Berita Bali
TREND Hamil Dulu Baru Nikah Jadi Sorotan Dewan Muda Asal Gianyar, Ini Kata Gek Diah
Selain ternyata Indonesia masih dihadapkan pada segudang masalah perkawinan usia anak, tak terkecuali di Provinsi Bali.
Jadi, kalau orang tuanya tidak memiliki kesiapan finansial dan mental, pasti ini akan berpengaruh besar,” tegas Gek Diah.
Putri Bupati Gianyar, Mahayastra itu menambahkan fenomena pernikahan dini yang dipicu hamil di luar nikah bisa diatasi dengan sosialisasi masif dalam rangka peningkatan kualitas SDM di kalangan pemuda-pemudi.
Pendidikan kesehatan reproduksi, serta dampak negatif pernikahan usia dini ini harus diprioritaskan kepada para pelajar Indonesia khususnya Bali.
“Isu-isu terkait juga kita harus selalu update, sehingga apa yang menjadi masalah bagi teman-teman muda dan masyarakat bisa dituntaskan,” urai politisi kelahiran 30 Oktober 2002 itu.
“Mereka tidak berani bersuara, mereka tidak tahu bagaimana mempersiapkan sebuah pernikahan. Padahal mulai dari kesehatan (calon pasangan suami istri) harus dijaga. Kita sehat atau tidak? selanjutnya, apakah siap untuk mempunyai anak dan membiayai keluarga?.
Mentalnya juga harus dijaga, karena mental dari si calon ibu sangat penting supaya tidak terjadi baby blues,” tegas Gek Diah yang tercatat pernah meraih medali perunggu dalam Olimpiade Kimia tingkat SMP Se-Bali Tahun 2018.
Adapun baby blues dimaksud, adalah gangguan suasana hati yang dialami ibu setelah melahirkan, yang ditandai dengan perasaan sedih, cemas, mudah marah, dan menangis.
Perkawinan usia anak yang dipicu hamil di luar nikah, tegas Gek Diah, disebabkan karena baik si pria dan si perempuan sama-sama tidak mengetahui dengan mendalam dampak negatif yang menanti mereka.
“Ini perlu tameng atau pembekalan agar fenomena ini tidak terjadi lagi. Sehingga mereka paham dan bertindak lebih berhati-hati sekaligus lebih bertanggung jawab, berpikir dua tiga kali,” ungkap Gek Diah.
Lebih jauh, Gek Diah menyebut sejatinya negara sudah hadir merespon kondisi tidak ideal ini melalui Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-undang ini mengatur beberapa hal, di antaranya bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah berusia 19 tahun.
Selanjutnya, orang tua dari pihak pria dan atau pihak wanita, dapat meminta dispensasi kepada pengadilan jika ada alasan yang mendesak dan disertai bukti-bukti pendukung.
Pengadilan wajib mendengarkan pendapat kedua calon mempelai, sebelum memberikan dispensasi.
Disebutkan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, dan untuk melangsungkan perkawinan, seseorang yang belum berusia 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
“Undang-undang ini dibuat untuk mencegah perkawinan anak yang dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang anak,” tutup Gek Diah. (*)
Waspada Banjir Rob di Pesisir Bali 9–16 Agustus 2025: Efek Bulan Purnama dan Perigee |
![]() |
---|
KASUS Adat Tak Lagi Ditangani Polisi & Kejaksaan, Perda Bale Kertha Juga Berlaku untuk Non Hindu |
![]() |
---|
Polisi dan Kejaksaan Hanya Jadi Penonton, Perda Bale Kertha Juga Diberlakukan Untuk Non Hindu |
![]() |
---|
DPRD Bali Akan Tambah Teba Modern Yang Lebih Luas Untuk Kelola Sampah Organik |
![]() |
---|
CLOSED! DTW Waterblow The Nusa Dua Sementara Dampak Ombak & Gelombang Tinggi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.