Seni Budaya
PAJANG Lukisan Tema Karma & Reinkarnasi Hingga Kritisi Sampah, Roots 100 Tahun Walter Spies di Bali
Ada pula instalasi tengkorak di atas tanah, yang melambangkan bagaimana tragedi 1965 begitu memilukan di Bali.
TRIBUN-BALI.COM - 100 tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, datang ke Bali untuk pertama kalinya. Lalu Pulau Dewata pun menjadi rumah barunya.
Hingga ia berpulang pada tahun 1942, saat usianya menginjak 42 tahun. Namanya tersohor di belahan dunia, sebagai seniman lukisan. Para seniman di Bali khususnya, menjadikan gaya realisme magisnya sebagai model.
Tak hanya melukis, sebagai Walter Spies, juga seorang penari dan koreografer. Bahkan ia terlibat dalam pengembangan tari lokal seperti kecak, yang kini populer dan menjadi ciri khas Bali.
Baca juga: Pagelaran Seni Budaya Hingga Penampilan Apik Joni Agung di Arma Fest 2024
Baca juga: Pameran Lukisan Sri Chinmoy di Museum Seni Agung Rai Ubud Bali: Kedamaian dan Keharmonisan Dunia

Bahkan Walter Spies juga terlibat dalam proyek pariwisata di Bali, pada tahun 1920an dan 1930an. Di mana pariwisata menjadi sumber pendapatan baru, tatkala koloni Hindia Belanda mengalami krisis global. Pariwisata menjadi sumber pendapatan baru.
"Ketika Walter Spies datang ke Bali, kehidupan sosial penduduk setempat sepenuhnya merupakan produk budaya mereka," jelas Michael Schindhelm, seorang pembuat film, penulis, dan kurator keturunan Swiss Jerman di Arma Museum, Ubud, Bali, 23 Mei 2025.
Tatkala Michael meneliti Walter Spies tentang Bali 6 tahun lalu, ia menyadari ia membutuhkan bantuan seniman Bali untuk memahami dan menceritakan kisah tersebut.
"Berkat saran dan dukungan Horst Jordt di Jerman, saya pertama kali bertemu dengan Agung Rai (pendiri Arma Museum)," jelasnya. Agung Rai, kata dia, tahu akan Walter Spies Society di Bali.
Agung Rai, kemudian memperkenalkan dan memfasilitasi dengan jaringan orang-orang yang berkecimpung di sektor budaya di Ubud dan tempat lain di Bali.
Kolaborasi ini telah menghasilkan pameran dan dokumenter fiksi, dengan nama yang sama. Karya seni yang dihadirkan Made Bayak dan Gus Dark dalam pameran mengangkat tema utama, ihwal masyarakat Bali saat ini.

Begitu memasuki Museum Arma, mata akan dimanjakan dengan perpaduan lukisan dari Made Bayak dan karikatur karya Gus Dark.
Kemudian ada ruangan khusus, yang menampilkan film pendek karya Michael Schindhelm dengan menggandeng ratusan seniman dan penari di Bali.
Pameran gratis ini, menghadirkan berbagai seni lukisan dengan tema mendalam tentang Bali. Bagaimana budaya dan kepercayaan dan agama, dituangkan ke dalam lukisan.
Kemudian kritik sosial juga terlihat dalam bentuk karya instalasi. Seperti adanya naga dengan bahan baku sampah di atas dinding. Made Bayak menjelaskan, ini melambangkan bagaimana kini sumber air di Bali sudah tercemar dengan sampah.
"Saya dari kecil main di sungai, mandi dan bahkan minum air. Tetapi sekarang sedih melihat sudah tercemar sedemikian rupa. Naga ini melambangkan air, karena di Bali di setiap sumber mata air pasti dihulunya adalah patung naga," sebutnya.
Karya Mamungkah Ngenteg Linggih Lan Mapadudusan Agung Merajan Tengah Griya Cucukan Klungkung Bali |
![]() |
---|
SLF 2025 Kembali Hadir, Angkat ‘Buda Kecapi’ sebagai Napas Sastra Kontemporer |
![]() |
---|
JEJAK Sang Maestro Legong & Kebyar Peliatan, Anak Agung Oka Dalem Kisahkan Perjuangan Sang Ayahanda |
![]() |
---|
Refleksi 50 Tahun Perjalanan Apel Hendrawan, Perjalanan Kelam hingga Pembebasan Lewat Seni |
![]() |
---|
Disparbud Jembrana Rancang 3 Event Makepung, Bagian Kebudayan Khas Jembrana |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.