Ratusan anak terkasih di Sleman diminta pembina Pramuka susur sungai
siang bolong, musim hujan pula.
Air bah datang, sepuluh anak meninggal dunia.
Tidak adakah kearifan lokal di sana? Saya kok yakin ada, hanya si pembina abai dan remeh memandangnya.
Kecerobohan yang mengalirkan air mata lara.
Arung sungai saat musim hujan butuh trik tersendiri. Waktu kecil saya kerap diajak sang ayah bepergian.
Ayahku, guru SD di kampung Wolonio, piawai dan hobi menunggang kuda. Kalau ada urusan di Watuneso, dia akan berkuda sejauh kurang lebih 16 km pergi pulang.
Kala itu belum ada jalan raya beraspal mulus. Kendaraan roda dua pun tergolong barang mewah.
Perjalanan dari Mulawatu ke Watuneso menyusur pinggir sungai Lowo Ria.
Empat sampai lima kali harus menyeberang kali yang sama. Salah satu titik paling menantang saat banjir adalah lokasi bernama Welalako.
Nah, saat melewati tempat itu ayahku akan mengetes dulu seberapa besar kekuatan arus air.
Dia akan perintahkan kuda putihnya masuk lebih dulu ke sungai sendirian.
Kalau si Putih tidak goyah langkah kakinya, itu pertanda arus sungai relatif aman diarungi.
Jika sebaliknya yang ditandai pula oleh ringkik nyaring si Putih, maka harus sabar menanti sampai banjir surut.
Cukup sering kami bermalam di kampung tetangga karena tidak bisa menyeberang ke Mulawatu saat itu juga.
Sungai butuh perlakuan adil. Keseimbangan ekosistemnya mesti terjaga agar dia terus memberi manfaat bagi manusia.
Tetua adat di kampung kami membatasi eksploitasi sumber daya sungai.
Tidak boleh potong pohon di dekat sumber mata air. Bahkan mencari udang, belut, ikan dan kepiting tidak sembarangan waktu.
Harus puasa 3-6 bulan baru boleh mencari lagi di lokasi yang sama.
Tetua kampung mengawal sungguh larangan itu. Yang melanggar dapat sanksi adat.
Mereka menyadari eksploitasi sungai sepanjang waktu akan melahirkan bencana.
Beri sungai waktu untuk pemulihan, menarik napas sejenak sehingga tercipta keseimbangan lagi.
Sungai mengajarkan manusia agar tidak serakah.
Hari-hari ini perlakuan kita terhadap sungai kejam nian. Sungai menampung sampah, limbah industri, kotoran hewan dan manusia. Sungai jadi tempat buangan orok hasil cinta semalam.
Kalau sekarang banjir di mana-mana, jangan salahkan siapa-siapa. Siapa suruh dikau berlaku curang terhadap sungaimu.
Natur alur sungai terawat akan selalu bergemuruh mengalun indah. Gemiriciknya menarik rindu, memendam romansa nostalgia.
Dawai bunyi batunya yang saling berbenturan syahdu di telinga.
Sungai mendambakan cinta kita. (dion db putra)