Berita Bali

Ketua MTI Bali Komentari Wacana Wajibkan KTP Bali untuk Sopir Kendaraan Online, Ini Solusinya

Ia menekankan, bahwa Indonesia tidak memiliki aturan yang membatasi akses transportasi berdasarkan wilayah administrasi kependudukan.

Pixabay
ILUSTRASI - Rai Ridharta juga menyoroti permasalahan utama, bukan terletak pada asal KTP pengemudi, melainkan pada kepatuhan terhadap persyaratan operasional. 

TRIBUN-BALI.COM – Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Bali, I Made Rai Ridharta, menyatakan bahwa wacana mewajibkan pengemudi taksi online untuk memiliki KTP Bali tidak dapat diterapkan.

Menurutnya rencana kebijakan tersebut, tidak memiliki dasar hukum karena KTP berlaku secara nasional. “Mengharuskan pengemudi taksi online berKTP Bali, apa dasar hukumnya? KTP kan berlaku nasional,” ujar Rai Ridharta.

Ia menekankan, bahwa Indonesia tidak memiliki aturan yang membatasi akses transportasi berdasarkan wilayah administrasi kependudukan.

Pemerintah menjamin seluruh masyarakat, berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam aktivitas sosial dan ekonomi.

Baca juga: TUNTUT Pembatasan Kuota Taksi Online, Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali Demo DPRD Bali 

Baca juga: DRIVER Pariwisata Bali Minta Pembatasan Kuota Mobil Taksi Online, Kemelut Kendaraan Non DK 

Rai Ridharta juga menyoroti permasalahan utama, bukan terletak pada asal KTP pengemudi, melainkan pada kepatuhan terhadap persyaratan operasional.

Misalnya, kendaraan yang beroperasi harus memiliki pelat nomor daerah setempat dan pengemudi yang tinggal sementara di Bali sebaiknya memiliki surat keterangan domisili.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek, serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 40 Tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi.

Seperti dilaporkan sebelumnya, pada awal bulan Januari 2025, para sopir pariwisata Bali mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, untuk mewajibkan sopir pariwisata dan transportasi online, termasuk taksi online dan ojek online (ojol) memiliki KTP Bali. Sontak desakan tersebut mendapatkan beragam reaksi.

Selain itu, Rai Ridharta juga menegaskan bahwa kemacetan lalu lintas di Bali disebabkan oleh berbagai faktor, seperti banyaknya kendaraan di jalan, pelanggaran lalu lintas, dan parkir sembarangan.

“Jika kendaraan online tidak berhenti atau parkir sembarangan, maka sebetulnya bukan penyebab kemacetan,” jelasnya.

Oleh karena itu, penegakan disiplin berlalu lintas menjadi kunci dalam mengatasi kemacetan, bukan dengan membatasi pengemudi berdasarkan asal KTP.

Sebagai rekomendasi, pemerintah daerah disarankan untuk melakukan survei guna mengetahui jumlah taksi online legal dan ilegal, serta kebutuhan transportasi masyarakat. Dengan data yang akurat, kebijakan yang diambil akan lebih tepat sasaran dan tidak diskriminatif. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved