Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Selain pengobatan medis, Bali telah lama mengenal pengobatan alami dengan bahan dari alam.
Semuanya tertera di dalam Usada Bali, yang telah sejak lama menjadi praktek pengobatan tradisional di Pulau Dewata.
Hal ini diamini Pendiri Pasraman Pasir Ukir, I Kadek Satria.
Ia pun menjalankan pengobatan alternatif, menggunakan kemenyan Majegau. Kemudian pengobatan tersebut dikenal dengan istilah masepuh Majegau.
Baca juga: Populasi Pohon Aren di Pedawa Buleleng Tinggal 10 Persen, Sudiarta Berharap Pemkab Bantu Pembibitan
Baca juga: Masyarakat Tiongkok Dikabarkan Sudah Ingin Sekali Berlibur ke Bali
Baca juga: Tepatkah Penggunaan Rapid Test Pada Ibu Hamil yang Akan Melahirkan? Begini Penjelasannya
Usada Bali asli warisan Desa Bali Aga ini, diyakini mampu menetralisir energi negatif dan memiliki khasiat penyembuhan penyakit medis maupun non medis.
Bahkan, kata dia, bisa pula memperbaiki karir dan rezeki.
Kadek Satria, yang merupakan Jro Tapakan ini menyebutkan bahwa masepuh Majegau, adalah metode pengobatan dengan media asap Majegau.
“Jadi menggunakan kayu Majegau, lalu kemudian dibuat api dan ditunggu menjadi bara. Lalu bara itu yang diisi Majegau, dan asapnya kemudian merupakan media dalam pengobatan,”jelasnya kepada Tribun Bali, Selasa (24/11/2020).
Pria yang juga Dosen Filsafat Agama Hindu, Veda dan Pendidikan Agama Hindu ini, menegaskan ada beberapa penyakit baik medis maupun non medis yang bisa diselesaikan dengan asap Majegau.
“Jadi secara sekala, asap Majegau memiliki antioksidan tinggi. Lalu secara spiritual asap Majegau bisa menetralisir atau menyeimbangkan energi yang ada sehingga memperoleh kesehatan,” imbuhnya.
Selama menjalani praktek di Pasraman Pasir Ukir, Desa Adat Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini melihat banyak hal menarik.
Satu diantaranya, ketika ada penyakit non medis yang kerap disebut ‘black magic’ di Bali.
“Begitu pasien sampai dipasraman dan begitu duduk, pasien ini sudah mulai kerangsukan hanya dengan menghirup asap Majegau saja,” katanya.
Majegau yang digunakan, adalah Majegau yang agak langka.
Baca juga: Termasuk Pensiunan Polisi, 9 Tersangka Kasus Narkoba Ditangkap Polisi Buleleng selama 3 Bulan
Baca juga: Prada Hengky Hilang di Tembagapura Papua saat Patroli, Bawa Satu Pucuk Senjata SS2 V4
Baca juga: Termasuk Aries, 4 Zodiak Ini Dikenal Paling Tak Takut Mengakhiri Hubungan Asmara yang Membosankan
Karena ada yang terendam selama 8 tahun di sungai, ada yang terkubur selama 48 tahun.
Dan ketika Majegau ini digunakan maka memiliki aura dan kekuatan yang lebih besar.
Ada pula, pasien dengan penyakit medis seperti kanker dan tumor datang ke pasramannya.
“Pada saat mereka datang, pasien ini menjelaskan bahwa dia akan dioperasi dua minggu lagi karena tumor rahim. Lalu kemudian dia menggunakan metode ini, dan pengobatan dengan masepuh Majegau dipadukan tambahan obat medis hasilnya ternyata luar biasa,” jelasnya.
Sebab begitu, pasien tersebut datang untuk kedua kalinya, ternyata ia mengalami pendarahan.
Setelah dicek, ternyata pendarahan tersebut adalah pemecahan penyakitnya.
Dan hingga saat ini, kata dia, pasien tersebut pulih dengan baik tanpa operasi.
“Ada juga pasien lain yang susah tidur. Lalu ia masepuh Majegau dan ternyata lambat laun bisa langsung tidur dengan tenang. Itu terjadi setelah nyepuh kedua dan ketiga,” jelasnya Sekretaris LP2M UNHI ini, menegaskan bahwa masepuh Majegau adalah cara pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk teknik pengobatan sesuai tradisi turun temurun di Bali Aga.
Sehingga metode ini hanya pengantar saja, sisanya pasien tetap memohon kepada Tuhan agar diberikan jalan di dalam kegelapan.
Serta diberikan kesembuhan, atau rezeki, atau jalan yang terang bagi pasien yang bingung.
Intinya memohon kebaikan, melalui metode pengobatan masepuh Majegau.
Sejatinya, masepuh Majegau ini adalah netralisasi energi negatif menjadi energi positif.
Energi negatif itu, semisal pepasangan atau tetaneman yakni sarana ilmu hitam yang ditanam atau ditaruh di dalam tanah.
Termasuk yang ada di pekarangan rumah, serta berbagai macam model penyakir lainnya.
Sarana Majegau yang digunakan, berasal dari akar, batang, daun, hingga buahnya.
Sedangkan peralatan penyepuhan dengan memakai media pasepan.
Ada pula sepit simprug, sebagai sarana penyepuhan.
Pamedek yang datang bisa mendapatkan tirta, dan sarana pabuan atau pacanangan serta dupa yang telah dipasupati.
Proses panyepuhan pun, jelas dia, bisa dilakukan di rumah masing-masing secara mandiri.
Prosesnya, dimulai dengan menyediakan api atau bara api dengan pasepan.
Kemudian di atasnya diisi Majegau sekemulan dan diisi menyan.
“Di setiap rumah di Bali kan ada pelangkiran, nah pasepan itu ditaruh di sana. Agar semua penghuni rumah bisa menghirup Majegau ini,” sebutnya.
Ketika keluar asap mengepul, pasien bisa melakukan permohonan atas apa yang dikeluhkan agar disembuhkan. Sehingga mendapatkan berkah, lalu nunas tirta dilanjutkan dengan pacanangan yang dimohon untuk nginang.
Majegau bukan sembarang bahan, karena merupakan merupakan kayu yang langka dan suci.
Menjadi sarana ritual, yang bisa diperoleh di Bali Aga. Untuk pamedek atau pasien yang datang, bisa membawa canang sari dan kemenyan ke pasraman, serta pabuan atau pacanangan.
Setelah di pasraman, pamedek akan mendapatkan Majegau sekemulan, tirta pasupati, dan dupa pasupati.
Beberapa diberikan minyak rempah khas Bali Aga, jika memang saran itu dibutuhkan selama proses pengobatan. Penyepuhan atau Homa Yadnya ini sudah ada sejak lama. Bahkan dalam Weda, disebut Agni Hotra.
Ia menegaskan, bahwa tradisi pengobatan ini menjadi ciri khas Bali Aga dengan menggunakan pasepan.
“Sebab dahulu di Bali Aga belum mengenal dupa,” katanya.
Meskipun sekarang telah menggunakan dupa, namun tradisi ini masih lestari dan memberikan khasiat bagus untuk pengobatan.
Di sisi lain, pabuan adalah sarana utama persembahan dan simbol Panca Aksara. Isi pabuan, adalah pamor warna putih melambangkan Iswara (timur), pinang warna merah melambangkan (Brahma), gambir warna kuning melambangkan arah barat.
Sirih posisinya di utara sebagai simbol Wisnu. Dan tembakau yang berada di tengah, sebagai simbol Siwa. (*)