Berita Badung
Makan di Hotel Kawasan Nusa Dua Tapi Tidak Bayar, Seorang Wanita Berkebangsaan Belanda Dideportasi
Makan di Hotel Kawasan Nusa Dua Tapi Tidak Bayar, Seorang Wanita Berkebangsaan Belanda Dideportasi
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan peraturan keimigrasian.
Hal ini dibuktikan dengan memulangkan atau mendeportasi seorang Warga Negara Asing (WNA) yang ada di Bali berinisial MA (35), seorang wanita berkebangsaan Belanda.
Baca juga: Balas Dendam Berujung Penyerangan di Pedungan Denpasar, Tarik Rambut Korban Hingga ke Lantai
Sebelumnya pada hari Jumat 13 September 2024 lalu, wanita kelahiran 1989 ini diserahkan oleh pihak Kepolisian Sektor Kuta Selatan kepada Kantor Imigrasi setelah terlibat insiden di sebuah hotel di Bali.
Dimana MA yang telah tinggal di Bali sejak Maret 2022, pertama kali memasuki Indonesia dengan visa wisata.
Baca juga: DIHAJAR di Kesiman Denpasar, Korban Dirayu ke Kos-kosan untuk Diobatin, Malah Tambah Fatal
Pada kedatangannya yang terakhir pada 29 Agustus 2024, MA menggunakan Visa Kunjungan Beberapa Kali Perjalanan yang berlaku hingga 24 Februari 2025.
MA tinggal sendiri di sebuah vila sewaan di seputaran Nusa Dua, dengan biaya sewa Rp. 300 ribu per hari.
Insiden tersebut bermula ketika pada 13 September 2024, MA mengunjungi sebuah hotel kenamaan di Nusa Dua dengan inisial hotel tersebut HR untuk mencari sarapan.
Berdasarkan pernyataannya, MA berpura-pura sebagai tamu hotel untuk menikmati sarapan di restoran hotel tersebut.
Namun usai makan, pihak sekuriti menghentikannya dan meminta MA untuk membayar karena tidak terdaftar sebagai tamu.
Manajer hotel memberikan pilihan kepada MA untuk membayar atau melaporkan tindakannya kepada pihak berwenang.
Karena saat itu MA tidak memiliki cukup uang (hanya tersisa Rp. 300 ribu dan masih menunggu kiriman tunjangan dari pemerintah Belanda), maka ia diserahkan kepada pihak Kepolisian.
Selama berada di Bali, MA yang tidak memiliki pekerjaan, mengandalkan tunjangan bulanan sebesar (Euro) € 1.400 dari pemerintah Belanda karena dirinya terdaftar sebagai penerima tunjangan akibat adanya gangguan kondisi kesehatan.
Kegiatan sehari-hari MA di Bali diisi dengan mengikuti kelas yoga dan meditasi, serta rencananya untuk mengeksplorasi peluang usaha dan pekerjaan di Bali.
Di hari yang sama, Polsek Kuta Selatan membawa MA ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai dengan rekomendasi pendeportasian terhadap MA.
MA terbukti melanggar Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang menyatakan bahwa WNA yang melakukan kegiatan berbahaya atau tidak menghormati peraturan perundang-undangan dapat dikenai tindakan administratif keimigrasian.
Pada 17 September 2024 lalu, MA dipindahkan ke Rudenim Denpasar untuk proses deportasi lebih lanjut.
Rudenim Denpasar telah melakukan koordinasi dengan pihak terkait, termasuk Konsulat Belanda, guna mempercepat proses pendeportasian.
“Kami terus berupaya menjaga keamanan dan ketertiban serta memastikan proses deportasi berjalan sesuai prosedur. Kami menghimbau kepada seluruh WNA yang tinggal di Indonesia untuk selalu mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku agar terhindar dari masalah hukum,” kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Gede Dudy Duwita, Rabu 9 Oktober 2024.
Dimana MA telah dideportasi pada hari Selasa tanggal 8 Oktober 2024 kemarin melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali dengan dikawal ketat oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah diusulkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menerangkan bahwa kasus ini menjadi pengingat penting bagi para warga asing yang berada di Indonesia untuk selalu mematuhi aturan dan ketentuan yang berlaku.
Diharapkan pula Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan,” ” ucap Gede Dudy.
Selain itu, keputusan penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Namun demikian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya.(*)
BONUS Rp80 Juta Disiapkan Badung, Bagi Setiap Atlet Peraih Medali Emas di PORPROV Bali XVI |
![]() |
---|
ABK Terjatuh Saat Cek Kapal di Tanjung Benoa Badung, Bangga Ditemukan Meninggal |
![]() |
---|
RAIH EMAS! Atlet Badung Pada PORPROV Bali XVI Akan Dapat Bonus Rp 80 Juta |
![]() |
---|
KRONOLOGI MENGHARUKAN, Driver Ojek Meninggal dengan Senyuman di Pantai Padang Padang Pecatu |
![]() |
---|
Soroti Pelanggaran Bangunan di Pantai Melasti, Ini Respon Dewan Badung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.