Mungkin untuk tidak melakukan ekspor pada benur itu bagus.
Namun jika masyarakat tidak menangkap benur dan dibiarkan di alam bebas maka lobster akan punah dimangsa oleh predator.
Selain itu tidak ada reproduksi lobster dengan jumlah yang banyak.
Menurutnya dengan cara budidaya lah yang efektif untuk membuat kelangsungan populasi dari lobster itu sendiri.
"Lobster sendiri memiliki telur dengan jumlah 3 hingga 4 juta telur. Jika dilakukan budi daya akan hidup sebanyak 50%. Namun jika dilepaskan dialam hidupnya akan di bawah angka 0,5%," terangnya.
Lanjut Putu menjelaskan, sementara kebijakan dari Mentri Edhy menurutnya juga benar.
Dengan melakukan budi daya namun jangan melakukan ekspor.
Jadi jika ia melakukan budi daya di Indonesia dan mengekspor di Vietnam tentunya Indonesia akan kalah.
Karena Vietnam sendiri memiliki modal besar dan tentunya Indonesia akan bersaing dengan Vietnam.
Padahal 85% bibit benur berasal dari Indonesia. Semestinya jangan dilakukan ekspor.
"Menurut saya regulasi di Indonesia yang kurang. Karena di Indonesia sendiri belum terdapat pemetaan khusus tatanan Laut. Di Bali sendiri belum terdapat ruang tatanan laut. Bagaimana akan membuat suatu budi daya yang jelas jika belum terdapat tata ruang dan bagaimana caranya investor dapat masuk dikarenakan tidak nyaman di perizinan," ujarnya.
Ia berharap ke depannya agar, tata ruang segera diubah. Khususnya di Bali, karena jika tata ruang diubah tentunya akan banyak investor yang masuk ke Bali.
Semestinya Bali memiliki keunggulan karena bandaranya dekat, lautnya dekat dan pada saat pengiriman barang akan aman dilakukan di Bali.
"Kenapa aman ya karena jarak airport yang dekat sehingga pada saat mengirim lobster hidup lobster tidak akan mati namun jika kita berada di pulau terpencil dan melakukan budi daya terdapat risiko di pengiriman yang nantinya biasanya barangnya akan mati atau sudah tidak segar lagi," terangnya.
Maka dari itu Bali sangat banyak memiliki peluang tersebut terlebih lagi setelah normal nanti penerbangan akan banyak ada di Bali. (*)