Seputar Bali
Kenapa Autopsi Jenazah Pendaki yang Jatuh di Rinjani harus ke Bali? Otopsi Ungkap Penyebab K3m4tian
Kasus jatuhnya seorang pendaki di Gunung Rinjani menjadi perhatian publik usai jenazah korban lebih pilih di Autopsi di bali dibandingkan di Mataram.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kasus jatuhnya seorang pendaki di Gunung Rinjani menjadi perhatian publik usai jenazah korban lebih pilih di autopsi di Bali dibandingkan dengan di Mataram.
Jika dilihat, jika dibawa ke Rumah Sakit di Mataram, seharusnya proses Autopsi bisa dilakukan lebih cepat namun pada akhirnya jenazah korban di otopsi di Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, Bali.
Plt Kepala RS Bhayangkara Mataram, dr Mike Wijayanti Djohar, menjelaskan bahwa pemindahan dilakukan karena tidak tersedianya dokter forensik di Mataram pada waktu itu.
Tim medis RS Bhayangkara harus segera mencari alternatif demi kelancaran proses hukum dan menghormati permintaan keluarga korban.
Baca juga: Berhadiahkan Utama ‘Godel’, Desa Adat Kalibalang Tabanan Gelar Lomba Mancing Untuk Penggalian Dana
"Setelah mempertimbangkan berbagai opsi, kami memilih RSUD Bali Mandara karena bisa melayani paling cepat. Ini sudah kami koordinasikan dengan Polda Bali," jelas dr Mike, Kamis 26 Juni 2025.
Menurutnya, keluarga Juliana ingin proses autopsi segera dilakukan agar jenazah dapat segera dipulangkan ke Brasil untuk dimakamkan.
Waktu menjadi faktor krusial, dan tidak memungkinkan untuk menunggu ketersediaan dokter forensik di NTB.
“Proses ini sudah sangat berat bagi keluarga. Mereka ingin semuanya segera selesai,” tambah Mike.

Baca juga: Cuaca Buruk, Dua Dapur Warga Jembrana Bali Tergerus Longsor, Ambles Saat Hujan Deras
Hasil Autopsi dari Forensik RSUD Bali Mandara
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bali Mandara beberkan hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil berusia 27 tahun yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani, Jumat 27 Juni 2025.
dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F selaku dokter forensik RSUD Bali Mandara yang menangani jenazah korban mengatakan, usai jenazah tiba, langsung dilakukan pemeriksaan luar dan autopsi pada Kamis 26 Juni 2025, pada pukul 22.00 Wita.
Hasilnya memang ditemukan luka-luka pada seluruh tubuh korban, terutama adalah luka lecet geser yang menandakan bahwa korban memang tergeser dengan benda-benda tumpul.
“Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang. Terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha,” kata dr. Alit.
Kemudian dari patah-patah tulang inilah terjadi kerusakan pada organ-organ dalam serta pendarahan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebab kematian itu adalah karena kekerasan tumpul, yang menyebabkan kerusakan organ-organ dalam dan pendarahan.
“Kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka,” imbuhnya.
Diprediksi setelah luka-luka, Juliana meninggal paling lama 20 menit selin itu pendarahan paling parah dan banyak terjadi di dada dan perut.
Tidak ada organ seplin yang mengkerut atau menunjukkan bahwa perdarahan lambat.
Sehingga dapat disampaikan bahwa kematian yang terjadi pada korban itu dalam jangka waktu yang sangat singkat dari luka terjadi.
Baca juga: Harga Cabai Kecil di Jembrana Tembus Rp 80 Ribu per Kg, Cuaca Buruk Disebut Jadi Penyebab
“Jadi karena dimasukkan dalam freezer kalau yang kita temukan di sini kematiannya terjadi antara 12 sampai 24 jam, itu berdasarkan dari tanda-tanda lebam mayat dan juga kaku mayatnya,” tandasnya.
Kebanyakan pada tubuh Juliana ditemukan luka lecet geser yang artinya tubuhnya tergeser dengan benda-benda tumpul tersebut.
Sementara dugaan meninggal karena hipotermia, dr. Alit beberkan tak dapat memeriksa dugaan hipotermia, sebab jenazah sudah dalam kondisi lama, sehingga tak dapat memeriksa cairan pada bola mata jenazah.
Namun jika dilihat dari luka-luka yang ada dan pendarahan yang banyak, dugaan hipotermia bisa disingkirkan.
“Penyebab kematiannya adalah karena kekerasan tumpul, jadi untuk sementara adalah kekerasan tumpul yang menyebabkan patah tulang dan kerusakan organ dalam serta pendarahan,”
“Mengapa saya katakan sementara, karena standar daripada autopsi itu harus ada pemeriksaan juga pemeriksaan toksikologi,” sambungnya.
Luka paling parah ditemukan yang berhubungan dengan pernafasan, di mana terdapat luka-luka terutama daerah dada bagian belakang punggung yang merusak organ di dalamnya.
“Kalau kita lihat pola lukanya lecet geser sesuai dengan pola luka jatuh. Tersebar di daerah tubuh banyak ditemukan di punggung dan anggota gerak atas dan bawah bagian kepala ada,”
“Yang di punggung paling parah karena terjadi dalam waktu yang sama,” ujarnya.
Kondisi jenazah saat di autopsi masih utuh dengan luka-luka yang ada. Ketika diperiksa jenazah memang dingin karena kemungkinan sudah di freezer.

Jenazah Akan Dipulangkan
Jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brazil yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani telah selesai di otopsi Forensik RSUD Bali Mandara.
Dokter Forensik RSUD Bali Mandara, dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F yang menangani jenazah korban, mengatakan tak ada permintaan autopsi tambahan.
Dan jenazah hingga kini masih di Ruang Jenazah Forensik RSUD Bali Mandara.
“Jadi kembali ke penyidik, karena ini barang bukti penyidik. Kalau penyidik sudah menyerahkan, tidak diperlukan lagi, jadi diserahkan ke keluarga,” jelas dr. Alit.
Lebih lanjutnya, dr. Alit mengatakan kemungkinan jenazah Juliana akan dikembalikan ke negaranya.
“Sepengetahuan saya, karena di luar saya, ini akan dikirim ke negaranya. (Kapan dikirimnya) Saya tidak tahu mungkin menunggu jadwal juga,” imbuhnya.
Hasil autopsi pun juga sudah diserahkan pihak rumah sakit ke penyidik dan sudah diserahkan juga ke keluarganya tadi pagi.
“Jenazah masih kita preservasi untuk mempertahankan bahwa jenazah dalam keadaan awet ke negaranya,”
“Belum ada Informasi (kapan pemulangannya) terakhir masih mencari jadwal penerbangan,” tutupnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.