktu itu dia kuliah di Denpasar sambil buka usaha ukir di Banjar Bengkel tahun 84, terus sekitar tahun 96 baru buka di Kayumas sampai sekarang.”
Seni ukir yang dihasilkan oleh Ukir Kayumas tidak hanya memerlukan keterampilan teknis, tetapi juga ketekunan dan kesabaran tinggi.
Proses pengukiran diawali dengan memilih kayu yang sesuai pesanan, diikuti oleh tahap pengemalan, yakni pembuatan pola pada kayu.
Setelah itu, tahap pengukiran dimulai, di mana keahlian sang pengukir benar-benar diuji.
Salah sedikit dalam menentukan kekuatan palu atau posisi pahat bisa mengakibatkan ukiran melenceng atau bahkan patah.
Setelah selesai diukir, hasil karya tersebut dihaluskan menggunakan amplas dan diakhiri dengan proses finishing berupa pengecatan.
Tergantung jenis ukiran apa yang diambil dan teknik apa yang digunakan, karya ukiran tersebut bisa diselesai dalam rentang waktu 1 hari hingga seminggu.
“Semisal bikin loster kita pilih kayu yang tepat, kemudian di tempel pola, kemudian dilubangi, dan diukir. Kalo semisal seperti adeg-adeg ato hiasan pernak pernik tempel gitu, biasanya kita langsung sekalian pasangkan, tergantung juga pesanannya,” ungkap Ni Made Rai Sunardi.
Hasil karya Ukir Kayumas banyak diminati oleh masyarakat Bali, terutama untuk dekorasi perkantoran dan hiasan di pura.
Selain itu, mereka juga berhasil memperluas pasar hingga ke luar Bali, seperti Jakarta.
Menurut Ni Made Rai Sunardi, “Kebanyakan pembeli lokal tahu tempat ini dari mulut ke mulut. Ada yang mencari ukiran di Google Maps dengan mengetik ‘tukang ukir Denpasar’, dan nama kita muncul. Anak saya juga membantu mengembangkan usaha lewat media sosial seperti Instagram dan WhatsApp. Dulu, sebelum pandemi, kami bahkan punya pelanggan tetap dari Jakarta yang sering memesan bingkai dalam jumlah banyak.”
Namun, kesuksesan ini tidak datang tanpa tantangan.
Pandemi Covid-19 membawa dampak yang cukup signifikan pada usaha mereka, dengan pesanan yang sepi dan masalah permodalan yang menjadi kendala ketika ada pesanan besar.
Beruntung, mereka mendapatkan solusi melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) perbankan, yang membantu mereka mengatasi masalah finansial.
Setelah melalui masa-masa sulit selama pandemi, Ukir Kayumas perlahan bangkit kembali.
Dengan dukungan keluarga, terutama anak-anak mereka yang membantu dalam pengelolaan digital, usaha ini kini semakin berkembang.
Mereka tak hanya berfokus pada pasar lokal, tetapi juga mulai memperluas jangkauan melalui platform online, memastikan bahwa seni ukir Bali tetap lestari dan dikenal oleh masyarakat yang lebih luas.(*)
Ukir Kayumas adalah contoh nyata bagaimana sebuah usaha lokal mampu bertahan dan berkembang dengan menggabungkan warisan budaya, inovasi, dan semangat pantang menyerah.
Dengan dedikasi yang terus dipertahankan oleh I Wayan Teken dan keluarganya, seni ukir tradisional Bali akan terus hidup dan berkontribusi dalam memperkaya budaya serta ekonomi Bali.
Kumpulan Artikel UMKM
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.