bisnis

Rupiah Konsisten Menguat! JISDOR Ditutup di Level Rp 16.289, Terdorong Sentimen Global dan Domestik

Rupiah unjuk gigi dengan penguatan konsisten selama lima hari perdagangan berturut-turut dalam sepekan.

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ILUSTRASI - Rupiah unjuk gigi dengan penguatan konsisten selama lima hari perdagangan berturut-turut dalam sepekan. Capaian positif rupiah ini didorong oleh sentimen positif dari internal dan eksternal negara.  Menurut data Bloomberg, rupiah pada akhir perdagangan Jumat (23/5) ditutup menguat 0,67?ri perdagangan sebelumnya ke level Rp 16.217 per dolar Amerika Serikat (AS). 

TRIBUN-BALI.COM  - Rupiah unjuk gigi dengan penguatan konsisten selama lima hari perdagangan berturut-turut dalam sepekan.

Capaian positif rupiah ini didorong oleh sentimen positif dari internal dan eksternal negara.  Menurut data Bloomberg, rupiah pada akhir perdagangan Jumat (23/5) ditutup menguat 0,67 persen dari perdagangan sebelumnya ke level Rp 16.217 per dolar Amerika Serikat (AS).

Sejalan, pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia (JISDOR BI), rupiah juga tercatat menguat 0,15% secara harian ke level Rp 16.289, melanjut penguatannya sejak awal perdagangan pekan ini. 

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menyebut, penguatan rupiah pekan ini utamanya didorong pelemahan dolar AS.

Nah, dolar AS sendiri melemah akibat kekhawatiran investor soal RUU pajak Presiden AS Donald Trump. “Pasar khawatir kebijakan itu dapat membawa defisit sekitar US$ 4 triliun yang akan semakin membebani utang pemerintah AS,” sebut Lukman, Jumat (23/5). 

Baca juga: DORONG Penyelesaian Perda Tata Kelola Transportasi, FPDPB Soroti Banyaknya Kendaran Plat Luar Daerah

Baca juga: Sarat Nilai Edukatif dan Kebangsaan, Saka Bahari Binaan Lanal Denpasar Cocok Bina Pelajar Bermasalah

Dus dari sisi domestik, Lukman menilai investor juga menyambut baik keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga. Apalagi, momentum tersebut bertepatan dengan rilis data defisit neraca transaksi berjalan yang menyusut. 

Dolar AS anjlok secara keseluruhan pada hari Jumat (23/5), setelah Presiden AS Donald Trump meningkatkan perang dagangnya, merekomendasikan agar Uni Eropa dikenakan tarif 50% mulai 1 Juni 2025.

Hal itu kembali memicu kekhawatiran tentang dampak bea masuk terhadap ekonomi dunia dan perdagangan global. Melansir dari Reuters, Trump mengatakan dalam komentar di media sosial bahwa UE “sangat sulit diajak berurusan” dan “diskusi kami dengan mereka tidak menghasilkan apa-apa.” 

Ia mengancam dalam posting terpisah akan mengenakan tarif 25% pada iPhone Apple yang tidak dibuat di Amerika Serikat, serta Samsung dan produsen telepon pintar lainnya. “Tema utama yang membebani dolar saat ini adalah hilangnya kepercayaan pada kebijakan AS,” kata Elias Haddad, ahli strategi pasar senior di Brown Brothers Harriman di London. 

“Ada perang dagang yang sedang berlangsung dan itu menyebabkan negara-negara menilai kembali ketergantungan mereka pada AS,” tambahnya. 

Dalam perdagangan, dolar merosot 1% terhadap yen Jepang yang merupakan aset safe haven menjadi 142,48 yen setelah sebelumnya jatuh ke level terendah dalam dua minggu. Selama seminggu, dolar AS turun 2,2% terhadap mata uang Jepang, yang berada di jalur penurunan mingguan terbesar sejak 7 April.

Euro naik 0,8% terhadap dolar AS menjadi $1,1363. Sebelumnya dalam sesi tersebut, euro menyentuh level tertinggi dalam dua minggu, dan berada di jalur kenaikan mingguan terbesar dalam enam minggu. Indeks dolar, yang mengukur dolar AS terhadap sekeranjang mata uang, turun 0,8% menjadi 99,09, mencapai level terendah dalam tiga minggu.

Selama seminggu, dolar AS turun 1,9%, yang berada di jalur penurunan persentase mingguan terbesar sejak awal April. Menteri Keuangan Scott Bessent mencatat bahwa komentar tarif Trump merupakan respons terhadap kecepatan pembicaraan tarif Uni Eropa, dengan mencatat bahwa presiden AS tidak yakin tawaran perdagangan Uni Eropa kepada Amerika Serikat memiliki kualitas yang memadai.

Ahli Strategi Valuta Asing Global di TD Securities, Jayati Bharadwaj mengatakan bahwa penjualan dolar dan saham secara bersamaan menyoroti kegagalan mata uang AS tahun ini untuk bertindak sebagai mata uang yang aman. 

“Korelasi dolar dengan ekuitas juga rusak telah berubah total dalam beberapa minggu terakhir dan kami memperkirakan akan tetap seperti itu. Itu karena risiko yang telah kita hadapi sejak awal tahun berpusat pada AS,” tambahnya.

Sementara itu, mata uang Jepang mendapat dorongan sebelumnya dari data yang menunjukkan inflasi inti Jepang meningkat pada laju tahunan tercepatnya dalam lebih dari dua tahun pada bulan April, meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga lagi pada akhir tahun dari Bank Jepang. 

Data tersebut menggarisbawahi dilema yang dihadapi Bank Jepang, yang harus bergulat dengan tekanan harga dari inflasi pangan yang terus-menerus serta hambatan ekonomi dari tarif Trump.

Obligasi pemerintah Jepang superpanjang juga telah mencapai rekor tertinggi minggu ini, meskipun imbal hasilnya turun pada hari Jumat.

Setelah Moody's minggu lalu menurunkan peringkat utang AS, perhatian investor telah terfokus pada tumpukan utang negara sebesar US$36 triliun dan tagihan pajak Trump, yang dapat menambah triliunan dolar lagi. 

RUU terkait pajak baru saja lolos tipis di DPR AS yang dikuasai oleh Partai Republik dan sekarang menuju Senat untuk dibahas lebih lanjut.  Pembahasan ini mungkin akan menjadi perdebatan selama berminggu-minggu dan memberikan sentimen negatif bagi investor dalam jangka pendek. 

Sterling menguat 0,9% terhadap dolar menjadi $1,3533 setelah sebelumnya naik ke level tertinggi lebih dari tiga tahun. Untuk minggu ini, pound naik 1%, membukukan kenaikan mingguan terbesarnya dalam lima minggu.

Mata uang euro naik 0,5% ke level US$ 1,1338 pada Jumat (23/5) dan diperkirakan menguat 1% secara mingguan setelah empat pekan berturut-turut melemah. Euro mencatat penguatan 9% sepanjang 2025, menjadi salah satu mata uang yang diuntungkan dari gejolak tarif dagang serta aksi jual dolar oleh investor yang mencari instrumen lebih aman. (kontan)

Ekonomi Domestik Cenderung Positif

Untuk perdagangan pekan ini, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan sentimen utama yang perlu diperhatikan untuk memantau pergerakan rupiah utamanya masih dari situasi global, soal tekanan kekhawatiran investor terhadap ekonomi fiskal AS.

Katanya, investor masih menanti data penting pengeluaran konsumen (PCE) untuk mengukur inflasi AS.  Sementara dari sisi domestik, Lukman mengatakan tak ada data penting yang perlu dicermati. 

Sejalan, pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi juga menilai kondisi ekonomi domestik masih cenderung positif. Catatan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada bulan Apri masih tumbuh 5,2% secara tahunan, meski pertumbuhannya lebih kecil dari bulan Maret lalu di level 6,1%. 

Kemudian, lanjut Ibrahim, penyaluran kredit pada April 2025 juga tumbuh 8,5% secara tahunan, melanjuti pertumbuhan 8,7% secara tahunan pada bulan sebelumnya.  

Dengan itu, Ibrahim yakin rupiah akan cenderung menguat, meski pergerakannya selama perdagangan pekan depan masih akan fluktuatif di rentang Rp 16.140 – Rp 16.220 per saham. Sejalan, Lukman juga bilang dolar AS masih berpotensi melemah dan membuka ruang penguatan rupiah dalam rentang Rp 16.150 – Rp 16.250 per saham. (kontan)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved