TRIBUN-BALI.COM - MAJELIS Desa Adat (MDA) Bali dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali turun tangan untuk menyikapi polemik Hare Krishna di Bali.
MDA dan PHDI pun berjanji akan segera menuntaskan polemik ini.
Ketua MDA Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, meminta agar masyarakat Bali menyikapi masalah ini dengan tenang, dan cerdas serta sesuai dengan etika orang Bali: damai, dan santun, sehingga tidak sampai menimbulkan gerakan atau sikap yang melanggar hukum.
“Apalagi Bali dan kita semua sedang menghadapi masalah besar yakni Covid-19, masalah himpitan ekonomi dan kesehatan yang luar bisasa. Bali sudah sedang dalam penataan pariwisata untuk kembali normal. Oleh karena itu mari kita dudukkan masalah ini secara proporsional tanpa mengurangi ketegasan kita bersikap, dan dimana hak hak kita dimana kewenangan kita dan dimana kewenagan negara,” kata Putra Sukahet saat mengisi acara Bincang Tribun Bali bertema "Pentingnya Menjaga Toleransi dan Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Tetap Menjungjung Tinggi Adat Istiadat", Senin (27/7) sore.
• Kisah WNA Telantar di Bali Selama Pandemi Covid-19, Kehabisan Bekal Hingga Tidur di Rumah Bedeng
Menurut Putra Sukahet, sebetulnya aliran Hare Krishna sudah dilarang di Indonesia sejak 1984 silam.
Hal ini tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung No 107/JA/5/1984 tentang larangan Hare Krishna di seluruh Indonesia.
Itulah sebabnya pria yang juga selaku Ketua Forum Kerukunan Umat Bergama (FKUB) Indonesia ini tidak mengerti kenapa gerakan dan aliran ini kembali bangkit dan masih berkembang khususnya di Bali hingga saat ini.
Pria yang juga akrab disapa Bendesa Agung menyatakan, MDA Bali dan PHDI Bali akan menyelesaikan masalah ini dengan tuntas, sehingga kedepan tidak ada lagi keributan soal ini yang berpotensi mengganggu keamanan dan kenyamanan di Bali.
Pada 22 Juli 2020, PHDI Bali sempat menggelar mediasi terkait dengan polemik Hare Krishna di Bali.
Hasilnya, waktu itu ada wacana yang disampaikan oleh pihak Hare Krishna bahwa mereka tidak akan lagi mengadakan kegiatan di tempat umum atau di luar asrham sehingga tidak mengundang polemik di masyarakat.
Ketua PHDI Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, menjelaskan, pada pertemuan tanggal 22 Juli 2020 lalu dia bersama dengan tim mediasi PHDI Bali sudah menampung seluruh aspirasi masyarakat dan PHDI Bali sudah menindaklanjuti aspirasi masyarakat tersebut.
Adapun langkah yang telah dilakukan PHDI Bali selama ini, yakni menyurati Kejaksaan Agung untuk menanyakan status Keputusan Melarang Hare Krishna pada tahun 1984 tersebut apakah masih berlaku atau tidak.
PHDI Bali juga sudah menyurati Dirjen Bimas Hindu berkaitan dengan masukan dari masyarakat terkait dengan buku pelajaran Agama Hindu yang berisi ajaran Hare Krishna yang tidak sesuai dengan ajaran agama Hindu di Bali.
“Jadi kami tidak ingin berlama-lama soal ini karena Bali membutuhkan suasana nyaman, karena sebentar lagi wisatawan datang. Kalau ini tidak disikapi dengan baik, jangan-jangan wisatawan lama datang kesini karena bali gawat. Kalau lama kan susah, bagaimana nanti kedepannya,” kata Prof Sudiana.
Terkait dengan Surat Keputusan Jaksa Agung yang melarang adanya kegiatan Hare Krishna, Bendesa Agung Putra Sukahet mengatakan bakal menyerahkan ke tim pakem negara.