Berita Bali
Refleksi 50 Tahun Perjalanan Apel Hendrawan, Dari Kelam Hingga Pembebasan Lewat Seni Di Bali
Buku ini merupakan dokumentasi visual dan naratif tentang perjalanan hidup dan kreatif sang seniman.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Sementara itu, Arif Bagus Prasetyo mendekati cerita Apel Hendrawan dari akar historis dan sosiokulturalnya.
Bagi Arif, kisah Apel tak bisa dipisahkan dari tanah kelahirannya yakni Sanur.
Ia melihat Sanur bukan hanya sebagai lokasi geografis, tapi sebagai entitas spiritual dan kultural yang membentuk kepribadian dan karya Apel.
Dalam konteks ini, Apel merupakan bagian dari mata rantai panjang tersebut, seniman yang merangkap sebagai pemangku dan pariwisata lewat studio.
“Saya memulai narasi dari kacamata Sanur. DNA Sanur itu spiritual, artistik, dan pariwisata," paparnya.
Dalam analisisnya terhadap karya-karya Apel, Arif memetakan tiga tema besar yang konsisten muncul dari awal hingga 2024 yakni alam, manusia, dan spiritualitas.
Ketiganya kerap disampaikan melalui bentuk visual dewa-dewi, rerajahan, hingga pengaruh kuat dari dunia tato sebuah praktik yang juga menjadi bagian dari ekspresi spiritual dan tubuh Apel sendiri.
Ia juga menyoroti bagaimana Apel menggunakan abu Gunung Semeru dalam beberapa karyanya, sebagai bentuk pernyataan ekologi dan spiritual yang kuat.
Arif juga mencermati peran Apel sebagai aktivis yang tidak ragu turun ke jalan untuk menyuarakan kepentingan lingkungan dan budaya Bali.
Sementara Apel Hendrawan mengatakan, pernah menjadi pengedar hingga masuk RSJ Bangli.
Di RSJ ia dihantui bisikan, dan ia percaya pada dirinya sendiri dan meminta satu kamar khusus.
"Di sana saya melawan situasi dengan kekaryaan atau lukisan. Saya gambar figur untuk melawan bisikan-bisikan itu," paparnya.
Sebagai seniman multidisiplin, pelukis, seniman tato, aktivis lingkungan, dan pemangku Hindu Bali, kisah hidup Apel Hendrawan melampaui permukaan seni yang ditentukan oleh tren sesaat.
Lahir di tengah budaya yang kini tertekan oleh pariwisata dan fusi global, karya Apel membawa kita kembali pada sesuatu yang abadi dan relevan, seni yang lahir dari proses, penderitaan, dan perjalanan spiritual. (*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.