Sutrisno Janji Kirim Petisi Tolak Remisi Pembunuh Jurnalis ke Menkumham

Penulis: Busrah Ardans
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Solidaritas Jurnalis Bali yang terdiri dari AJI Kota Denpasar, PWI Bali, IJTI Bali, LBH Bali, PPMI Bali, Pena NTT, LABHI BALI, Frontier Bali, AMP Bali, Manikaya Kauci, LMND Bali, dan berbagai elemen organisasi maupun individu yang hadir dalam aksi damai menuntut pembatalan Kepres 29 Tahun 2018 tentang remisi berupa perubahan hukuman dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara pada narapidana Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali, AA Prabangsa, Jumat (25/1/2019).

Laporan Wartawan Tribun Bali, Busrah Ardans

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Perjuangan awal Solidaritas Jurnalis Bali menuntut pembatalan Kepres 29 Tahun 2018 tentang remisi berupa perubahan hukuman dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara pada narapidana Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali, AA Prabangsa, mendapat tanggapan positif dari Kakanwil Kemenkumham Bali, Sutrisno.

Sutrisno berjanji membawa petisi Solidaritas Jurnalis Bali ke Menteri Hukum dan HAM.

Kakanwil Kemenkumham Bali pun membacakan surat pengajuannya  di hadapan wartawan dan peserta aksi damai.

"Saya akan memberikan dan membawa surat pernyataan ini sebagaimana pernyataan sikap para jurnalis Bali," ujarnya, berjanji.

Seperti yang dibacakannya di sela-sela aksi, beginilah kutipannya:

"Saya Kakanwil Kemenkumham Bali Sutrisno dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia membawakan dan menyampaikan kepada Menteri Hukum dan Ham berupa petisi yang diajukan para jurnalis Bali saat mengadakan aksi damai di Kanwil Kemenkumham Bali tentang usulan pencabutan remisi narapidana atas nama Ir I Nyoman Susrama MM sesuai dengan Kepres 29 Tahun 2018 tentang remisi berupa perubahan hukuman dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara, dalam kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Prabangsa," terangnya lugas.

Sementara itu, satu diantara peserta aksi, Sandi yang juga merupakan wartawan Radar Bali, saat berorasi di kantor Kanwil Kemenkumham menuturkan remisi yang diberikan pemerintah itu semakin menambah luka batin bagi keluarga serta para jurnalis.

Baca: Kisah Pilu Hantu Perempuan di Rumah Ricis, Meninggal Usia 18 Tahun, Memendam Sakit Hati & Kecewa

Baca: Viral Pernikahan Beda Usia 42 Tahun di Mamuju Tengah, Berikut Ini 5 Faktanya

"Kalau Bapak Menteri Hukum dan Ham mengatakan memberikan remisi kepada Susrama karena umurnya hampir 60 tahun, kita lihat istri korban ini seumur hidup menderita luka batin karena suaminya meninggal," kata Sandi, dibarengi suara riuh peserta aksi.

Ia pun meminta Kakanwil Kemenkumham Bali untuk menandatangani petisi tersebut hitam di atas putih bermaterai.

Hal itu pun disetujui Kakanwil Kemenkumham Bali.

Pihaknya langsung membuat surat petisi ditempel materai serta ditandatangani langsung olehnya.

Menurut Sandi ini sebagai pertanggungjawaban Kakanwil kepada keluarga korban juga semua jurnalis yang ikut aksi siang tadi.

"Saat akan menyerahkan itu secara resmi ke Dirjen atau Menteri, harap bapak bisa melakukan video call dengan kami, kalau tidak bisa berikan foto dengan resmi bahwa bapak sudah melakukannya dan itu akan kami muat ke media bahwa Kakanwil Kemenkumham Bali bersedia mencabut remisi,"

"Kami akan tetap menuntut juga dari pihak Kanwil Kemenkumham Bali karena yang membawa dan mengusulkan remisi itu dari Kanwil Kemenkumham Bali. Jadi itu harus dicabut,"

Baca: Ikuti Perintah Dukun, Suami Istri Kubur Bayinya Hidup-hidup karena Dianggap Bawa Sial

Baca: Bayar Utang Judi Delon Thamrin, Yeslin Wang Tak Punya Tabungan hingga Harus Mengontrak

Pihak SJB memberikan waktu paling lama satu minggu untuk Kakanwil Kemenkumham Bali menuntaskan persoalan tersebut.

Sebelumnya diberitakan tribun-bali.com, Solidaritas Jurnalis Bali menggelar aksi damai menuntut Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2018 tentang remisi berupa perubahan hukuman dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara bagi narapidana I Nyoman Susrama, tertanggal 7 Desember 2018 .

Hal itu menurut mereka sudah mencederai kemerdekaan pers, juga merupakan langkah mundur bagi kemerdekaan pers.

Apalagi mereka menilai, kasus pembunuhan Prabangsa merupakan satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis yang berhasil diungkap.

Dalam aksinya, Koordinator Aksi Damai Nandhang R. Astika mengatakan ada 7 pernyataan sikap dari SJB yang dituntut kepada Presiden melalui Kakanwil Kemenkumham Bali, Jumat (25/1/2019).

1. Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.

2. Menuntut Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara terhadap Susrama yang tercantum dalam Kepres No. 29 tahun 2018.

4. Menuntut presiden dan aparatur bawahannya agar lebih berhati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan-kebijakan yang dapat melemahkan kebebasan dan kemerdekaan pers. 

5. Mendesak Kanwil Hukum dan HAM Bali mengungkapkan ke publik, proses dan dasar pengajuan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara untuk I Nyoman Susrama, pembunuh jurnalis.

6. Mendesak aparat penegak hukum agar menuntaskan pengungkapan kasus pembunuhan maupun kekeraaan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia, serta mendorong pemerintah agar menjamin kemerdekaan pers.

7. Menuntut Presiden RI harus menjamin dan melindungi kemerdekaan pers. 

Baca: Kasus Balian Mesum Mandek di Polres Buleleng, Polisi Akui Kesulitan Ungkap Hal ini

Baca: Kadin Bali Usulkan Ada Zonasi untuk Pembangunan Hunian Vertikal Lima Lantai di Bali Selatan

Nandhang menambahkan, Keputusan Presiden tersebut harus dicabut karena jika tidak akan membuat pelaku kejahatan terhadap pers tidak akan jera.

"Kalau remisi ini tidak dicabut maka rasa jera terhadap kejahatan pers perlahan akan hilang karena ini mendapat perubahan jenis hukuman,"

"Bisa jadi ketika ada jurnalis yang akan melakukan peliputan kepada pihak manapun bisa terkena tindak kekerasan," tegas Nandhang di hadapan rekan wartawan.

Ia juga menekankan, pihaknya akan mengawal tuntutan mereka hingga berhasil.

"Kami akan terus gelar kampanye dan mengawal tuntutan ini hingga selesai. Kami akan kembali menagih janji Kemenkumham Bali dan mendatangi mereka kembali karena pihak Kemenkumham lah yang memberikan usulan nama itu, jadi kami terus kawal ini," jelasnya menekankan.

Kapolsek Denpasar Timur AKP Nyoman Karang Adiputra dalam aksi tersebut langsung turun ke TKP untuk mengawal aksi damai itu.

Ia dan jajaran tampak sigap menjaga dan mengamankan aksi damai hingga usai.

"Dari awal sampai akhir aksi, aman. Semua berjalan lancar. Dalam aksi ini kami turunkan 38 personel dari Polsek dan bersama Jajaran Polresta dan Polda Bali," ujar Karang Adiputra. 

Sebagaimana diketahui, Susrama telah terbukti dalam pengadilan melakukan pembunuhan terhadap Prabangsa, di Banjar Petak, Bebalang, Kabupaten Bangli, pada 11 Februari 2009 itu. 

Pembunuhan ini bermula dari pemberitaan yang ditulis Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelum peristiwa pembunuhan tersebut.

Berita itu terkait dugaan korupsi yang melibatkan Susrama.

Kasus korupsi ini kemudian hari juga telah terbukti di pengadilan. 

Hasil penyelidikan Polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan membuktikan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan tersebut.

Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orang tuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 silam. 

Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli.

Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukul dan menghabisi Prabangsa.

Dalam keadaan tak bernyawa Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. 

Prabangsa lantas dibawa naik perahu dan dibuang ke laut.

Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Karangasem, Bali, lima hari kemudian, 16 Februari 2009.

Berdasarkan data AJI, kasus Prabangsa adalah salah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia.

Namun demikian, kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang diusut hingga tuntas.

Sementara, delapan kasus lainnya belum tersentuh hukum.

Baca: Ibunda Marah Karena Hilangkan Kalung, Gadis 16 Tahun Minum Racun Serangga Hingga Tewas

Baca: Jadi Juru Parkir hingga Tukang Bakso, Kisah Penyamaran Polisi saat Ungkap Kasus Kejahatan

Delapan kasus itu, antara lain Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996); pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas Harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan para pelakunya dijatuhi hukuman pidana penjara.

Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, majelis hakim menghukum Susrama dengan penjara seumur hidup, lebih ringan dari tuntutan jaksa berupa hukuman pidana mati sesuai Pasal 340 KUHP. 

Dalam putusan tersebut juga turut menjerat delapan orang lainnya yang ikut terlibat, dengan hukuman dari 5 sampai 20 tahun penjara.

Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil.

Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010.

Putusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi pada 24 September 2010.

Kini Presiden Joko Widodo, melalui Kepres No. 29 tahun 2018, memberi keringanan hukuman kepada Susrama. 

Adapun beberapa elemen jurnalis dan elemen lain yang terlibat dalam Solidaritas Jurnalis Bali yakni AJI Kota Denpasar, PWI Bali, IJTI Bali, LBH Bali, PPMI Bali, Pena NTT, LABHI BALI, Frontier Bali, AMP Bali, Manikaya Kauci, LMND Bali, dan berbagai elemen organisasi maupun individu yang mendukung kemerdekaan pers. (*)

Berita Terkini