TPA Suwung Tutup

Kenapa TPA Suwung Sudah Tidak Layak Jadi TPA? Kepala DKLH Bali: Kami Dapat Tekanan Luar Biasa

Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung untuk sampah organik akan dilakukan Desember 2025 mendatang.

Tangkap Layar/Youtube Tribun Bali
SOSOk - Kepala DKLH Bali, I Made Rentin saat wawancara di Youtube Tribun Bali, Jumat 15 Agustus 2025. Ia menjelaskan terkait alasan penutupan TPA Suwung. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung untuk sampah organik akan dilakukan Desember 2025 mendatang.

Penutupan ini sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 921 Tahun 2025 mengatur tentang Penghentian Pengelolaan Sampah.

Kepala DKLH Provinsi Bali, I Made Rentin menyebutkan empat alasan TPA Suwung harus ditutup.

Baca juga: SULAP TPA Suwung Bali Jadi Taman Kota? Gubernur Koster Bantah Penutupan karena Proyek Luxury KEK

Pertama, sudah overload. Hal ini terkait tumpukan sampah di TPA Suwung sudah mencapai 35 meter atau setara gedung 10 lantai.

Kedua, ada indikasi pencemaran lingkungan, karena pengolahan sampah tidak maksimal

Ketiga, instalasi pengolahan air limbah tidak berjalan secara maksimal.

Baca juga: ISU Penutupan TPA Suwung untuk Proyek Luxury KEK, Ketua DPRD Bali: Janganlah Berandai-andai 

"Jadi air yang ditimbulkan karena tumpukan sampah yang menggunung, mengeluarkan air, terkumpul dalam sebuah kolam, ini meluber, sampai ke daerah sekitar, termasuk ke laut," jelasnya di Youtube Tribun Bali, Jumat 15 Agustus 2025.

Keempat, diduga, matinya tanaman mangrove di sekitar TPA Suwung bisa jadi akibat tercemar dari cairan lindi.

Cairan lindi adalah cairan yang terbentuk ketika air hujan meresap dan merembes melalui tumpukan sampah, melarutkan berbagai zat organik dan anorganik di dalamnya.

Baca juga: Gubernur Koster: Tak Ada TPA Baru, Sampah Organik Warga Masih Diambil Petugas Kebersihan 

Cairan ini seringkali berbau tidak sedap dan mengandung zat berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. 

Meskipun menurutnya hal ini masih memerlukan riset lanjutan.

Atas kondisi itu, pihak kementerian pun mengeluarkan SK tertanggal 23 Mei 2025 untuk pengelolaan sampah di TPA Suwung.

"Pada intinya sebuah paksaan untuk melakukan berbagai perbaikan, salah satunya diberi batas waktu hanya 180 hari atau tepatnya 23 Desember 2025 untuk melakukan penutupan secara total praktik open dumping,"

Baca juga: Koster Tegaskan Tak Ada TPA Baru, Minta Bupati Badung Tingkatkan Kapasitas TPST Mengwitani

"Jadi praktik open dumping yang dimaksud adalah, selama ini disinyalir atau patut diduga pembuangan sampah di TPA Suwung dilakukan secara terbuka. Itu sebenarnya secara regulasi tidak diperbolehkan," tambahnya.

Menurutnya harus ada treatment secara berkala untuk melakukan penimbunan terhadap sampah-sampah yang ada di TPA untuk meminimalisasi dampak lingkungan yang diakibatkan dari tumpukan sampah itu, termasuk cairan lindi yang dikeluarkan dari tumpukan sampah.

"Di satu sisi kami mendapat tekanan yang luar biasa dari pemerintah pusat melalui kementerian lingkungan hidup, dengan SK Menteri 921 tadi," tegasnya.

Sehingga pihaknya melakukan langkah-langkah untuk mendindaklanjuti SK tersebut.

"Langkah-langkah itu sudah kami lakukan dalam 30 hari pertama, 60 hari berikutnya, 120 hari dan terakhir, nanti di 180 hari adalah final kita dipaksa, karena bahasa keputusan menteri itu adalah paksaan pemerintah," ujarnya lagi.

Baca juga: Sampah di Sungai Denpasar Meningkat 1 Ton Per Hari, Ada Sampah yang Terbungkus Rapi dengan Plastik

Sampah Residu Diperbolehkan

Penutupan TPA Suwung dalam hal ini ada pada konteks open dumping.

Yakni metode pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka di suatu area tanpa perlakuan khusus, seperti penimbunan, pemadatan, atau penutupan dengan tanah.

Sampah hanya ditumpuk begitu saja dan dibiarkan terbuka, sehingga menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan. 

Ia mengatakan dalam konteks open dumping diberlakukan untuk sampah selain sampah residu.

Sehingga TPA Suwung masih menerima sampah residu setelah SK ini diterapkan.

"Di hilir, TPA masih bisa mengakomodasi hanya sampah residu, yang sudah tidak bisa diolah dijadikan barang bernilai ekonomi, seperti, pembalut, diapers, termasuk beberapa barang lainnya yang tidak bisa diolah, didaur ulang dan tidak memiliki nilai ekonomi, itu masih boleh kita bawa ke TPA. Nanti kita siapkan strategi untuk mengolah sampah menjadi energi listrik," ungkapnya.

"Jadi konotasi penutupan totalnya adalah open dumping-nya karena memang tata kelola persampahan di sumber, iya, sebagai strategi hulu, di tengah beberapa kebijakan kita terapkan," ujarnya lagi. (*) 

 

Berita lainnya di TPA Suwung

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved