bisnis

Realisasi SBN Tembus Rp 413,97 Triliun, Surat Berharga Negara Capai 64,43 Persen di Kuartal II 

Jumlah ini setara 64,43?ri target pembiayaan melalui SBN dalam APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 642,5 triliun.

Freepik
ILUSTRASI - Strategi agresif ini tercermin dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) telah mencapai Rp 413,97 triliun hingga 17 April 2025. 

Riefky menyebutkan risiko geopolitik dan eskalasi perang dagang sebagai dua faktor yang dapat mendorong kenaikan imbal hasil (yield) di masa mendatang. Oleh karena itu, penerbitan SBN lebih awal atau front loading dinilai sebagai langkah strategis.

“Bagaimana untuk meminimalisir risikonya? Tentu dengan mengejut penerimaan agar lebih cepat dan lebih tinggi ya,” kata Riefky. (kontan)

Strategi Pembiayaan Antisipatif

Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menjelaskan, penerbitan SBN yang mencapai 64,43?ri target tahunan hanya dalam waktu kurang dari empat bulan menandakan bahwa pemerintah sedang menjalankan strategi pembiayaan yang sangat antisipatif. 

“Saya memandang langkah ini sebagai bentuk manajemen risiko fiskal yang aktif, terutama untuk merespons dinamika pasar keuangan global yang masih bergejolak, termasuk ketidakpastian arah suku bunga The Fed, geopolitik, dan tekanan likuiditas global,” katanya.

Menurutnya, strategi prefunding yang dilakukan sejak akhir 2024 sebenarnya memberikan ruang aman di awal tahun anggaran. Pemerintah ingin memastikan bahwa kebutuhan belanja tidak terganggu oleh fluktuasi pasar atau gejolak eksternal. 

Akan tetapi, kata Syafruddin, percepatan ini juga perlu dibaca dengan kritis. Bila kebutuhan belanja pemerintah jauh melampaui proyeksi, atau bila penerimaan negara lebih lambat dari asumsi, maka kecepatan penerbitan ini bisa menjadi refleksi tekanan fiskal struktural, bukan sekadar strategi likuiditas.

“Ke depan, saya kira penting bagi pemerintah untuk menjaga transparansi atas arah belanja dan realisasi penerimaan,” tegas Syafruddin.

Sementara itu, ia juga menekankan bahwa pengelolaan utang tetap harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menciptakan tekanan bunga utang dan risiko refinancing yang tinggi. “Strategi ngebut itu baik, asal tetap dalam kerangka disiplin fiskal yang kredibel dan terukur,” pungkasnya. (kontan)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved