LPG 3 Kg di Bali

PRESIDEN Prabowo Perintah Izinkan Lagi Pengecer Jual LPG 3 Kg, Warung Makan Ganti Pakai Kayu Bakar

Dasco menyebut kebijakan menjual LPG 3 kg hanya melalui pangkalan, sebenarnya untuk membenahi harga di pengecer agar tidak mahal.

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
LPG 3 KG - Masyarakat di Kabupaten Jembrana menyambut baik kebijakan terbaru terkait Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg). Kebijakan baru yaitu mengizinkan kembali kepada pengecer untuk menjual LPG 3 kg pada Selasa (4/2). Sebab, jika harus membeli ke pangkalan, warga terpaksa menempuh jarak hingga 6 kilometer (km). 

Untuk menstabilkan situasi, ia memandang perlu diadakan operasi pasar dan intensifikasi sosialisasi terkait lokasi pangkalan dan sub pangkalan. Setiawan juga menyinggung pentingnya pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat, khususnya perangkat desa. Untuk solusi jangka panjang, ia mengusulkan evaluasi dalam pemberian subsidi. “Karena kalau subsidinya berupa barang, dibutuhkan tata kelola yang mantap dari hulu hingga hilir,” pungkasnya. 

Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi VI membidangi energi, IGN Kesuma Kelakan atau yang akrab disapa Alit Kelakan mengatakan telah berkomunikasi dengan pimpinan Pertamina wilayah Jawa Timur, Bali Nusra.

Pembatasan peredaran gas melon ini, karena harga jual jauh di atas HET maka itu lebih merugikan konsumen.
Alit Kelakan meminta untuk memperbanyak pangkalan di Bali. Sebab, saat ini ada sekitar 5 ribu pangkalan di seluruh Bali.

Diperkirakan setiap desa/kelurahan ada  empat pangkalan, dirasa tidak mencukupi. Apalagi wajib menunjukkan KTP dan sebagainya yang memicu antrean panjang. Setiap hari itu pangkalan diberikan jatah 50-100 tabung gas elpiji 3 kg. “Ini saya sedang cari solusi saya sudah bilang Dirut Pertamina agar mempercepat membuat pangkalan-pangkalan,” kata dia. (sar/ali)

Pedagang di Kuta Terpaksa Pakai Kayu untuk Memasak

Pedagang angkringan di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung terpaksa menggunakan kayu bakar untuk memasak. Pedagang yang sehari-hari menjual nasi jingo, aneka gorengan dan kopi sementara memakai kayu bakar untuk menggoreng dan merebus air dan kebutuhan berjualan lainnya. Hal ini akibat kesulitan mendapatkan LPG 3 kilogram (kg).

Ketika ditemui, Romli selaku pedagang angkringan di Jalan Setia Budi, Kuta mengatakan sudah memakai kayu bakar sebagai opsi memasak sejak 3 hari lalu. “Sudah pakai kayu bakar dari Sabtu (sudah 3 harian). Karena kemarin-kemarin saya pakai gas LPG 3 kg gasnya kosong. Saya cari tidak ketemu makanya pakai kayu bakar,” jelas Romli pada Senin (3/2). 

Memasak menggunakan kayu bakar ini diakuinya memerlukan waktu yang cukup lama dibandingkan menggunakan kompor gas. Ia pun mencari kayu bakar ini di seputaran Pantai Kelan, Kecamatan Kuta. 
“Kadang ditegur juga cari kayu di pantai jadi sembunyi-sembunyi. Saya cari gas (LPG 3 kg) sampai di Kepaon (Denpasar), Tuban tiap hari muter alasan pangkalan gas dari pusat memang tidak ada,” imbuhnya. 

Jika menggunakan kompor gas ia bisa memproduksi nasi jinggo hingga 80 porsi per hari. Namun saat menggunakan kayu bakar pria yang berasal dari Alor Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut hanya mampu membuat nasi 12 porsi saja. 

“Kalau pakai kayu bakar produksinya kurang merata karena nyala api tidak merata. Kalau pakai gas kita bisa buat 70-80 porsi, tetapi kalau pakai kayu bakar 12 porsi saja ini sangat merugikan. Harapan saya solusinya seperti apa, apalagi saya cari kayu juga susah,” ujarnya. (sar)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved