Diminta Ganti Biaya Pembangunan, Penghuni RSS di Kayubuntil Barat Mendatangi DPRD Buleleng

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani
Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah penghuni RSS Kayu Buntil saat mesadu di Komisi I DPRD Buleleng, Selasa (24/11/2020)

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA – Empat warga yang menghuni Rumah Sangat Sederhana (RSS) di Lingkungan Kayubuntil Barat, Kelurahan Kampung Anyar, Kecamatan Buleleng, Bali, mendatangi kantor DPRD Buleleng, pada Selasa (24/11/2020).

Mereka datang untuk meminta pendampingan para anggota dewan khususnya di Komisi I, untuk menyelesaikan sengketa RSS tersebut.

Wayan Bagiada, salah satu penghuni RSS mengklaim, lahan beserta bangunan rumah dengan luas masing-masing sekitar 20 meter persegi itu akan diserahkan oleh Pemkab Buleleng kepada penghuni, dengan syarat harus membayar Rp. 25 juta kepada daerah, sebagai pengganti Sertifikat Hak Milik (SHM).

Bagiada pun merasa keberatan dengan hal tersebut.

Baca juga: Promo Alfamart 20-26 November 2020, Beli 3 Es Krim Feast Hanya Rp 10.000

Baca juga: 4.000 Lembar Lebih Arsip Daerah Dihapuskan 

Baca juga: Dikabarkan Ditangkap KPK, Ini Perjalanan Karir Edhy Prabowo Jadi Orang Kepercayaan Prabowo

“Kami merasa keberatan dengan harga yang dipatok Rp. 25 juta untuk mengganti sertifikat itu, maka dari itu kami datang ke DPRD untuk minta bantuan,” ucapnya.

Sementara Ketua Komisi I DPRD Buleleng Gede Odhy Busana mengatakan, pertemuan pihaknya bersama sejumlah penghuni RSS Lingkungan Kayubuntil itu cukup singkat.

Namun, ia telah menyarankan kepada warga untuk melaporkan aspirasinya terlebih dahulu kepada Ketua DPRD Buleleng, melalui surat pengaduan.

“Setelah ketua menerima surat tersebut, baru lah nanti didisposisi ke Komisi I. Mekanismenya seperti itu, dan aspirasinya pasti akan ditindaklanjuti. Jika masalahnya melibatkan unsur pemerintahan, kami akan coba memediasi,” terangnya. 

Terpisah, Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah BPKPD Buleleng, Made Pasda Gunawan menerangkan, RSS dengan jumlah 98 unit itu memang dibangun oleh Pemkab Buleleng pada tahun 1994 silam, di atas lahan yang tidak berstatus baik milik pusat, provinsi maupun daerah (tanah negara bebas), untuk masyarakat di Lingkungan Kayubuntil.

Dalam pembangunan rumah tersebut, telah dibuat perjanjian yang dituangkan dalam Surat keputusan Bupati Nomor 580 tahun 1994.

Dimana, dalam surat tersebut, penghuni harus membayar cicilian biaya pembangunan rumah  kepada Pemkab sebesar Rp. 4.000 per bulan, selama 20 tahun. 

Namun dalam perjalananya, Pasda menyebut seluruh penghuni RSS tidak ada yang membayar cicilan rumah tersebut.

Hal ini lantas kerap menjadi temuan BPK, karena Pemkab dinilai tidak tertib dalam mengelola asetnya.

Oleh karena itu, pada tahun 2017 Pemkab berinisiatif untuk menyerahkan bangunan beserta lahannya kepada penghuni RSS, lengkap dengan SHM.

Dengan catatan warga harus melunasi biaya pembangunan rumah masing-masing sebesar Rp. 24 juta. 

Halaman
12

Berita Terkini