Seni Budaya
JEJAK Sang Maestro Legong & Kebyar Peliatan, Anak Agung Oka Dalem Kisahkan Perjuangan Sang Ayahanda
Sosok panutan itu, adalah mendiang Anak Agung Gde Ngurah Mandera, yang telah berpulang pada usia 85 tahun (1905-1986).
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Anak Agung Oka Dalem mengingat-ingat bagaimana ayahandanya, semasa hidup menjadi pelatih tari dan gamelan di Peliatan Ubud.
Sosok panutan itu, adalah mendiang Anak Agung Gde Ngurah Mandera, yang telah berpulang pada usia 85 tahun (1905-1986).
Dikenal dengan sapaan akrab Agung Mandera, sosoknya bukan orang asing di Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali. Beliau adalah maestro ternama di bidang seni, tidak hanya di Bali namun juga mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Baca juga: SAKRAL Tarian Tabuh Geni, Digelar Krama Adat Calo, Injak & Tendang Api Tanpa Alas Kaki, Ini Maknanya
Baca juga: MAESTRO Guru Besar Dibia, Gembleng Guru Seni Dalami Tari Legong dan Joged

Semua itu berawal dari tahun 1931, tatkala Pemerintah Hindia Belanda mengirimkan Agung Mandera ke Paris, Perancis dalam misi memperkenalkan seni budaya tari dan gamelan.
"Ternyata kala itu sukses besar," jelas Agung Oka Dalem di Balerung Stage, Peliatan, Ubud, Bali, 2 Juni 2025. Kesuksesan besar di Paris itu, kemudian melambungkan nama Agung Mandera.
Agung Oka Dalem melanjutkan kisah ayahandanya. "Setelah keberhasilan tahun 1931 itu, ayah saya (Agung Mandera) kembali mewakili berangkat ke luar negeri. Sekitar tahun 1952, atas perintah Presiden Bung Karno, keliling Eropa dan Amerika," sebutnya.
Tak puas sampai di sana, kini target pengenalan seni budaya tari dan gamelan Bali juga akan dilakukan ke Jepang. Bahkan di usia senjanya, Agung Mandera masih berangkat ke Jepang. "Tur ke Jepang dengan kursi roda, saya yang mendorong kursinya. Motivasi tinggi beliau dan akhirnya sukses," sebutnya.
Sayangnya pada 1986, Agung Mandera berpulang, namun jiwa dan spirit seninya tetap menyala khususnya di sang putera, Agung Oka Dalem. Bahkan setelah itu, Agung Oka Dalem sampai 7 kali berangkat tur ke Jepang. Hingga kini, ia pun juga menjadi pelatih tari dan gamelan bagi murid asing termasuk asal Jepang.

Sematan gelar maestro pada mendiang Agung Mandera, bukan tanpa alasan dan gaya-gayaan semata. Mendiang menjadi maestro Legong dan Kebyar tak hanya di Peliatan, namun juga di Bali dan hingga dunia internasional.
Di mata masyarakat, Agung Mandera adalah ikon besar tari Legong dan Kebyar khususnya gaya Peliatan. "Maksud gaya Peliatan itu, karena ada beberapa pakem yang khusus hanya ada di Peliatan. Jadi di wilayah lain juga ada pakemnya tersendiri," sebut pria yang berusia 72 tahun namun masih sangat enerjik ini.
Legong gaya Peliatan, kata dia, memiliki gaya khas tersendiri walaupun zaman berkembang dari tahun 50an hingga kini modern. "Perubahan pasti ada, tapi pakem-pakem tetap menjadi ciri khas Peliatan," sebutnya. Semisal seperti agem dan cengked yang lebih dari yang lain.
Lalu dagu diangkat sedikit, dengan ukuran empat jari dan ada olah tubuh yang mengilustrasikan angka 8, termasuk di badan dan menjadi satu kesatuan dalam sebuah gerakan. "Ada juga gerakan-gerakan mata yang berbeda," jelasnya. Hal ini yang menjadi ciri khas dan terus dikembangkan di Peliatan.
Tentu saja, itu berkat kegigihan Agung Mandera dan keuletannya dalam mempertahankan seni budaya tari di Peliatan, Ubud. Menjadi gaya tersendiri, namun tidak saklek dan sangat terbuka dengan pandangan dari berbagai seniman di Bali.
Ini kemudian yang diwariskan ke Agung Oka Dalem dan saudari serta koleganya, dalam mempertahankan apa yang mendiang Agung Mandera perjuangkan dan ciptakan sebelumnya. Sehingga harapannya tidak putus dari generasi ke generasi, sebab seni dan budaya adalah ruh dari keunikan Pulau Dewata di mata dunia.
"Seperti bapak saya yang memperkenalkan tari Legong pertama kali ke dunia di Paris waktu itu, padahal sebelumnya hanya membuat koreo untuk di pementasan pura saja dengan Pak Lotring dan Gusti Biang Sogog," sebutnya.
SLF 2025 Kembali Hadir, Angkat ‘Buda Kecapi’ sebagai Napas Sastra Kontemporer |
![]() |
---|
PAJANG Lukisan Tema Karma & Reinkarnasi Hingga Kritisi Sampah, Roots 100 Tahun Walter Spies di Bali |
![]() |
---|
Refleksi 50 Tahun Perjalanan Apel Hendrawan, Perjalanan Kelam hingga Pembebasan Lewat Seni |
![]() |
---|
Disparbud Jembrana Rancang 3 Event Makepung, Bagian Kebudayan Khas Jembrana |
![]() |
---|
Dwipa Ceritakan Keresahan Tergerusnya Budaya Bali Melalui Karya 'Hanuman Last Dance' |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.