Sampah di Bali
Masalah Sampah di Bali, Ketua YWBL Riawati: Bukan Salah Sampah, Tapi Cara Kita Menanganinya
Di dalam edukasi selalu ditekankan bawa tumbler sebagai gaya hidup minim sampah.
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Di mana edukasi yang dasar di bank sampah adalah reducing waste atau pengurangan timbulan sampah terutama untuk sampah yang single use atau sekali pakai.
Di dalam edukasi selalu kita tekankan bawa tumbler sebagai gaya hidup minim sampah.
“Kalau masih punya sampah diapain? Kita pilah supaya bisa di reuse dan recycle. Karena konsepnya reduce-reduce maka logikanya akan ada sampah yang sedikit tetapi banyak jenis seperti sampah organik, anorganik, plastik, botol kaca, kertas tidak bisa kita nol kan di masyarakat tapi sedikit demi sedikit perlu di manajemen”, urainya.
Kemudian bagaimana konsep bank sampah sesuai regulasi itu di tabung atau saving waste, sehingga masyarakat yang tadinya hanya tumbuh di awal ingin peduli bisa konsisten berkelanjutan.
Mulai dari rumah, mulai dari diri sendiri baru bisa lebih efisiensi ke depannya minim sampah, pengelolaan yang bertanggung jawab.
“Masyarakat sebenarnya tidak butuh himbauan dan arahan mereka sudah tahu karena mereka mampu bayar (langganan iuran sampah). Itu artinya kesadaran sudah tumbuh tapi bagaimana kemudian memberikan mereka kesadaran bahwa bayar saja tidak cukup. Tapi perlu diimbangi dengan perilaku 3R (Reduce, Reuse dan Recycle),” kata Riawati.
Harapan kami kepada pemerintah jangan dilarang plastiknya saja tapi plastik saat ini digantikan dengan botol kaca, dengan paper cup sama saja itu tidak ramah lingkungan.
Harapan kami kedepan ketika pemerintah membuat sebuah kebijakan semua single use itu memang harusnya distop atau dibatasi atau mungkin lebih dibatasi lagi kedepannya.
Capaian kami per tahun 2021-2025 penyerapan sampah plastik dari seluruh sarana pengumpul terdata mencapai 4.500 ton per tahun terkelola.
Dengan siapa kami bermitra dalam pengumpulan sampah sebanyak itu di antaranya bermitra dengan bank sampah induk, TPS3R, pengepul dan dari 524 unit bank sampah yang aktif.
Dan per tahun nilai ekonomi sampah plastik yang terkumpul itu mencapai Rp 13 miliar sumbernya dari lebih 500 ribu orang anggota bank sampah kami.
“Jangan dianggap gerakan ini untung bermiliar-miliar tapi di dalamnya sampahnya dari mana, yang punya sampah siapa. Kalau di bagi itu sangat kecil. Kami senang kalau TPA ditutup karena akan meningkatkan kesadaran masyarakat, kami juga senang pemerintah membatasi penggunaan plastik sekali pakai karena di bank sampah ngurusi plastik itu berat biaya operasionalnya tinggi,” jelasnya.
Kelemahan kami saat ini biaya operasional sangat amat tinggi, belum punya tempat pengelolaan sampah, harga material daur ulang sendiri tidak stabil serta memiliki ancaman berat adalah perubahan kebijakan lingkungan yang belum konsisten saat ini.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.