Sponsored Content
Pemkab Jembrana Tangani 56 Orang ODGJ di 2024, Diserahkan ke Dinas Kesehatan Untuk Penanganan
Satpol PP Jembrana sendiri telah menangani sedikitnya 56 orang dengan gangguan jiwa dalam kurun waktu 12 bulan ini.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Petugas Satpol PP Jembrana mengamankan puluhan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) selama tahun 2024 atau periode Januari-Desember ini.
Rata-rata mereka yang ditangani karena dilaporkan mengamuk di suatu tempat dan ditakutkan melakukan hal yang tak diinginkan.
Kendala yang dihadapi petugas selama ini adalah soal komunikasi serta warga yang mengamuk.
Sebab, penanganannya perlu skill khusus yang tak sembarang orang bisa melakukannya.
Baca juga: Dinsos Klungkung "Sibuk" Evakuasi ODGJ Kumat, Ngamuk Diduga karena Minum Obat Tak Teratur
Menurut data yang berhasil diperoleh dari Dinas Kesehatan Jembrana, kasus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Jembrana tercatat 715 orang di tahun 2023.
Mereka yang menderita ODGJ justru pada usia produktif.
Bahkan, beberapa di antaranya adalah anak sekolah.
Sementara, Satpol PP Jembrana sendiri telah menangani sedikitnya 56 orang dengan gangguan jiwa dalam kurun waktu 12 bulan ini.
Rinciannya, 44 orang di antaranya adalah laki-laki dan 12 orang lainnya adalah perempuan.
Sebagian besar, mereka ditemukan di luar wilayah.
Misalnya, penderita ODGJ asal Kecamatan Mendoyo ditemukan di Kecamatan Melaya.
Penderita diduga kabur karena kurangnya pengawasan keluarga.
Bahkan, satu di antaranya adalah warga asal Dalung, Badung, yang sempat ditangani di wilayah Kecamatan Melaya, Jembrana, Bali.
Ia kemudian ditangani dan dikembalikan ke keluarganya.
"Tahun ini dalam periode Januari hingga awal Desember sudah ada 56 orang (ODGJ) yang kita tangani," ungkap Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat serta Perlindungan Masyarakat (Tibumtranmas dan Linmas) Satpol PP Jembrana, Tri Karyna Ambaradadi saat dikonfirmasi.
Dia menjelaskan, selama ini mereka yang ditangani tersebut tak seluruhnya dikembalikan ke rumahnya masing-masing.
Sebab, petugas juga melihat kondisi yang bersangkutan.
Jika semisalnya tingkat kumatnya cukup parah, misalnya sampai mengamuk, petugas akan membawa atau menyerahkan penderita tersebut ke RSU Negara untuk ditangani lebih lanjut.
Namun, rata-rata selama ini sempat mengamuk lalu dilaporkan ke petugas berwenang.
"Jika memang diperlukan, biasanya kita tangani dan bawa ke RSU Negara untuk selanjutnya ditangani oleh dokter kejiwaan di sana. Jika yang hanya masih landai atau aman, kita kembalikan ke rumahnya dengan syarat pengawasan kerabat di rumahnya," jelasnya.
Disinggung mengenai kendala yang dihadapi saat petugas melakukan penanganan selama ini, Ambaradadi menyebutkan ada beberapa hal.
Pertama, soal komunikasi karena penderita ODGJ lebih banyak tidak bisa diajak komunikasi.
Bahkan jika sudah ditemukan jauh dari rumahnya, biasanya sulit untuk berkomunikasi.
Sehingga, pihaknya harus melakukan penelusuran asal, keluarganya siapa dan sebagainya.
Kemudian, kata dia, juga mengalami kesulitan saat penderita tersebut kondisinya tidak baik. Seperti mengamuk dan lainnya.
Hal ini memerlukan teknik khusus agar si penderita tidak sampai melakukan hal yang nekat atau sampai membahayakan orang lain.
"Kemudian yang paling disayangkan adalah terkait keluarganya yang kurang maksimal menjaga si penderita tersebut. Sehingga, terkadang ODGJ itu lambat minum obat sehingga sakitnya kumat dan kerap kabur dari rumahnya. Jadi sebenarnya harus pengawasan ketat dari semua pihak," tegasnya.
Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki keluarga atau kerabat dengan kondisi tersebut (ODGJ) agar melakukan pengawasan semaksimal mungkin.
Dan jika memang menemukan penderita yang tidak berada di rumah atau ditemukan jauh dari rumahnya agar segera melapor.
Tujuannya, agar tidak sampai menimbulkan hal yang tak diinginkan.
"Kami harap segera dilaporkan ke kami agar segera bisa ditangani," imbaunya.
Kumpulan Artikel Jembrana