Seputar Bali
182 Siswa di Buleleng Berpotensi Putus Sekolah, Diskikpora: Menikah Muda, Hingga Karena Brokenhome
Kasus putus sekolah di wilayah Buleleng, Bali tercatat masih tingi bahkan terbaru, sebanyak 182 orang siswa terancam putus sekolah alias dropout.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Ngurah Adi Kusuma
TRIBUN-BALI.COM, DENAPSAR – Kasus putus sekolah di wilayah Buleleng, Bali tercatat masih tingi bahkan terbaru, sebanyak 182 orang siswa terancam putus sekolah alias dropout.
Pada tahun 2025, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan data siswa yang berpotensi DO ini muncul bukan hanya karena masalah ekonomi.
Di sisi lain, Putu Ariadi Pribadi juga mengatakan, para siswa tersebut sejatinya masih tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Hanya saja siswa sudah tidak aktif sekolah sehingga perlu penanganan khusus dan pendataan ulang.
Baca juga: PREDIKSI Jumlah Sampah di Bali Usai Galungan dan Kuningan Meningkat 30 Persen
"Mereka sudah tidak mengikuti proses belajar mengajar. Ada yang hitungan hari, adapula yang sudah hitungan pekan," ujarnya, Rabu (23/4/2025).
Menyikapi hal ini, Ariadi mengaku pihaknya sudah berupaya melakukan penjajakan pada para siswa, agar mereka mau kembali belajar.
Hasilnya, 50 persen siswa diakui mau menuruti saran pihak dinas.
"Setidaknya ada 92 siswa yang mau kembali belajar, meskipun ke sekolah non formal,”
“Seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) maupun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)," jelasnya.
Alasan para siswa diarahkan ke sekolah non formal agar kegiatan belajar bisa dilakukan lebih fleksibel.
Sebab, kata Ariadi, salah faktor yang menyebabkan siswa dropout adalah mengikuti orang tua bekerja.
Baca juga: VIDEO Komplotan Wanita Spesialis Pencurian Toko di Bali, Sudah Beraksi di 5 TKP, 1 Masih Buron

Baca juga: Puluhan Anggota Polres Karangasem Turun ke Lapangan Amankan Perayaan Galungan
"Sebenarnya banyak faktor yang menjadi penyebab siswa ini DO,”
“Misalnya ikut orang tua bekerja, menikah, hingga karena brokenhome,”
“Karenanya kami sarankan mereka untuk mengikuti sekolah non formal,”
“Kalau di sekolah formal kan lebih normatif karena ada jam sekolah yang diatur,”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.