Sumatera Barat saja yang agak dekat dengan kita itupun 50-an persen lebih, belum nyampe 60 persen.
Kita 64 persen. Kalau provinsi yang lain, 20 atau 30 persen. Ada yang 7 persen, 8 persen. Saya setiap hari memantau perkembangan Covid-19 dan juga membandingkannya secara internasional, Indonesia dan Bali.
Dulu Bali itu masuk di peringkat 7, masuk 10 besar jumlah kasus positifnya. Sekarang sudah ke posisi keluar dari 10 (besar).
Sekarang ke peringkat 12. Tiga hari yang lalu masih 13, kemarin peringkat 12 disalip oleh Sumatera Barat.
Tadinya Sumatera Barat di bawah kita, sekarang di atas kita. Jadi kita sudah turun/keluar dari kelompok 10 besar yang kasusnya banyak. Bayangkan dari 7, turun ke 12, kan jauh itu dari segi jumlah kasus.
Kemudian yang kedua dari yang sembuh, itu paling tinggi di Indonesia dan jauh sekali dibandingkan dengan nasional bahkan internasional. Internasional itu di bawah, 30-an (persen) lah. Kita 64 persen.
Kemudian yang ketiga indikatormya adalah yang meninggal, yang di Bali itu yang meninggal per hari kemarin itu lima.
Tapi sebenarnya yang murni karena dirawat sebagai pasien positif cuma tiga, dua itu bukan pasien positif yang dirawat. Jadi orang sudah meninggal, setelah meninggal diambil swabnya.
Karena orang meninggal ya sudah habis imunnya. Apa saja diambil kalau begitu ya pasti akan positif dia. Jadi ada dua yang seperti itu.
Jadi saya sudah memberikan arahan pada Dinas Kesehatan dan pengelola rumah sakit, kalau pasiennya itu tidak dirawat Covid-19, kalau meninggal, jangan diambil swab lagi. Kan pasti lain dia.
Jadi dari sisi kasus yang muncul, kemudian kedua angka kesembuhan dan yang ketiga angka kematian, Bali itu sampai saat ini relatif baik.
Nah ini sekarang kita jadikan sebagai dorongan atau motivasi kepada semua jajaran untuk menjalankan tugas dengan baik, mengelola masyarakat dengan baik sehingga akan makin maju ke depan.
Akhir-akhir ini banyak muncul kasus transmisi lokal?
Ya tiga minggu kebelakang kasus transmisi lokal mulai meningkat karena memang kita aktif mencari.
Ya jadi kami aktif melakukan tracing contact ke semua kasus yang muncul, lantas wilayah-wilayah yang kasusnya banyak kita tes massal.
Kalau ada yang reaktif langsung kita swab. Jadi otomatis angkanya naik.
Buat saya itu suatu pilihan yang lebih baik dilakukan, daripada itu dibiarkan terlanjur dia menyebar ke mana-mana.
Saya pikir lebih bagus ditemukan di awal lebih banyak sehingga lebih cepat dikatahui, hanya saja agak boros rapid test-nya, agak boros juga swab-nya.
Tapi Bali ini didukung penuh oleh Gugus Tugas nasional maupun oleh Menkes, sehingga apa-apa yang kita lakukan di Bali ini bisa berjalan dengan cepat.
Jadi sekarang yang muncul transmisi lokal ini sebenarnya karena memang kita lagi aktif mencari.
Semakin cepat ketahuan kan semakin cepat bisa kita tangani, maka cepat kita bisa atasi.
Walaupun dia positif banyak, asal sehat orangnya, saya punya keyakinan dia sembuh dan buktinya memang begitu.
Karena dari tiga orang yang meninggal ini, itu sebenarnya endak ada yang meninggal murni karena Covid-19.
Rata-rata itu dia jantung, paru-paru dan sudah kronis, atau tensi tinggi.
Jadi hasil pemantauan dari data empiris yang kita tuju, yang meninggal itu sekarang ini semuanya dari tiga orang itu karena penyakit bawaan.
Jadi berat sekali, sudah kronis, jantung, paru, ginjal dan sebagainya. Kalau yang muda-muda apalagi yang pernah ada dari PMI, cepat sekali sembuhnya.
Nah sekarang lama sembuhnya karena orangnya umur-umur. Rupanya umur mempengaruhi tingkat imunitasnya, agak lama dia sekarang.
Dulu enam hari (atau) tujuh hari sembuh, sekarang ini dua minggu baru sembuh, dua puluh hari baru sembuh, ya tidak apa-apa.
Tapi saya monitor kondisi pasiennya sehat-sehat.
Kalau sekarang kan ada 240-an yang masih dirawat, 100 diantaranya itu orang sehat bener, dirawat di Bapelkes, di Wisma milik KPU, wisma diklatnya BPK itu sekitar 100 orang, itu sehat-sehat dia, tiap pagi olahraga terus dikasi madu. Jadi imunnya naik dan cepat sembuh.
