Berita Bali
TREND Hamil Dulu Baru Nikah Jadi Sorotan Dewan Muda Asal Gianyar, Ini Kata Gek Diah
Selain ternyata Indonesia masih dihadapkan pada segudang masalah perkawinan usia anak, tak terkecuali di Provinsi Bali.
TRIBUN-BALI.COM - Di tengah isu penurunan angka pernikahan secara nasional hingga 7,5 persen pada tahun 2023, menjadi berita hangat belakangan ini.
Selain ternyata Indonesia masih dihadapkan pada segudang masalah perkawinan usia anak, tak terkecuali di Provinsi Bali.
Hingga saat ini ratusan ribu anak-anak di bawah usia 18 tahun, telah menikah dengan berbagai alasan, salah satu penyebab adalah persoalan ekonomi keluarga.
Kemudian masalah hamil duluan baru nikah, yang belakangan menjadi hal lumrah dan umum khususnya di Bali. Juga menjadi atensi Gek Diah.
Baca juga: KAGETKAN Warga di Muara Tukad Unda Klungkung, Setelah Ada Penemuan Jenazah
Baca juga: NEKAT Rudapaksa Gadis Asal Banyuwangi, Pemuda Asal Kupang Panjat Ventilasi Kosnya di Badung

Fakta ini mendapatkan sorotan Srikandi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dapil Gianyar, Gek Diah.
Gadis pendulang suara tertinggi di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 DPRD Bali, dengan jumlah coblosan 133.868 pemilih, Putu Diah Pradnya Maharani.
Gek Diah, sapaannya, mengatakan bahwa trend buruk pernikahan usia dini ini bisa diputus.
“Jangan sampai ini (pernikahan usia dini) menjadi trend yang dinormalisasi (dianggap lumrah). Kan kita tahu, kita mempunyai asas dari norma-norma yang berlaku.
Jadi fenomena seperti ini, kita harus sebarkan pandangan. Yang saya dengar dari Forum Pemuda Nasional yang mempertanyakan hal ini.
Mereka bertanya di Bali memang sering ya, normal ya kalau hamil dulu baru nikah?.
Jadi, narasinya sudah sampai di nasional di kalangan teman-teman pemuda yang saya kenal,” ungkap Gek Diah dalam siaran persnya.

Menyikapi fenomena sekaligus “alarm” yang mengancam eksistensi pemuda-pemudi di Pulau Dewata ini, Gek Diah menyiratkan bahwa diperlukan “tameng” sekaligus kerjasama seluruh stakeholder untuk menekan angka pernikahan usia dini.
“Tameng ini dalam adalah pendidikan (SDM), perempuan juga harus berani berbicara dalam kondisi ditekan oleh sistem patriarki (sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan) yang masih dominan di Bali.
Di mana mereka (perempuan) tidak berani bersuara dan tentunya ini berkaitan lagi dengan tingkat kemiskinan. Karena apa? Kalau kita memiliki anak, kan pasti ada biaya-biaya untuk pendidikan, finansial untuk kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain itu akan meningkat.
Waspada Banjir Rob di Pesisir Bali 9–16 Agustus 2025: Efek Bulan Purnama dan Perigee |
![]() |
---|
KASUS Adat Tak Lagi Ditangani Polisi & Kejaksaan, Perda Bale Kertha Juga Berlaku untuk Non Hindu |
![]() |
---|
Polisi dan Kejaksaan Hanya Jadi Penonton, Perda Bale Kertha Juga Diberlakukan Untuk Non Hindu |
![]() |
---|
DPRD Bali Akan Tambah Teba Modern Yang Lebih Luas Untuk Kelola Sampah Organik |
![]() |
---|
CLOSED! DTW Waterblow The Nusa Dua Sementara Dampak Ombak & Gelombang Tinggi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.