Berita Bali
Muncul Wacana Penanaman Padi Gogo di Hutan Bali, Apakah Tepat? Ini Kata Ketua Unit Subak LPPM Unud
Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni berencana akan menanam tanaman pangan di lahan hutan seluas 20,6 juta hektar.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Muncul Wacana Penanaman Padi Gogo di Hutan Bali, Apakah Tepat? Ini Kata Ketua Unit Subak LPPM Unud
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni berencana akan menanam tanaman pangan di lahan hutan seluas 20,6 juta hektar.
Rencananya penanaman tanaman pangan di hutan akan dilakukan di seluruh hutan yang ada di Indonesia untuk menekan angka impor beras.
Salah satu tanaman pangan yang akan ditanam di lahan hutan adalah padi gogo.
Baca juga: Kurangi Impor Beras, Menteri Kehutanan Berencana Tanam Padi di Hutan, Raja: 20,6 Juta Hektar
Lantas, apakah hutan di Bali tepat untuk ditanami padi gogo?
Akademisi sekaligus Ketua Unit Subak LPPM Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ir. Ketut Suamba, MP. memberikan penjelasannya mengenai hal tersebut.
Sebelum membahas apakah lahan hutan di Bali sesuai untuk ditanami padi gogo, Prof. Suamba memberikan penjelasan apa itu padi gogo.
Baca juga: Pemerintah Ingatkan Komitmen KTH Lestarikan Hutan: Pengelola Hutan Jangan Sampai Menimbulkan Masalah
Padi gogo merupakan padi yang ditanam pada wilayah kering yang tidak memiliki sumber air.
“Ketika padi gogo ditanam di tegalan atau di lahan kering, airnya hanya bersumber dari tadah hujan. Jadi walaupun sedikit mendapatkan air, padi gogo tetap bisa hidup,” jelasnya pada, Kamis 16 Januari 2025.
Menurutnya alih fungsi lahan hutan untuk ditanami padi gogo atau tanaman pangan lainnya di Bali tidak tepat dilakukan.
Baca juga: PESONA Hutan Bambu di Penglipuran Bangli, Pemecah Over Wisatawan dan Obyek Edukasi
Sebab, lahan hutan di Bali sudah terlalu kecil.
Dalam satu pulau, lahan hutan seharusnya minimal berjumlah 25 sampai 30 persen.
Sementara luasan hutan di Bali sudah cukup proporsional dalam artian tidak mungkin dirombak lagi untuk menjadi tanaman setahun seperti padi gogo.
“Jadi luas hutan di Bali itu sudah relatif ideal, dalam arti tidak bisa ditransformasi atau dialihfungsikan lagi untuk lahan pertanian tanaman pangan. Maka dari itu untuk di Bali tidak memungkinkan hutannya dipakai untuk menanam tanaman pangan,” imbuhnya.
Terlebih alih fungsi lahan sawah produktif di Bali kian masif terjadi.
Menurut data BPS Provinsi Bali pada Tahun 2017 masih terdapat lahan pertanian seluas 76 ribu hektar lebih kemudian di Tahun 2023 turun menjdi 68 ribu hektar.
Artinya hampir 1.000 hektar dalam setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan dari lahan sawah menjadi fasilitas untuk pariwisata, untuk tempat tinggal serta untuk industri pariwisata lainnya.
Prof. Suamba juga menuturkan, jika dipaksakan untuk menanam tanaman pangan di kawasan hutan Bali, maka akan berdampak negatif pada lingkungan.
Sebab selain untuk oksigen, hutan juga berfungsi untuk penyerapan air jadi tidak memungkinkan melakukan transformasi pada hutan dengan jumlah hutan yang sedikit di Bali.
Sebelumnya padi gogo sempat ditanam di daerah Bangli dan Kintamani. Namun sekarang lahan padi gogo oleh masyarakat cenderung dipergunakan untuk menanam jeruk, kopi atau cengkeh.
Karena nilai ekonominya jauh lebih tinggi ketimbang dipergunakan untuk padi gogo.
Jadi sangat jarang dipergunakan untuk menanam tanaman setahun atau padi.
“Sekarang di Bali agak sulit untuk memgembangkan padi gogo. Kalau wilayah irigasi kan memang sudah digunakan padi varietas irigasi yang memang perlu air karena sistem irigasi di Bali kan sudah cukup bagus dengan sistem subak itu sendiri,” sambungnya.
Program penanaman padi gogo ini dinilai lebih tepat dilakukan di luar Bali.
Sebab di luar Pulau Bali masih banyak lahan tegalan yang memang tidak ada sumber airnya juga tidak ada sumber irigasinya yang memang cocok untuk ditanami padi gogo. (*)
Berita lainnya di Padi Gogo
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.