Pertemuan dengan Tim Pakem dilakukan hingga dua kali.
Dari hasil pertemuan tim dibagi tugas untuk mengecek kebenaran informasi tersebut, serta melakukan pendekatan dengan pemilik palinggih.
“Kita tidak bisa langsung menyalahkan, karena perlu pendekatan apakah itu aliran atau lainnya,” ungkapnya.
Dianggap Sumber Kehidupan Hingga Rezeki
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Sukra mengatakan guru aliran tersebut berasal dari Karangasem.
Pemasangan kloset jongkok berdasarkan pawisik.
Kloset dianggap sumber dari kehidupan, amerta, dan rezeki.
Tim Pakem Bangli kemudian menyarankan kloset itu dibongkar lantaran tidak sesuai dengan etika agama.
Atau diganti dengan barang lain yang tidak menimbulkan ketersinggungan.
“Berdasarkan laporan dari kepolisian, kloset itu sudah dibongkar dan diganti dengan payuk (periuk). Artinya jika menggunakan payuk bukan merupakan barang yang kotor,” katanya.
Mantan Kadisdikpora era Bupati Nengah Arnawa itu menambahkan di Kabupaten Bangli terdapat dua tempat yang memasang kloset di sebelah palinggih.
Namun bisa juga ada di wilayah lain namun belum terpantau.
“Sementara kita bekerja dengan pendekatan personal, artinya kita berbicara dari sisi etika. Karena etikanya dan estetikanya itu (pemasangan kloset) sudah melanggar, menyinggung perasaan."
"Ada palinggih (disandingkan) dengan kloset kan perasaan sudah tidak enak. Walaupun secara filosofi penjelasan yang bersangkutan, itu (pemasangan kloset) merupakan sesuatu yang luar biasa. Karena dianggap di sana sumber dari kehidupan, amerta, rejeki,” ungkapnya.
Namun karena penjelasan secara filosofis dirasa memicu perdebatan, Sukra menilai masih perlu pembinaan lebih lanjut.