Berita Badung

PERAS Investor, Bendesa Berawa Divonis 4 Tahun Penjara, Kajati Bali: Pelajaran Bagi Aparatur Desa

Terdakwa memenuhi unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, menerima insentif dari APBD Badung, dan Pemprov Bali setiap bulannya. 

Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Usai Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, dijatuhi vonis 4 tahun pidana penjara. Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H buka suara dengan menyambut baik dan mengapresiasi putusan majelis hakim. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Usai Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, dijatuhi vonis 4 tahun pidana penjara.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H buka suara dengan menyambut baik dan mengapresiasi putusan majelis hakim.

Menurutnya, kasus ini menjadi pembelajaran bagi seluruh aparatur di daerah khususnya di desa dari tingkat atas sampai ke tingkat paling bawah, agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

"Jangan lupa kita bekerja dalam senyap, tetap bekerja untuk hal seperti ini, karena perbuatan-perbuatan seperti ini telah merusak nama baik Bali," kata Kajati Bali dalam keterangan kepada awak media, pada Jumat 4 Oktober 2024. 

"Menyebabkan high cost ekonomi dalam bidang investasi, dan mengganggu iklim investasi di Bali khususnya," imbuhnya. 

Terdakwa divonis atas kasus pemerasan terhadap investor hingga Rp10 miliar di Pengadilan Tipikor Denpasar, pada Kamis, 3 Oktober 2024.

Baca juga: DUEL Berdarah di Buleleng, Motif Perselingkuhan Jadi Alasan Slamet Serang Suarjana

Baca juga: Pahami Informasi Tepat dan Dipercaya, Media Literasi Digelar Dewan Pers dan Diskominfo Badung

Terdakwa I Ketut Riana dijatuhi vonis pidana penjara selama 4 tahun.
Terdakwa I Ketut Riana dijatuhi vonis pidana penjara selama 4 tahun. (Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro)

 

Oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, terdakwa divonis pidana 4 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta, subsidair 4 bulan kurungan penjara

“Kejaksaan Tinggi Bali mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar atas kasus yang dilakukan secara berlanjut oleh terdakwa Ketut Riana," bebernya. 

"Semoga ini menjadi pembelajaran semua pihak untuk tidak melakukan korupsi," ujar Kajati Bali. 

Dalam persidangan, hakim menilai bahwa terdakwa terbukti melakukan pemerasan pada investor atau melakukan pidana secara berlanjut. 

Berdasarkan bukti digital forensik, terdakwa telah terbukti meminta uang kepada saksi Andianto Nahak T Moruk sebesar Rp 10 miliar.

Andianto adalah orang ditugaskan mengurus izin oleh PT Berawa Bali Utama, untuk melancarkan pembangunan. 

Permintaan yang dilakukan Ketut Riana tersebut tidak disampaikan ke perangkat desa lainnya atau masyarakat. 

Selain itu, unsur memaksa seseorang memberikan sesuatu. Adapun Ketut Riana melakukan permintaan itu, juga secara berulang-ulang sehingga memenuhi unsur perbuatan yang berlanjut. 

Meski pledoi dilakukan Penasihat Hukum terdakwa yang menyebut perkara tersebut adalah suap, namun Majelis Hakim menyatakan tidak sependapat. 

"Ada permintaan dengan unsur memaksa yang dilakukan terdakwa berdasarkan bukti percakapan atau chat WhatsApp," ujarnya.

Majelis Hakim pun menilai bahwa unsur-unsur tindak pidana, dalam dakwaan tunggal Pasal 12 huruf e Undang-undang Tipikor sudah terpenuhi. 

Yakni Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terdakwa memenuhi unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, menerima insentif dari APBD Badung, dan Pemprov Bali setiap bulannya. 

"Terdakwa sebagai Bendesa Adat Berawa dipilih melalui hasil paruman, hasil paruman diserahkan melalui Majelis Desa Adat (MDA) ke Pemkab Badung, Rekomendasi penerbitan SK pengukuhan sebagai Bendesa Adat diterbitkan oleh MDA," beber dia.

Hanya ada satu unsur yang tidak terpenuhi yakni unsur kerugian negara dalam Pasal 18 UU Tipikor.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai hal yang memberatkan dalam putusan perkara ini adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala jenis tindak pidana korupsi.

Sedangkan hal-hal yang meringankan berupa terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa sopan dalam persidangan. 

Adapun putusan majelis hakim dengan hukuman pidana 4 tahun penjara ini lebih rendah dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bali yakni enam tahun penjara.

Hakim memberikan waktu satu minggu bagi terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menyikapi putusan ini yang masih mempertimbangkan sikapnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved