Setiap hari, durian yang ia jual, rata-rata laku 30-50 buah.
Baginya, yang terpenting saat ini bisa memberikan makan untuk keluarga.
“Sehari 50 biji terjual, kadang di bawah ini. Menjual buah durian itu gampang-gampang susah, tidak semua daging manis, saya persilakan kepada semua pembeli, kalau tidak enak boleh disisihkan, mental saya tidak kuat untuk menyebut semua pasti enak, saya tidak ingin membuat pembeli kecewa,” katanya.
Selama berjualan durian ada saja pengalaman yang dialami, Wayan sempat ketakutan melihat patroli petugas Satpol PP, karena pertama-tama ia berjualan di bahu jalan raya tersebut, saat itu ia terpaksa tancap gas untuk bersembunyi.
Kedua kali ia tidak mengelak saat didatangi Satpol PP, rupanya ia diberi imbauan, termasuk oleh Pecalang setempat, agar tidak berjualan di tempat tersebut, dan menimbulkan keramaian sehingga penerapan social dan physical distancing tidak efektif.
Sejak itu, ia kemudian memindahkan lapak jualannya di ruko depan Setra Badung, dengan meminta izin pemilik toko setempat dan diperbolehkan, sehingga ia melanjutkan usaha lapak duriannya di tempat tersebut.
“Ya memang belum resmi juga, belum tahu boleh berjualan di sini atau tidak oleh pemerintah, tapi saya memohon kepada peemerintah di masa seperti ini, supaya diberikan kelonggaran, untuk kami berusaha, kami sudah tidak di bahu jalan,” bebernya.
Dalam berjualan pun, ia tidak abai terhadap imbauan pemerintah, Wayan menggunakan sarung tangan dan masker saat berjualan, selain itu apabila pembeli terlihat berkerumun, ia meminta untuk menjaga jarak antar pembeli.
“Dalam berjualan imbauan dari pemerintah tetap saya terapkan,” tuturnya.
Setelah situasi pulih dan aktivitas normal, ia berencana kembali menjadi driver pariwisata.
(*)