Sampah di Bali
Fraksi Gerindra DPRD Bali Kritik Larangan Produksi Air Kemasan Kurang 1 Liter, Beratkan Upacara Adat
Kebijakan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Fraksi Gerindra DPRD Bali Kritik Larangan Produksi Air Kemasan Kurang 1 Liter, Beratkan Upacara Adat
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kebijakan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari 1 liter tuai komentar dari berbagai pihak.
Salah satunya diungkapkan oleh Gede Harja Astawa selaku Ketua Fraksi DPRD Bali.
Gede Harja mengkritisi kebijakan tersebut sebab menurutnya dianggap memberatkan saat pelaksanaan upacara adat.
Baca juga: Kebijakan Larangan Jual Air Kemasan Di Bawah 1 Liter, Gubernur Bali Tanggapi Keberatan Pengusaha
"Sisi lain itu berdampak adalah ada beban baru dari masyarakat adat ketika melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan warga banjar."
"Baik dari kegiatan di pura, pitra yadnya, atau manusia yadnya semua membutuhkan banyak orang bagaimana solusinya ketika kemarin sangat simple disuguhi air dikemas plastik itu kalau itu dilarang solusinya apa."
Baca juga: Polemik Kebijakan Koster Soal Larangan Air Kemasan Dibawah 1 Liter, Berikan Waktu Habiskan Stock
"Apakah yang punya gawe harus menyiapkan gelas itu membebani biaya tinggi tak efisien," ungkapnya pada, Minggu 13 April 2025.
Menurutnya, sebaiknya solusi ditujukan pada pihak yang menghasilkan sampah melalui mekanisme tanggung jawab bersama dan disertai sanksi tegas, agar kebijakan perlindungan lingkungan tetap berjalan tanpa mengorbankan kebudayaan masyarakat adat.
Gede Harja menegaskan perlunya keterlibatan stakeholder dalam menyusun ketentuan agar tidak kembali ke masa lalu.
Baca juga: Pedagang di Bali Diberi Waktu Habiskan Stok Dagangan Air Kemasan Plastik Dibawah 1 Liter
"Misalkan kembali masa lalu tidak ada plastik kok bisa? Apakah kita mau ke zaman primitif, kita tidak boleh anti teknologi tetapi bagaimana yang bertanggung jawab itu bisa mempertanggungjawabkan sampah-sampah plastik dari kegiatan," imbuhnya.
"Maka oleh karena itu kalau saya dalam menegakkan itu lebih baik membuat ketentuan stakeholder bagaimana tanggung jawab yang punya gawe terhadap sisa-sisa sampah itu."
"Bila perlu penegak itu harus dengan sanksi. Niat Pak Gubernur Koster meminimkan sampah plastik bisa berjalan. Kepentingan masyarakat adat punya gawe melibatkan banyak orang tidak jadi beban," tegasnya.
Ia juga mengajak agar tanggung jawab pengolahan sampah tidak hanya difokuskan pada larangan air kemasan, melainkan penyelesaian pengelolaan sampah secara menyeluruh.
"Itu harus diatur dengan sanksi tegas termasuk melibatkan stakeholder itu solusinya sampah plastik tidak dari air mineral semata ada yang lain," tutupnya. (*)
Berita lainnya di Sampah di Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.