Yang di rumah sakit justru lebih lama sembuhnya, cuma kalau orang ada gejala kan harus di rumah sakit. Itu yang menyebabkan sehingga penanganan kita di Bali begitu baik.
Dan juga memang di Bali kan delapan kabupaten satu kota, bupati/wali kotanya itu kita ajak kerjasama, koordinasi, gotong royong dengan bagus, dengan semua elemen masyarakat termasuk desa adat, desa, kelurahan, ada satgas Gotong Royong desa adat, ada relawan desa/kelurahan.
Semuanya bekerja dengan baik sinergis di lapangan di masing-masing wilayah sehingga efektif di lapangan.
Nah di tingkat atasnya ada gugus, di dalamnya ada Bapak Kapolda, Bapak Pangdam, kemudian di kabupaten ada Dandim, Kapolres.
Semuanya bekerja dengan baik sehingga setiap kasus yang muncul itu bisa kita tangani dengan cepat, dengan baik.
Dari adanya Covid-19 ini hampir semuanya terdampak. Nah sejauh ini Pemprov Bali telah menggelontorkan dana untuk memberikan stimulus. Siapa saja yang menerima dan seperti apa harapannya?
Jadi kami mengikuti skema yang diberikan oleh Gugus Tugas nasional.
Juga skema yang dibuat oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan berupa surat edaran mengenai penanganan dampak Covid-19.
Jadi ada tiga, yang satu adalah kaitannya dengan kesehatan, yang kedua dampak terhadap ekonomi, dan yang ketiga terhadap masyarakat.
Yang terhadap kesehatan itu fasilitas kesehatannya kita perbaiki.
Kemudian sekarang kita sudah punya laboratorium uji swab berbasis PCR di Rumah Sakit (Umum Pusat/RSUP) Sanglah, kemudian di Rumah Sakit (Perguruan Tinggi Negeri/RSPTN Universitas) Udayana, kemudian di Warmadewa dan Rumah Sakit Bali Mandara; dan Balai Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Itu kita lengkapi.
Kemudian juga pembelian rapid test, kemudian pembelian peralatan untuk uji swab, Itu kita penuhi semua sehingga penanganan kesehatan itu di rumah sakit berjalan dengan sangat baik.
Lantas penanganan terhadap dampak ekonomi yang kami utamakan adalah koperasi dan UMKM.
Nah itu karena terdampak, kami membantu operasionalnya (karena) semasa Covid-19 ini sehingga menyulitkan untuk mengaktifkan kegiatan usahanya.
Jadi kami bantu selama tiga bulan. Itu koperasi, kemudian UMKM, kemudian sektor informal. Jadi itu penanganannya untuk dampak ekonomi dan usaha.
Kemudian untuk masyarakat, kami juga memberikan yang ada di desa adat tapi yang menerima tidak boleh masyarakat yang sudah menerima bantuan dari Kemensos, kartu prakerja, maupun bantuan langsung tunai dari Kementerian Desa.
Jadi di luar itu baru bisa dibantu dengan dana dari pemerintah provinsi melalui dana desa adat.
Kemudian kami juga memberikan bantuan kepada para siswa di sini. Itu adalah terutama siswa yang ada di pendidikan dasar dan menengah swasta, karena orangtuanya terkena PHK atau dirumahkan; atau dia masuk keluarga miskin; atau mendadak miskin karena masalah Covid-19 sehingga orangtuanya kesulitan untuk memenuhi biayanya.
Ini kami lakukan hanya untuk anak-anak SD, SMP, SMA, SMK, SLB swasta.
Kalau yang negeri itu sudah ada dana BOS yang bisa direalokasikan untuk membantu para siswa ini sehingga tidak membebani pada siswa. Yang swasta ini kan tidak ada skemanya.
Tetapi tidak diberikan kepada siswanya, diberikan kepada sekolahnya berupa bantuan biaya pendidikan sehingga sekolah swasta ini tidak lagi memungut kepada siswanya sebesar bantuan yang diberikan.
Kemudian kepada mahasiswa, mungkin orangtuanya kena PHK atau dirumahkan, atau mahasiswa itu sendiri yang kuliah sambil kerja kena PHK atau dirumahkan, sehingga dia kesulitan untuk biaya melanjutkan pendidikannya.
Kita bantu dengan biaya pendidikan dari provinsi masing-masing itu Rp 1,5 juta untuk per mahasiswa.
Itu penerimanya baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta.
Jadi sudah berjalan semua sekarang, sudah berproses, saya kira dalam waktu dekat cair.
Ini yang kami lakukan untuk membantu masyarakat meringankan beban melalui jaringan pengaman sosial ini. (bersambung)
Baca Besok: Kebijakan Gubernur terkait new normal dan pariwisata Bali
(Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana).