Eksplorasi Tema Cinta
Di penghujung tahun 90-an hingga 2000-an awal, musik pop Bali seolah mengalami puncak kejayaannya.
Penggemarnya berasal dari berbagai kalangan, dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Tidak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota di Bali.
Anak Bali 90-an sepertinya tidak asing lagi mendengar nama-nama seperti Yong Sagita, Widi Widiana, Panji Kuning, Sri Dianawati, Bayu KW, Eka Jaya, Agung Wirasuta, sampai Dek Ulik, dan lain sebagainya.
Pada masa ini, tema besar dalam lagu-lagu pop Bali lebih banyak bicara seputar cinta, kisah asmara tentang “bli” dan “adi”.
Kala itu, ada nama Widi Widiana, Sri Diana, Panji Kuning, Agung Wirasutha, Yan Srikandi, Eka Jaya, dan lain-lain.
Lalu, ada juga penyanyi nyentrik Bayu Kasta Warsa (Bayu Kw) .
Kehadiran Bayu Kw pada awal 2000-an memberikan sentuhan baru, karena lagu-lagunya mengangkat tentang cinta laki-laki Bali dengan Mbakyu di pulau seberang; Banyuwangi.
Salah satu lagu Bayu KW yang populer ketika itu berjudul Sarinem Neha Nehi.
Lolot Band Menggebrak
Jika pada masa sebelumnya lagu pop Bali mendapat pengaruh pop Mandarin, maka sekitar tahun 2003, Lolot Band tampil menggebrak sebagai band rock alternatif berbahasa Bali pertama.
Album perdananya bertajuk Gumine Mangkin, laris di pasaran.
Beberapa lagu seperti Artha Utama, Luh Sari, dan Dagang Kopi Jegeg, adalah beberapa hits dalam album tersebut.
Lolot Band mengusung genere Bali Rock Alternative, dengan logo bola-delapan yang ikonik.
Kehadirannya dalam belantika musik pop Bali tampaknya menginspirasi beberapa kelompok musik berbahasa Bali dengan warna baru.
Sebut saja Triple X, Bintang, So Band, Johny Agung & Double T, dan sebagainya.
Dalam periode berikutnya, muncul beberapa seleb lagu pop Bali seperti Nanoe Biroe, AA Raka Sidan, boyband Trio Januadi, hingga trio dangdut berbahasa Bali 3G, lalu Leonk Sinatra atau Harmonia yang lebih kekinian. (*)