Dikatakan Panusunan, angka Gini Ratio yang mengukur tingkat ketimpangan menunjukkan bahwa pemerataan pendapatan di Bali mengalami perbaikan.
Pada September 2014, angka Gini Ratio Bali adalah 0,4418. Sedangkan pada Maret 2015, Gini Ratio Bali menjadi 0,3768.
Secara teoritis, semakin rendah angka Gini Ratio berarti semakin rendah pula ketimpangan ekonomi.
“Kategori ketimpangan ekonomi di Bali adalah sedang. Dengan menurunnya Gini Ratio Bali, ini menunjukkan terjadinya perbaikan dalam pembagian kue (hasil) pembangunan di provinsi ini,” kata Panusunan.
Semakin rendahnya ketimpangan itu terlihat lebih jelas dari porsi “kue” hasil pembangunan yang dinikmati oleh kelompok masyarakat terbawah dan menengah di Bali, yang pada September 2014 masing-masing hanya mendapatkan 14,29 persen dan 35,70 persen.
Akan tetapi pada Maret 2015, dua kelompok tersebut sudah menikmati “kue pembangunan” lebih besar, yakni masing-masing sebesar 18,15 persen dan 38,25 persen.
Penurunan ketimpangan tersebut antara lain karena berkurangnya jumlah penduduk menganggur di Bali pada Maret 2015, serta lebih besarnya kue pembangunan yang dibagi.
Panusunan menambahkan, komoditas makanan berperan lebih besar terhadap pembentukan garis kemiskinan di Bali dibandingkan dengan komoditas non-makanan (seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Sumbangan (biaya) makanan terhadap pembentukan garis kemiskinan pada pada Maret 2015 tercatat sebesar 68,07 persen.
Ini tidak berbeda jauh dengan kondisi September 2014 yang sebesar 69,70 persen.
Komoditas makanan tersebut antara lain beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telu ayam ras dan sebagainya.
Sementara itu, komoditas non-makanan yang menyumbangkan kemiskinan di Bali, komponen terbesar adalah tekanan biaya perumahan sebesar 10,07 persen untuk wilayah perkotaan dan 10,15 persen untuk wilayah pedesaan.
Berikutnya adalah komponen biaya bensin, listrik dan pendidikan untuk wilayah perkotaan. Sedangkan untuk wilayah perkotaan adalah bensin, kayu bakar serta listrik.
Struktur pengeluaran penduduk miskin di oerkotaan dan pedesaan di Bali Maret 2015. (Infografis dan ilustrasi Tribun Bali/ Prima/ Dwi Suputra)
Yang mengejutkan, ternyata biaya upacara agama atau adat masuk pula ke dalam daftar kebutuhan non-makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di Bali.
Biaya upacara agama atau adat lainnya menduduki urutan ketiga (sebesar 3,77 persen) yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di wilayah perkotaan Bali.