bisnis
SEKTOR Manufaktur Merosot ke Level 46,9, Dampak Penurunan Permintaan Barang Produksi dalam Negeri
Namun, sayangnya, dukungan fiskal ini belum membuahkan pemulihan nyata, malah justru menunjukkan tanda-tanda kelesuan.
TRIBUN-BALI.COM - Pemerintah semakin mempertebal dukungannya kepada sektor industri pengolahan melalui belanja perpajakan.
Namun, sayangnya, dukungan fiskal ini belum membuahkan pemulihan nyata, malah justru menunjukkan tanda-tanda kelesuan.
Merujuk pada Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, dalam periode 2021 hingga 2026, alokasi belanja perpajakan untuk industri pengolahan terus mengalami kenaikan.
Misalnya dari tahun 2021 hanya Rp 72,3 triliun menjadi Rp 141,7 triliun pada tahun 2026. Bahkan, industri pengolahan setiap tahunnya menjadi penerima alokasi belanja perpajakan terbesar dibandingkan sektor lainnya.
Baca juga: HEBOH Paket Misterius, Tim Jibom Polda Bali Deteksi Berisi Alat Kebersihan di Buleleng
Baca juga: ANCAM Aksi Massa Lebih Besar, Forum Driver Pariwisata Bali Tagih Janji Perda DPRD Kendaraan Non DK!
Sayangnya, derasnya kucuran insentif pajak tersebut tidak membuat industri pengolahan bergairah.
Mengutip data S&P Global, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia melanjutkan tren kontraksi dan merosot ke level 46,9 pada Juni 2025.
Merosotnya PMI Manufaktur Indonesia pada Juni disebabkan oleh penurunan tajam permintaan atas barang produksi dalam negeri.
Di mana, permintaan baru menurun selama tiga bulan berturut-turut, dengan tingkat kontraksi paling tajam sejak Agustus 2021.
Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan non-migas tumbuh 5,60 persen yoy pada kuartal II-2025, atau lebih tinggi dibandingkan pada kuartal sebelumnya sebesar 4,31% yoy, maupun periode sama tahun lalu sebesar 4,63% yoy.
Sayangnya, laju pertumbuhan ini relatif stagnan. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet membongkar alasan terjadinya fenomena tersebut.
Menurutnya, insentif fiskal yang diberikan pemerintah lebih banyak berfungsi sebagai keringanan biaya ketimbang pemicu langsung peningkatan permintaan.
“Jadi, insentif fiskal memang membantu menjaga arus kas perusahaan, tetapi tidak otomatis meningkatkan order baru yang menjadi penentu aktivitas produksi,” ujar Yusuf, Senin (25/8).
Ia menambahkan, lemahnya permintaan global, terutama dari negara mitra utama, membuat banyak pabrik masih berhati-hati dalam menambah kapasitas.
Kondisi ini semakin berat akibat problem struktural dalam negeri, mulai dari biaya logistik dan energi yang tinggi, hingga ketergantungan pada bahan baku impor.
“Akibatnya, insentif perpajakan lebih banyak digunakan untuk menutup kekurangan tersebut daripada mendorong ekspansi,” katanya.
Selain itu, Yusuf juga menyinggung dampak belanja perpajakan yang tidak merata karena tidak semua subsektor atau pelaku industri, terutama yang berskala kecil dan menengah mendapatkan fasilitas perpajakan.
Dengan situasi ini, ia memperingatkan bahwa meski aliran belanja perpajakan semakin besar, efeknya belum cukup kuat mengangkat industri pengolahan.
Tanpa perbaikan pada sisi permintaan masyarakat maupun penyelesaian hambatan struktural, PMI manufaktur Indonesia dinilai sulit keluar dari tekanan kontraksi.
“Kata kuncinya memang ada juga pada sisi demand di mana ketika aspek demand permintaan dari masyarakat tidak diperbaiki maka permintaan terhadap berbagai produk industri akhirnya tidak mengalami peningkatan,” tandasnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wiyanto Samirin menjelaskan, instrumen pajak merupakan salah satu faktor kecil dari banyak faktor yang diperlukan oleh sektor manufaktur untuk tumbuh.
Menurutnya, faktor terpenting merupakan kepastian hukum dan regulasi yang mewakili 90?ri seluruh permasalahan. "Hingga saat ini praktek premanisme masih terus terjadi, termasuk premanisme dan birokrasi," kata Wija.
Wija mengakui bahwa berbisnis di Indonesia masih begitu sulit, apalagi untuk sektor manufaktur yang harus berurusan dengan banyak regulasi, institusi pemerintah dan mempunyai jalur rantai pasok yang panjang dan kompleks.
Untuk itu, ia mendorong pemerintahan Prabowo Subianto untuk memberantas tuntas permasalahan kepastian hukum yang menurutnya sudah seperti penyakit cancer stadium 4. (kontan)
KONTAN/CHEPPY A. MUCHLIS
MINUMAN INSTAN - Sejumlah pekerja mengemas produk minuman instan di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten.
PERKUAT Kolaborasi, NeutraDC Summit 2025 Kerjasama Ekspansi AI untuk Kebutuhan Pelanggan Data Center |
![]() |
---|
Captive Market Andalan, Sumber Bisnis Utama Industri Asuransi, Produk Tradisional Premi Terbesar |
![]() |
---|
AJANG Paling Berpengaruh Asia Pasifik Batic 2025, Temu 1.500Peserta, 500Perusahaan, 40Negara di Bali |
![]() |
---|
HARGA Beras Premium Melonjak di Pasar Tradisional dan Ritel Modern |
![]() |
---|
DORONG Percepat Elektrifikasi Transportasi, Kadishub Bali Beber Kendala Net Zero Emission 2045 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.