Berita Nasional

Peperangan di Padang Kurusetra dalam Epos Mahabarata dan Relevansi dari Kehidupan Bernegara

Peperangan di Padang Kurusetra dalam Epos Mahabarata dan Relevansi dari Kehidupan Bernegara 

istimewa/dok pribadi
Agus Widjajanto 

Memastikan dan menjunjung keadilan dan melindungi atas sesama yang teraniaya oleh rasa keadilan itu sendiri agar kebaikan selalu bersemayam pada setiap insan dan harus dijaga.

Dalam Bhagavad Gita atau disebut sebagai Weda kelima yang berarti nyanyian suci, merupakan sebuah kitab yang memiliki kedudukan penting dalam tradisi Hindu. Dimana ajaran universal dalam kitab Bhagavad Gita diperuntukan untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Bukan saja pada umat tertentu akan tetapi untuk semua manusia, yang ditulis dalam epos Mahabharata. 

Pelajaran yang kita dapatkan dari ini semua adalah, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana pada jaman Reformasi ini, ketidakadilan, keangkara murkaan, menuhankan agama, menuhankan harta benda, kekayaan dan tahta telah bersifat masif dan terstruktur.

Korupsi merajalela sudah menjadi budaya, penegakan hukum yang rusak dimana hukum dijadikan lahan bisnis oleh para penegak hukum. Kerap terjadi hukum dibelokan, argumen hukum dipelintir. Seolah kejahatan, ketidak benaran di justifikasi menjadi kebenaran dalam hukum, merusak sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Itu sebenarnya pesan dari pada tafsir Bhagavad Gita, dalam peperangan dipadang Kurusetra dalam epos Mahabharata. Peperangan tersebut akan selalu ada, akan selalu terjadi antara keadilan melawan kejahatan, disepanjang jaman dan masa sepanjang manusia masih ada dan hidup di muka bumi.

Hidup dan kehidupan baik secara pribadi maupun dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara, tidak selalu hitam dan putih adakalanya abu - abu, ada biru, ada kuning, ada hijau ada merah itulah realitas. Dalam memaknai pesan Maha Raja Krisna dengan senjata Tjakra Weda-nya, kepada Arjuna di Padang Kurusetra saat perang Maha Bharata, kita harus Merefleksi dalam kehidupan masa kini.

Kita harus berjiwa kesatria seperti halnya Arjuna sebagai salah satu kesatria dari Pandawa Lima

Pandawa Lima harus dimaknai sebagai Pancasila, dengan sila - silanya yang berjumlah lima, sebagai Dasar Negara, Pandangan hidup dan filosofi dalam berbangsa dan bernegara  bagi seluruh masyarakat Indonesia.  

Diri kita harus bisa melawan hawa angkara pada diri kita, bahwa kita harus bisa menghilangkan ego pribadi, untuk kepentingan yang lebih besar yakni masyarakat luas dan bangsa serta negara.

Apabila sudah timbul kesadaran adanya panggilan jiwa sebagai Arjuna, seperti dalam peperangan Maha Bharata dalam eposnya, maka tindakan mau menang sendiri, mengkafirkan saudara sebangsa yang berlainan keyakinan tidak akan ada, demikian juga ketidak adilan tidak akan terhadi dalam penegakan hukum, ketidak adilan dalam ekonomi, karena timbul kesadaran bahwa kita harus berbagi kepada sesame.

Ketidakadilan dalam politik juga tidak akan terjadi karena memahami tujuan politik adalah mencapai  sebuah keadilan dan kesejahteraan dalam negara bukan mencapai kekuasaan dalam arti sempit untuk diri sendiri dan kelompoknya. 

Adanya pemahaman bahwa diri kita sesungguhnya adalah Arjuna - Arjuna yang diutus oleh Yang Maha Kuasa sebagai pemimpin di muka bumi selaku hamba Tuhan, untuk menegakan keadilan memberantas keangkara murkaan, memberikan payung keadilan disaat hujan atau panas terhadap masyarakat  dan menyebarkan cinta kasih terhadap sesame. Semuanya akan bermuara kepada keadilan bagi masyarakat luas, bangsa serta  negara dan hal itu  harus dimulai dari diri kita sendiri  masing - masing. 

Adanya korupsi sebagai budaya yang telah berurat berakar di negeri ini, dikarenakan kurangnya kesadaran dan pemahaman atas tugas kita dimuka bumi sebagai hamba sekaligus sebagai kesatria, pembela keadilan sebagaimana dengan Arjuna dalam epos Maha bharata  dalam perang di Padang Kurusetra. 

Dalam kaitan penegakan hukum yang saat ini dipandang paling buruk dalam sejarah sejak berdirinya negara ini, harus dilakukan terobosan berani untuk memperbaikinya.

Apakah tetap mempertahankan sistem yang ada saat ini atau mengganti sistem baru demi tegaknya keadilan dalam penegakan hukum. Para aparat hukum yang adil dan bersih, bertanggung jawab bukan saja pada atasan pada negara, akan tetapi juga terhadap Tuhan Yang Maha  Esa. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved