bisnis
NIHIL Beras Oplosan, Satgas Pangan Polda Bali Sidak Pusat Belanja, Pedagang Pasar &Supermarket Resah
Pihaknya mengingatkan bahwa pelaku usaha untuk tidak coba-coba melakukan kecurangan dengan cara mengoplos beras.
“Kami pastikan beras oplosan tidak ada di Bali, mungkin di luar Bali terjadi. Di Bali, kami punya petugas khusus untuk menjaga hal tersebut tidak terjadi,” pungkasnya. (ian)
Mentan Amran Sebut Ini Tidak Beradab
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengungkapkan praktik curang dalam pengemasan beras yang dinilainya lebih parah daripada sekadar beras oplosan.
Dalam program Rosi di KompasTV, Kamis (17/7), Amran menyebutkan, ada pihak yang mengemas langsung beras curah menjadi beras premium atau medium tanpa proses penyaringan atau pencampuran.
“Oplos adalah beras curah dicampur (dengan premium), kemudian (dijual) menjadi premium. Tapi ada lagi di atas beras oplos, yang menurut saya ini tidak beradab," kata Amran Sulaiman.
Menurutnya, pelaku hanya mengemas ulang beras curah tanpa peningkatan kualitas, tetapi menjualnya sebagai produk premium. Dari praktik itu diperoleh keuntungan besar dari selisih harga yang bisa mencapai Rp 3.000 hingga Rp 5.000 per kilogram.
Amran mengibaratkan praktik tersebut seperti menjual emas 18 karat tetapi dilabeli 24 karat. “Emas ada kan 24 karat, harganya Rp 1 juta katakanlah, kemudian emas 18 karat, harganya Rp 600.000, nah ini emas 18 karat, ditulis 24 karat,” kata Amran seperti dilansir WartaKotalive.com.
Meski praktik oplosan ini tidak berbahaya bagi kesehatan, lanjut dia, namun merugikan perekonomian negara. Ia menyebut pelaku mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan merugikan konsumen dan negara. “Mencari keuntungan sebesar-besarnya itu merugikan negara dan juga merugikan konsumen,” ujar Amran. (ali)
Bisa Dikenali secara Kasat Mata
Prof Tajuddin Bantacut | Pakar Teknologi Industri Pertanian IPB University
Pakar Teknologi Industri Pertanian IPB University, Prof Tajuddin Bantacut mengatakan, ada sejumlah ciri beras oplosan yang bisa dikenali secara kasat mata. Ia menjelaskan, beras oplosan dapat terlihat dari warna yang tidak seragam, butiran yang berbeda ukuran, dan tekstur nasi yang lembek setelah dimasak.
“Jika menemukan nasi yang berbeda dari biasanya, seperti warna, bau (aroma), tekstur dan butiran, dapat dicurigai sebagai beras oplosan. Terdapat kerusakan mutu atau keberadaan benda asing,” kata Prof Tajuddin di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jumat (18/7).
Dalam beberapa kasus, lanjut dia, beras oplosan juga dicampur dengan bahan tambahan benda asing, termasuk zat pewarna atau pengawet berbahaya. “Zat pewarna ini dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka Panjang,” ucapnya.
Ia mengimbau masyarakat mewaspadai beras yang terlihat tidak biasa, berwarna aneh, atau berbau. “Hindari membeli beras tanpa label atau dari sumber yang tidak jelas. Cuci beras sebelum dimasak dan waspadai bila ada benda asing yang mengambang,” lanjut dia.
Perihal daya simpan, ia menjelaskan bahwa idealnya beras hanya disimpan maksimal enam bulan agar kualitasnya tetap terjaga. “Beras juga bisa mengalami kerusakan secara alami, terutama jika disimpan terlalu lama,” ujar Prof Tajuddin.
Menurutnya, meski beras sudah disimpan di tempat yang terkendali, kualitasnya tetap bisa menurun akibat faktor lingkungan, hama, atau mikroorganisme.
“Beras yang rusak bisa dipoles ulang, namun, jika kerusakannya sudah parah, baik secara fisik, kimiawi, maupun mikrobiologis, maka tidak layak untuk dikonsumsi. Apalagi jika mengandung bahan kimia atau pengawet, bisa berbahaya untuk Kesehatan,” ucap Prof Tajuddin seperti dilansir WartaKotalive.com.
Ia mengungkapkan ada tiga jenis beras oplosan yang sering beredar di masyarakat. Pertama, beras campuran yang dicampur dengan bahan lain seperti jagung. Jenis ini secara umum ditemukan di beberapa daerah.
Kedua, beras 'blended' atau campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa dan tekstur. Ketiga, beras yang dicampur dengan bahan tidak lazim atau sudah rusak, kemudian dikilapkan atau dipoles ulang agar tampak bagus kembali, padahal mutunya sudah menurun.
Prof Tajuddin mengajak masyarakat agar lebih cermat saat membeli beras dan waspada terhadap penipuan kualitas. Selain itu, perlu edukasi yang lebih luas agar masyarakat memahami dampak kesehatan dari mengonsumsi beras yang sudah rusak atau tercemar.
“Jika dikelola dengan baik, sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga pada distribusi dan konsumsi beras secara merata dan aman,” katanya. (ali)
Daftar 26 Merek Beras
Diduga Tak Sesuai Regulasi
Wilmar Group:
1. Sania
2. Sovia
3. Fortune
4. Siip
PT Food Station Tjipinang Jaya:
5. Alfamidi Setra Pulen
6. Beras Premium Setra Ramos
7. Beras Pulen Wangi
8. Food Station
9. Ramos Premium
10. Setra Pulen
11. Setra Ramos
PT Belitang Panen Raya (BPR):
12. Raja Platinum
13. Raja Ultima
PT Unifood Candi Indonesia
14. Larisst
15. Leezaat
PT Buyung Poetra Sembada Tbk:
16. Topi Koki
PT Bintang Terang Lestari Abadi:
17. Elephas Maximus
18. Slyp Hummer
Sentosa utama Lestari/Japfa Group:
19. Ayana
PT Subur Jaya Indotama:
20. Dua Koki
21. Beras Subur Jaya
CV Bumi Jaya Sejati
22. Raja Udang
23. Kakak Adik
PT Jaya Utama Santikah:
24. Pandan Wangi BMW Citra
25. Kepala Pandan Wangi
26. Medium Pandan Wangi
BERAS SPHP Bulog Kurang Laku, Bapanas Sebut Dampak Gerakan Pangan Murah |
![]() |
---|
EKONOMI Digital ASEAN Bisa Tembus USD 2 Triliun di 2030, Simak Alasannya Berikut Ini |
![]() |
---|
PROYEK PPI Pengambengan Ditargetkan 2 Tahun Rampung, Ini Kata Kementerian Kelautan & Perikanan |
![]() |
---|
BERAS Sumbang Deflasi pada September 2025, Simak Penjelasan BPS |
![]() |
---|
RUPIAH Ditutup Melemah ke Level Rp 16.583 Per Dolar AS, Simak Alasannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.