Olahan yang dimaksud seperti lawar, kuah komoh, sate, dan lain sebagainya.
“Semua yang dikonsumsi oleh korban itu sama. Mungkin proses pengolahannya yang bermasalah, sehingga warga yang datang ke rumah sakit dengan keluhan yang sama seperti panas, mual muntah, pusing, dan kejang,” jelasnya.
Japa melanjutkan, setelah mendapatkan penanganan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), pasien kemudian dilanjutkan masuk ke ruangan rawat inap.
Mereka diberikan antibiotik sebagai penangkal bakteri.
“Untungnya penanganan yang cepat bisa dilakukan sehingga seluruh pasien yang saat ini masih dirawat, keadaannya sudah mulai membaik,” kata Japa.
Selain babinya memang sudah terinfeksi bakteri, kata dia, cara pengolahannya juga kurang higienis atau tidak maksimal.
Akibatnya penularan bakteri dari babi ke manusia sangat mudah.
“Jika pengolahan sudah maksimal, mungkin bakteri yang terkandung pada babi tersebut tidak akan sampai ke dalam tubuh manusianya,” terangnya.
Dia juga mengatakan, setelah keluarnya hasil laboratorium seperti sampel darah dan pengambilan cairan tulang belakang, serta gejala-gejala yang timbul memang mengarah ke penyakit meningitis.
“Tapi, korban yang sudah mendapatkan penanganan dipastikan sembuh. Namun penyakit ini menyerang bagian otak dan koklea yang terletak pada bagian dalam telinga, sehingga bisa menyebabkan gangguan pendengaran secara permanen atau tuli,” imbuhnya. (*)
Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:
Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali
Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali
Follow >>> https://www.instagram.com/tribunbali
Subscribe >>> https://www.youtube.com/Tribun Bali