Hidung Wayang Kulit Berlapis Emas Masa Majapahit di Museum Gunarsa, Dibeli 1990, Segini Harganya
TRIBUN-BALI.COM - Genap dua tahun sudah, mendiang Maestro lukis I Nyoman Gunarsa berpulang ke yang maha kuasa.
Beliau meninggalkan warisan Museum yang kini dikelola sang istri, Indrawati Gunarsa.
Bagaimanakah kondisi museum Gunarsa saat ini?
Waktu menunjukan pukul 14.00 Wita. Suara burung terdengar berkicau dari lobi depan Museum Gunarsa, di Dusun Banda, Desa Takmung, Klungkung, Selasa (1/10/2019).
Beberapa pengunjung tampak sedang melihat-lihat berbagai koleksi, dari museum yang didirikan tahun 1993 silam.
Nuansa di lobi museum, tidak banyak berbeda dibandingkan ketika maestro Gunarsa masih hidup.
Lobi itu masih dipenuhi sengan barang-barang antik seperti pintu, patung yang berusia berabad-abad silam.
Bahkan beberapa minitur patung Ida I Dewa Istri Kanya dan Ida I Dewa Agung Jambe yang terlajang gagah di lobi, tampak sudah agak bersih dan tertata rapi.
"Saat almahum Gunarsa masih hidup, semuanya beliau yang mengurus museum. Saya hanya bertugas mengontrol kesehatan beliau," ujar istri dari Almahum Gunarsa, Indrawati Gunarsa.
• Zidane Tak Menghitung James Rodriguez dan Gareth Bale Saat Melawan Club Brugge
• Cerita Pria 19 Tahun Lolos dari Sanderaan 2 Wanita, Dipancing Jasa Servis iPhone Lalu Diperkosa
"Beliau sudah berpulang, dan saya lah yang harus meneruskan cita-cita beliau melestarikan berbagai barang peninggalan sejarah, dengan menjaga dan mengelola museum Gunarsa."
Selama ini, Museum Gunarsa tidak hanya dikenal dengan seni lukisnya.
Namun museum ini juga menyimpan berbagai peninggalan bersejarah, yang menjadi akar dari kebudayaan Bali.
Bahkan sejak muda, alamahum Gunarsa dan istrinya sudah terkenal sebagai pemburu barang-barang bersejarah yang kini dengan apik dilestarikan di museum Gunarsa.
"Kami berdua berjuang, mengumpulkan semua benda-benda bersejarah ini."
"Semua yang kami kumpulkan, merupakan karya seni termasyur dari semua kerajaan di Bali."
"Saya memiliki tanggung jawab untuk menjaga semuanya, karena ini akar dari perdaban dan budaya Bali," ungkapnya.
Wanita paroh baya berkulit putih ini lalu bangun dari duduknya.
Ia lalu ke lantai dua dan menunjukan beberapa benda bersejarah yang ia kumpulkan bersama mendiang Gunarsa.
Ia berjalan melewati berbagai koleksi bersejarah, dan langkahnya terhenti di depan sebuah lemari kaca.
Berlahan ia membuka lemari kaca itu, dan menunjukan sebuah patung singa yang merupakan koleksi masterpice Museum Gunarsa.
"Patung singa ini merupakan peninggalan kerajaan Buleleng. Patung ini peninggalan Gusti Ngurah Panji Sakti, pendiri kerajaan Buleleng," ujar Indrawati Gunarsa.
Patung singa itu terbuat dari kayu nangka, dan warna kilaunya sudah tampak memudar.
Meski sudah sangat tua, namun bentuk patung masih cukup baik.
Setiap ukirannya terasa khas dan tegas, menunjukan patung tersebut merupakan karya seni bercorak Bali Utara.
Bentuknya agak berbeda, dari patung Singa Ambara Raja yang selama ini menjadi icon kota Singaraja. Karya seni tersebut terasa lebih bertaksu, dan diperkirakan dibuat sekitar abad ke-16.
"Dulu saya mendapatkannya ini membeli, dari seseorang di Puri Buleleng."
"Mendapatkannya pun penuh perjuangan, karena harus bersaing dengan kolektor-kolektor dari seluruh dunia," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Museum Gunarsa juga menyimpan koleksi seperangkat wayang dari massa Kerajaan Majapahit.
Hidung dari wayang kulit tersebut berlapis emas, dan merupakan pemberian dari Raja Majapahit, Tribhuna Wijayatunggadewi kepada raja di Bali dan sempat disimpan raja di Kerajaan Gelgel.
Wayang Kulit tersebut didapatkannya dari keturunan Dalang Buricek di Gelgel.
Ia membeli benda pusaka tersebut seharga Rp 150 juta pada tahun 1990.
Selain itu ada juga ider-ider (kain) sepanjang 30 meter, dengan motif seni lukis klasik Kamasan.
Ider-ider tersebut didapatnya di Pura Bale Batur Kamasan dan dibuat pada abad ke 17-18 Masehi.
Bahkan koleksi-koleksi masterpiece tersebut, dan beberapa barang pusaka lainnya di museum Gunarsa sempat diwacanakan menjadi cagar budaya dan warisan budaya dunia oleh Unesco.
"Saya membutuhkan dukungan moril dari masyarkaat, untuk dapat meneruskan cita-cita alamahum Nyoman Gunarsa dalam menjaga karya seni bersejarah ini."
"Semua karya terjaga abadi, mulai dari koleksi era Majapahit, hingga Masa Kerajaan Gelgel yang menjadi puncak kejakyaan dan berkembangnya karya seni di Bali. Karya seni ini merupakan akar dari kebudayaan kita, dan harus dilestarikan sebagai jati diri masyarakat Bali,"ujarnya. (*)