Gebrakan Pemimpin Bali
PERKARA Selesai Tidak Dibebani Biaya! Ranperda Bale Kerta Adhyaksa Selangkah Lagi Jadi Perda di Bali
Gubernur Koster mengatakan pengaturan Bale Kerta Adhyaksa di dalam Raperda Provinsi Bali tentang Bale Kerta Adhyaksa mencakup sejumlah hal-hal pokok.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, bersama DPRD Bali membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Bali tentang Bale Kerta Adhyaksa di Bali.
Setelah menjalani berbagai rapat, Raperda tersebut tinggal selangkah lagi menjadi Peraturan Daerah (Perda). Pasalnya, Pandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali terhadap Raperda ini telah dijawab Gubernur Bali, Wayan Koster dalam Rapat Paripurna ke-32 DPRD Provinsi Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Selasa (12/8).
Biasanya, setelah jawaban Gubernur Bali atas PU Fraksi, maka DPRD Bali akan menyetujui Ranperda menjadi Perda pada Rapat Paripurna berikutnya. Setelah itu, Perda tersebut diusulkan ke Kementarian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk disahkan dan mulai diberlakukan awal tahun 2026.
Baca juga: Selama Tahun 2024, BPJamsostek Denpasar Bayar Klaim Rp1 Miliar Lebih untuk Desa Peguyangan Kaja
Baca juga: SOSOK Salah Satu Senior Penganiaya Prada Lucky Sampai Tewas, Simak Motif Tersangka Sampai Tega!
Gubernur Koster mengatakan pengaturan Bale Kerta Adhyaksa di dalam Raperda Provinsi Bali tentang Bale Kerta Adhyaksa mencakup sejumlah hal-hal pokok.
Di antaranya pertama, Pembentukan Lembaga. Di mana, Bale Kerta Adhyaksa dibentuk oleh Gubernur bersama Kepala Kejaksaan Tinggi dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi dengan Keputusan Bersama Gubernur, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan MDA Provinsi. Bale Kerta Adhyaksa berkedudukan di desa adat, merupakan lembaga fungsional dan tidak merupakan bagian struktur kelembagaan desa adat.
Kedua, Struktur Organisasi. Diungkapkan bahwa susunan organisasi Bale Kerta Adhyaksa terdiri atas pembina, pengarah, ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. Pembina dijabat oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau pejabat yang ditunjuk.
Pengarah dijabat oleh perwakilan pemerintah kabupaten/kota, Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota, akademisi, atau tokoh masyarakat. Ketua diisi dari unsur masyarakat desa adat yang memahami prinsip keadilan restoratif.
Wakil ketua diisi dari perwakilan pemerintah kabupaten/kota, Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota, akademisi, atau tokoh masyarakat. Sekretaris diisi dengan orang yang memiliki kemampuan teknis administrasi, komunikasi, dan dokumentasi. Anggota diisi dari unsur masyarakat desa adat, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang memiliki kemampuan teknis dalam penyelesaian perkara hukum umum.
Ketiga, fungsi, tugas dan wewenang Bale Kerta Adhyaksa. Dijelaskan bahwa Bale Kerta Adhyaksa mengemban fungsi koordinasi, konsultasi, fasilitasi, pendampingan, dan penyelesaian perkara hukum umum.
Fungsi tersebut dilaksanakan dalam rangka penguatan dan pemberdayaan Kerta Desa Adat. Penyelesaian perkara hukum umum diselenggarakan dengan pendekatan keadilan restoratif berdasarkan asas kawigunan/kemanfaatan, padumpada/keadilan, manyama braya/kekeluargaan, gilik-saguluk/kebersamaan, parasparo/musyawarah, dan kesetaraan.
Wewenang Bale Kerta Adhyaksa yaitu menerima perkara hukum umum, mengundang dan memediasi para pihak yang bersengketa untuk bermusyawarah, membuat kesepakatan damai dalam bentuk berita acara atau akta perdamaian, dan menolak menangani perkara selain perkara hukum umum.
Keempat, keputusan Bale Kerta Adhyaksa. Koster mengatakan keputusan Bale Kerta Adhyaksa berbentuk kesepakatan damai yang dituangkan dalam bentuk berita acara akta perdamaian, yang di dalamnya dapat memuat sanksi yang disepakati oleh para pihak.
