Berita Klungkung

Sanghyang Dedari, Tari Sakral dari Banjar Behu Bali yang Kini Diperjuangkan Jadi Warisan Dunia

Inilah tarian Sanghyang Dedari, tarian sakral yang sudah ratusan tahun hidup di Banjar Behu, Desa Bunga Mekar, Nusa Penida.

istimewa
Tarian sakral Sanghyang Dedari di Banjar Behu, Desa Bunga Mekar, Nusa Penida yang diusulkan sebagai WBTB oleh Dinas Kebudayaan Klungkung, Sabtu (23/8/2025). Sanghyang Dedari, Tari Sakral dari Banjar Behu Bali yang Kini Diperjuangkan Jadi Warisan Dunia 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Suara alunan kidung perlahan mengalun dari ibu-ibu di Banjar Behu, Desa Bungamekar, Kecamatan Nusa Penida, Bali.

Lalu seorang anak perempuan seketika memejamkan mata, dan menari mengikuti alunan tembang. 

Gerakan gadis itu luwes tampak sederhana, namun terkesan sangat magis. 

Seolah tubuh mungil itu hanya menjadi medium para bidadari yang turun dari kahyangan. 

Baca juga: Tarian Sanghyang Dedari Desa Bunga Mekar Bali, Kembali Bangkit Setelah Puluhan Tahun Tidak Ditarikan

Inilah tarian Sanghyang Dedari, tarian sakral yang sudah ratusan tahun hidup di Banjar Behu, Desa Bunga Mekar, Nusa Penida.

Bagi warga setempat, Sanghyang Dedari adalah wujud hadirnya berkah para dewa. 

Ia menjadi ritual penetral aura negatif, agar keseimbangan desa tetap terjaga. 

“Kalau tradisi ini terputus, diyakini akan membawa dampak buruk bagi warga," ujar Kelihan Adat Banjar Behu, Nyoman Partha, Sabtu 23 Agustus 2025. 

Sanghyang Dedari masih dipentaskan secara konsisten hingga kini. 

Uniknya, tarian ini hanya dimainkan oleh anak-anak perempuan yang belum akil balig (dehe). 

Mereka dipercaya sebagai perantara suci, yang murni, sehingga layak menjadi medium turunnya bidadari. 

Gerakan yang mengalir tanpa latihan, semakin memperkuat sakralnya tarian ini.

"Kami masyarakat Banjar Behu, terus bertekad untuk melestarikan tradisi ini," ungkap Nyoman Partha.

Kini, Sanghyang Dedari tengah diperjuangkan untuk mendapat pengakuan resmi sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. 

Dinas Kebudayaan Klungkung bersama tim pengkaji turun langsung ke Pura Desa lan Puseh, Banjar Behu, untuk melakukan kajian mendalam.

Kepala Dinas Kebudayaan Klungkung, Ketut Suadnyana mengatakan, pengusulan ini bukan hanya soal dokumentasi, tetapi juga proteksi budaya.

“Seni sakral ini harus dijaga agar tidak tergerus zaman dan tidak diklaim pihak lain. Jika lolos, peluangnya bisa melangkah lebih jauh ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia,” ungkapnya, Minggu 24 Agustus 2025.

Pengusulan Sanghyang Dedari menjadi bagian dari langkah lebih besar Pemkab Klungkung. 

Selain tarian sakral ini, tiga tradisi lain juga diajukan ke Kementerian Kebudayaan RI, yaitu Tradisi Mejurag Tipat di Desa Timuhun, Tradisi Nandan di Desa Gunaksa, serta kerajinan perak (Bokor) di Desa Kamasan. 

Semua diyakini menyimpan nilai spiritual sekaligus estetika yang tinggi.

Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa tradisi Klungkung sudah masuk daftar WBTB, mulai dari Barong Swari Desa Jumpai, Nyepi Segara di Kusamba, Tenun Cepuk Desa Tanglad, hingga Wayang Klasik Kamasan.

Setiap tradisi yang dicatat, dibukukan, dan dilegalkan, menurut Suadnyana, akan menjadi dokumen penting bagi generasi mendatang.

“Ketika budaya dicatat, ia akan hidup selamanya. Tidak ada yang bisa mengklaim, dan kita bisa memastikan warisan leluhur tetap terjaga,” tegasnya. (mit)

Kumpulan Artikel Klungkung

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved