Pilkada Bali 2024

5 Catatan Khusus dari Saksi Paslon Mulia-PAS dalam Pleno KPU Bali

Dalam pleno tersebut, saksi paslon nomor urut 01, Made Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS), menyampaikan lima poin catatan khusus.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Putu Supartika
Paslon 01 Mulia-PAS saat tampil di debat Pilgub Bali ketiga - 5 Catatan Khusus dari Saksi Paslon Mulia-PAS dalam Pleno KPU Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali menggelar Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Provinsi dalam Pemilihan Tahun 2024 pada Minggu, 8 Desember 2024, di Jimbaran, Bali.

Pleno ini menjadi bagian penting dari tahapan akhir Pilkada serentak yang berlangsung di Bali.

Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghi
Proses Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Provinsi Bali dalam Pemilihan Tahun 2024 .

Catatan Khusus dari Saksi Paslon Mulia-PAS

Dalam pleno tersebut, saksi pasangan calon (Paslon) nomor urut 01, Made Muliawan Arya-Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS), menyampaikan lima poin catatan khusus terkait pelaksanaan Pilkada Bali 2024.

 

Catatan ini disampaikan secara tertulis oleh saksi Made Mustika Saswara P. dan dibacakan oleh Anggota KPU Bali, I Gede John Darmawan.

1. Angka Golput 30,13 Persen:

Tingginya angka golput menjadi perhatian utama.

Baca juga: Hasil Pleno KPU Pilkada Bali 2024, Koster Giri Menang di 3 Kecamatan Denpasar, Berikut Rinciannya!

Mustika menilai hal ini mencerminkan rendahnya partisipasi pemilih, sekaligus menyoroti keberhasilan sosialisasi pemilu oleh penyelenggara.

"Sekaligus potret gagalnya penyelenggaraan Pemilu dalam sosialisasi dan edukasi pemilih serta legitimasi pimpinan Bali yang dihasilkan perlu dipertanyakan," tulis Mustika.

2. Distribusi Formulir C6:

Distribusi formulir C6 sebagai undangan pemilih dinilai belum maksimal, yang menyebabkan banyak pemilih tidak datang ke TPS.

Selain itu, ada catatan mengenai waktu kedatangan yang tertera di formulir, yang dianggap membatasi fleksibilitas pemilih.

"Disamping itu, ada catatan dalam C6 dilakukan waktu datang ke TPS. Sehingga pemilih tidak bisa datang di waktu yang telah ditentukan oleh petugas KPPS," imbuhnya.

3. Minimnya Solusi Jika Pemilih Tidak Mendapat C6:

Sosialisasi penyelenggara pemilu dianggap kurang memberikan solusi alternatif bagi pemilih yang tidak menerima formulir C6.

4. Intervensi dan Intimidasi:

Adanya indikasi intervensi oleh oknum aparat desa adat dan desa dinas dianggap mencederai demokrasi.

Kejadian ini dinilai tidak ditindaklanjuti secara memadai oleh penyelenggara pemilu.

5. Kendala dalam Formulir Kejadian Khusus:

Proses penulisan formulir keberatan saksi masih menjadi kendala. 

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved