Berita Bali

WADUH Banyak Kendaraan Ojol Plat Non DK Beroperasi di Bali, PJ Gubernur Ingatkan Taati Aturan!

Kasus ini mencuat karena dikhawatirkan berdampak pada kemacetan, keamanan, dan ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku.

ISTIMEWA
OJEK ONLINE - Pengendara ojek online saat sedang bekerja. Di tengah tingginya angka PHK dan terbatasnya lapangan kerja formal, pekerjaan sebagai driver ojek online menjadi penyelamat. 

TRIBUN-BALI.COM -  Driver ojek online ber-KTP luar Bali banyak beroperasi di Bali. Selain itu, kendaraan-kendaraan berplat luar daerah Bali juga banyak dikirim ke Bali yang disediakan oleh penyedia jasa ojek online.

Kasus ini mencuat karena dikhawatirkan berdampak pada kemacetan, keamanan, dan ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku.

Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, menegaskan bahwa pihak penyedia jasa ojek online harus mematuhi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 40 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Transportasi. “Mestinya mereka sudah mengubah sesuai Perda 40/2019," jelas Mahendra Rabu (4/12). 

Untuk menindaklanjuti persoalan ini, Mahendra Jaya menegaskan akan menginstruksikan Kepala Dinas Perhubungan Bali untuk segera mengambil langkah konkret. "Saya tugaskan Kadis Perhubungan untuk segera panggil layanan aplikasi ojek online," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba), I Nyoman Sudiartha, juga turut menyoroti meningkatnya jumlah driver ojek online yang beroperasi di Pulau Dewata.

Fenomena ini disertai dengan penyedia jasa yang menyediakan kendaraan bagi para driver tersebut, yang disebut dapat memperburuk kemacetan hingga berpotensi meningkatkan angka kriminalitas.

Baca juga: TEWAS di Mobil, Sugiarta Diduga Terkena Serangan Jantung Saat Nyetir & Ditemukan di Denpasar 

Baca juga: TREND Hamil Dulu Baru Nikah Jadi Sorotan Dewan Muda Asal Gianyar, Ini Kata Gek Diah 

Menurut Sudiartha, mayoritas driver ini tidak memiliki pengetahuan tentang seluk-beluk budaya Bali maupun pengalaman di bidang pariwisata.

"Untuk angkutan sewa khusus yang berafiliasi dengan platform, memang banyak drivernya yang belum berpengalaman di bidang pariwisata, termasuk tentang objek wisata," ujar Sudiartha.

Ia juga menjelaskan bahwa kendaraan yang digunakan kebanyakan adalah kendaraan pribadi. “Beberapa kali kami sudah meminta instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan, untuk melakukan penindakan dan pengawasan di lapangan,” tambahnya.

Sudiartha mengungkapkan, berdasarkan data Dinas Perhubungan, jumlah izin resmi untuk angkutan sewa khusus di Bali mencapai 14.000 kendaraan. Namun, diperkirakan jumlah kendaraan tidak resmi juga hampir setara atau bahkan lebih.

"Ini salah satu penyumbang kemacetan, terutama di daerah-daerah wisata," katanya. Selain itu, harga yang ditawarkan oleh platform sering kali tidak masuk akal akibat persaingan harga antar-driver. "Harga di aplikasi sering kali hancur-hancuran karena adanya promo," ujarnya.

Fenomena ini juga diakibatkan oleh mudahnya proses rekrutmen yang dilakukan oleh penyedia platform. Menurut Sudiartha, kendaraan yang seharusnya memenuhi syarat seperti STNK aktif, dan driver yang memiliki pengalaman serta SKCK justru sering diabaikan.

“Belakangan ini rekrutmen terlalu mudah, bahkan kendaraan dari luar Bali pun bisa bergabung. Padahal, driver harus memenuhi syarat seperti memiliki SIM, SKCK, pengalaman di bidang transportasi, dan memahami pariwisata,” jelasnya. (sar)

Minta Bertindak

Sudiartha juga mengkritik ketergantungan driver pada aplikasi navigasi seperti Google Maps tanpa memiliki kemampuan menjelaskan objek wisata kepada wisatawan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved