Sampah di Bali
Masalah Sampah di Bali, Ketua YWBL Riawati: Bukan Salah Sampah, Tapi Cara Kita Menanganinya
Di dalam edukasi selalu ditekankan bawa tumbler sebagai gaya hidup minim sampah.
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah sudah dilakukan sejumlah komunitas bahkan hingga mendirikan yayasan untuk mewadahinya.
Ketua Yayasan Bali Wastu Lestari (YWBL) sekaligus Pegiat Bank Sampah, Ni Wayan Riawati melihat bahwa Bali makin krisis masalah sampah serta darurat sampah dan yang perlu dibangun adalah kesadaran masyarakat.
Dari sisi regulasi pemerintah tidak perlu diragukan lagi baik Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Provinsi Bali banyak peraturan yang dikeluarkan namun dalam implementasinya belum konsisten dan kontinyu.
“Ini yang perlu menjadi PR bersama (implementasi yang konsisten dan kontinyu serta membangun kesadaran masyarakat). Sebenarnya bukan sampahnya yang bukan masalah tapi pada cara kita menangani sampah tersebut. Ini perlu dicamkan bersama,” tutur Riawati dalam paparannya di Workshop Jurnalistik.
Baca juga: Timbulan Sampah Capai 3.436 Ton Per Hari, Apakah Bali Bisa Bebas Sampah?
Ia mengungkapkan awalnya dia adalah orang yang tidak peduli sampah tahunya kumpulkan sampah di rumah, bersihkan, diambil oleh pihak ketiga lalu bayar dan selesai.
Tapi kemudian seiring waktu berjalan di lingkungannya sangat penuh dengan sampah yang tidak pernah habis lalu mengenal TPA.
Saat mengenal TPA merasa telah mengumpulkan dosa-dosa yang sangat besar yang tanpa saya sadari sampah saya hanya pindah dari rumah ke TPA.
“Saya merasa telah merusak ibu pertiwi atau lingkungan kita karena sampah menumpuk di TPA tidak selesai dan menjadi warisan mungkin tujuh turunan. Itulah yang membawa kami memulai menggerakkan kesadaran masyarakat melalui Yayasan Bali Wastu dengan bank sampah di tahun 2010 hingga sekarang,” ucapnya.

YWBL memberikan layanan sosialisasi, edukasi, pendampingan pemberdayaan dan pengelolaan sampah di Bali dengan jaringan komunitas saat ini di 9 Kota/Kabupaten dengan konsep sosial gotong royong.
Pada tahun 2025 ini kami bekerja sama dengan Bank Sampah Induk membangun transformasi Gerakan sosial Bank Sampah menjadi sosial enterprise melalui PT. Bali Recycle Center, BRC hadir memperkuat manajemen pengelolaan sampah secara konsisten dan kontinyu.
“Jaringan kami sudah ada lebih dari 651 titik bank sampah di 9 kota/kabupaten di Bali namun hanya sekitar 500 yang bisa konsisten aktif sekarang karena berbagai alasan,” ungkapnya.
Lalu bagaimana gerakan sosial yang dilakukan pihaknya mengacu kepada regulasi yang sudah ada dari tahun 2008 yaitu Permen LH No.14 Tahun 2021 yang sebelumnya Permen LH No.13 Tahun 2012.
Gerakan sosial dimulai dari kesadaran masyarakat, pemberdayaan dan teknologi tepat guna dengan transformasi paradigma dari kumpul-angkut-buang menjadi ekonomi sirkular yang harus kita perhatikan dan bangun bersama.
“Konsep yang kami usung adalah bagaimana kita memanajemen sampah itu secara bertanggung jawab atau waste management responsibility pertama untuk edukasi masyakarat yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mau menjadi mau kita tumbuhkan bersama,” ucapnya.
Ia menambahkan dari tidak tahu menjadi tahu tumbuh kesadaran kepedulian terhadap lingkungan, dari tidak mau menjadi mau melakukan gerakan itu tumbuh kesadaran sosial dan bonusnya adalah ada nilai ekonomi walaupun kecil tapi masih bisa kita dapatkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.