Dapat berupa denda, kerja sosial, teguran langsung disertai permohonan maaf bagi pelaku (hanya diberikan kepada pelaku yang baru pertama kali melakukan pelanggaran/tindak pidana), dan/atau sanksi dalam bentuk lainnya. Pelaksanaan sanksi diawasi dan ditegakkan oleh Bale Kerta Adhyaksa. Keputusan Bale Kerta Adhyaksa bersifat final dan mengikat para pihak.
Kelima, jenis perkara yang ditangani. Dikatakan, jenis perkara hukum umum yang ditangani oleh Bale Kerta Adhyaksa, meliputi perkara pidana ringan, perkara perdata sederhana, pelanggaran norma sosial yang tidak berdampak luas terhadap keamanan dan ketertiban umum, dan perkara perselisihan di lingkungan masyarakat yang berpotensi mengganggu harmoni sosial.
Keenam, Prosedur Penyelesaian Perkara. Tahapan prosedur penyelesaian perkara hukum umum oleh Bale Kerta Adhyaksa, meliputi penerimaan permohonan penyelesaian perkara diajukan oleh para pihak secara tertulis atau lisan.
Pemeriksaan awal berupa pemeriksaan kelayakan perkara untuk diselesaikan secara restoratif. Mengundang para pihak berupa upaya menghadirkan pihak yang bersengketa untuk hadir dalam penyelesaian perkara.
Penyelesaian secara musyawarah difasilitasi untuk penyelesaian perkara secara bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan damai. Kesepakatan perdamaian berupa penandatanganan berita acara perdamaian oleh para pihak yang bersengketa.
“Mekanisme dan tahapan prosedur penyelesaian perkara dituangkan dalam standar operasional prosedur yang dibuat dan ditetapkan oleh Bale Kerta Adhyaksa. Penyelesaian perkara hukum umum melalui Bale Kerta Adhyaksa tidak dibebankan biaya,” ujar Koster.
Sementara itu, Penggunaan kata Adhyaksa disorot oleh Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali saat Rapat Paripurna PU Fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali, Senin (11/8). Dalam PU Fraksi Gerindra-PSI yang dibacakan langsung Ketua Fraksi Gede Harja Astawa menyoroti penggunaan kata “Adhyaksa” pada judul Raperda ini yang dinilai sudah menjadi brand lembaga kejaksaan.
Menurutnya, penggunaan kata tersebut seperti pisau bermata dua jika pada tataran implementatif hasilnya tidak baik atau setidaknya tidak sesuai dengan harapan penggagas.
Koster menjelaskan kata Adhyaksa dalam bahasa Sansekerta berarti pengawas atau hakim tertinggi. Adhyaksa dalam hal ini tidak hanya identik dengan kejaksaan tetapi sebagai representasi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebijaksanaan.
Penggunaan kata Adhyaksa dalam nama Bale Kerta Adhyaksa, mengandung makna bahwa dalam menangani perkara hukum umum yang terjadi dalam wewidangan Desa Adat, Bale Kerta Adhyaksa memadukan penerapan hukum adat yang hidup di tengah masyarakat (living law) dengan hukum positif.
Dengan materi pengaturan dalam Raperda, dikatakan bahwa Bale Kerta Adhyaksa merupakan lembaga yang netral, tidak merupakan reinkarnasi dari Raad van Kerta, sepakat memilih sebutan perkara (bukan konflik), sepakat tidak ada konflik norma, sepakat mengenai rumusan kejaksaan mengacu pada Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia.
“Raperda ini ditetapkan tahun ini, terkait pemberlakuan, sepakat menyesuaikan dengan pemberlakuan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yaitu tanggal 2 Januari 2026,” ujar Koster. (sar)
Abrasi Terparah di Pantai Selatan Bali, Gubernur Koster Koordinasi ke DPR Buat Raperda Penanganan |
![]() |
---|
BALE Kertha Adhyaksa Pertama di Indonesia, Pemprov-DPRD Bali Percepat Pembahasan Ranperda |
![]() |
---|
KOSTER Kebut 3 Perda Prioritas, Pemprov Bali Tunggu Kajian Unud, Upaya Lindungi Masyarakat Bali |
![]() |
---|
TEGASKAN Tak Larang Indomaret! Koster: Bukan Larang 100 Persen Tapi Dikendalikan |
![]() |
---|
KOSTER Temui Kementerian PU, Bahas Tol Mengwi Gilimanuk, Jalur Utama Denpasar-Gilimanuk Resmi Dibuka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.